10 TAHUN BLOKADE GAZA


Oleh Ghassan Mustafa Shami

10 tahun sudah Jalur Gaza diblokade namun rakyat di sana tetap tegar menghadapinya. Bahkan meski diselingi tiga kali agresi Israel ke Jalur Gaza. Selama tiga agresi itu Israel menghancurkan total lebih dari 60 ribu rumah tinggal dan lembaga. Infrastruktur luluh lantak. Sementara puluhan ribu rumah lainnya rusak.

Meski demikian tetap Jalur Gaza kuat, menantang dan tegar menghadapi hidup. Dengan perang dan penderitaan ini, perlintasan di Jalur Gaza tetap tidak dibuka. Kondisi semakin sulit di tengah listrik yang terputus sejak lima tahun terakhir tanpa solusi.

Belakangan, sejumlah media massa berhasil mengungkap bahwa masyarakat internasional dan PBB terlibat dalam derita blockade Gaza, terutama melalui lembaga di bawah PBB untuk rekontruksi Gaza yang disebut dengan “Serey Plans”. Rencana ini diumumkan usai agresi Israel ke Jalur Gaza tahun 2014.

Sejumlah media elektronik mengungkap pendapat hukum guru besar perguruan tinggi Nigel White’s yang mengajar di Universitas Nittingham Inggris. Ia bicara bahwa Amerika Serikat – melalui Serey Plans - membuat banyak hambatan untuk rekontruksi Gaza dan bahwa data base terkait mekanisme nama-nama penerima manfaat dan pusat distribusi bahan bangunan semuanya sudah disusupi oleh pihak Israel. Bisa jadi itu akan memudahkan Israel untuk melakukan target serangan di masa mendatang.

Prof. White’s mengatakan, “Teks lengkap piagam rahasia itu disembunyikan PBB, Israel dan Otoritas Palestina dan Robert Serey mengajukan mekanisme rencana rekontruksi Jalur Gaza sebelum diterbitkan resmi dan disampaikan kepada Israel yang kemudian diubah sesuai dengan kepentingan keamanannya. Setelah itu baru disetujui oleh PBB. Isi rencana itu banyak komitmen yang harus dilakukan oleh Otoritas Palestina.”

Ini bukan pertama kalinya terungkapnya piagam dan perjanjian rahasia PBB untuk memblokade Jalur Gaza. Masyarakat internasional selama ini memberikan legalitas penuh kepada Israel dan tidak bisa mengumumkan secara terus terang kejahatan-kejahatan Israel terhadap bangsa Palestina dan manusia secara umum. Bahkan ada ratusan resolusi PBB yang masih terkurung di laci yang mengecam Israel dan menudingnya bertanggungjawab atas ribuan kejahatan namun PBB tidak bisa bicara dan berbenturan dengan hak veto.

Blokade Israel terhadap Jalur Gaza adalah kedzaliman sejarah paling besar yang dihadapi oleh hampir 2 juta warga Palestina di sana. Mereka hidup di sebuah wilayah terkecil di dunia. Hak-hak dasar kehidupan terhalangi dari mereka. Tidak bisa bergerak bebas. Mereka hidup dalam penjara besar. Mereka terus berjuang tanpa henti untuk memperoleh kebebasan itu.

Kami warga Palestina banyak berharap dan mengandalkan kepada PBB dan masyarakat dunia agar membela kami dan hak-hak utama kami. Namun sayanganya masyarakat internasional masih menipu kami. Bahkan meremehkan hak kami dan lebih membela Israel. Bahkan mereka tetap bungkam atas kejahatan Israel.

Palestina juga berharap kepada PBB membela perjuangan diplomasi di Pengadilan Kriminal Internasional dan agendanya di PBB dan bukan memberikan legalitas kepada Israel. Sebab itu bertentangan dengan piagam PBB dan resolusi-resolusinya yang menegaskan tentang hak bangsa untuk bebas dan menentukan nasibnya.

Manakah keadilan dan piagam kebebasan dan demokrasi yang diharapkan dari PBB, sementara mereka justru ikut dalam memblokade Jalur Gaza? Mana keadilan sementara ribuan warga Jalur Gaza menderita kanker, jantung, ginjal dan bisa keluar berobat dengan bebas?

Blokade Israel atas Palestina dan berlanjutnya kejahatan Israel adalah faktor paling utama mundurnya pelapor PBB di Palestina Makarem Wibisono belakangan setelah bekerja selama 1,5 tahun sebagai pelapor PBB di Palestina yang melihat langsung korban Palestina dan mendengar pejabat-pejabat Palestina dan PBB bahwa dirinya merasa kondisi HAM semakin buruk; tawanan adiministratif terus meningkat, tembok isolasi terus dibangun dan memutus wilayah-wilayah Palestina, blokade terus berlanjut terhadap Jalur Gaza, rekontruksi berjalan lambat dan lambat, pelanggaran HAM oleh Israel dan tidak komitmen dengan undang-undang internasional serta menghalangi kerjanya sebagai pelapor di Palestina.

Sumber: infopalestina