Freeport Bohong Kepada Indonesia


Membicarakan Freeport saat ini, kita selalu disuguhkan data-data mengenai situasi dan kondisi keekonomian perusahaan tersebut di lantai bursa; semua menggambarkan Freeport sedang bermasalah, artinya Freeport dibuat seolah dalam kondisi kurang sehat karena nilai sahamnya yang turun habis.

Tahukah itu adalah taktik bohong Freeport kepada Indonesia?

Mungkin benar pendapat yang dikemukakan oleh Staf Ahli Menteri ESDM, Said Didu, yang mengatakan soal pembelian saham Freeport oleh pemerintah adalah ibarat buah simalakama.

Said mengatakan dikutip dari laman detik.com, pemerintah akan dihujat jika membeli 10,64% saham Freeport dengan harga mahal, tetapi kemudian ternyata kontrak Freeport di Tambang Grasberg, Papua, tidak diperpanjang. Seperti diketahui, harga 10,64% saham Freeport adalah US$ 1,7 miliar, atau setara Rp 23 triliun.

"Kalau dibeli, lalu ternyata kontrak Freeport tidak diperpanjang pada 2021, nanti orang akan bilang ngapain dibeli?" ucapnya.

Tetapi, bila pemerintah tidak membeli saham tersebut lantas kontrak Freeport diperpanjang sampai 2041, masyarakat akan mempertanyakan mengapa pemerintah tidak membeli saham Freeport selagi ada kesempatan.

"Kalau tidak dibeli lalu kontrak Freeport ternyata diperpanjang, orang protes juga kenapa nggak dibeli waktu itu," ujarnya.

Menurut Said, persoalan utama yang dihadapi pemerintah saat ini bukanlah soal harga saham yang ditawarkan Freeport, melainkan kejelasan sikap pemerintah apakah mau membeli saham tersebut atau tidak.

"Masalah sebenarnya bukan harga saham yang ditawarkan Freeport mahal atau tidak, tapi bagaimana sikap pemerintah, beli atau tidak," tandasnya.

Freeport memiliki sejarah panjang pada negeri ini

Penambangan Ertsberg dimulai pada Maret 1973 dan habis pada tahun 1980-an sisanya lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988, Freeport mulai menambang Grasberg sebuah cadangan raksasa lainnya, hingga saat ini.

Hasil dari eksploitasi kedua wilayah tersebut diatas, Freeport memperolah sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724, 7 juta ton emas. Sampai Bulan Juli 2005, lubang yang diakibatkan penambangan Grasberg mencapai diameter 2,4 kilometer yang meliputi luas 499 ha, dalamnya 800m, sama dengan ketinggian gedung tertinggi di dunia Burj Dubai.

Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada 2041.

Cadangan emas yang dikelola freeport termasuk di dalam 50% cadangan emas dikepulauan Indonesia. Dari hasil luar biasa banyak tersebut yang masuk APBN sangat sedikit.

Freeport baru mengakui bahwa mereka menambang emas pada tahun 2005, sebelumnya yang diakui hanya penambangan tembaga. banyaknya emas yang ditambang selama 21 tahun tidak diketahui publik. Volume emas dicurigai lebih diperkirakan sebesar 2,16 hingga 2,5 miliar ton emas.

Coba anda simak, Pendapatan utama Freeport adalah dari operasi tambangnya di Indonesia (sekitar 60%, Investor Daily, 10 Agustus 2009).

Hampir 700 ribu ton material dikeruk dan mengahsilkan 225 ribu ton bijih emas Setiap hari. Jumlah ini setara dengan 70 ribu truk kapasitas angkut 10 ton berjejer sepanjang 700 km sejauh jarak Jakarta – Surabaya.

Lalu Percayakah kita, apabila ambil alih Freeport, lantas kita merugi?

Ada sebuah taktik yang dilakukan Freeport, untuk membuat pemerintah Indonesia versus dengan paham nasionalisasi yang dihembuskan rakyatnya, yaitu dengan pembangunan opini beli Freeport maka akan merugi.

Data mengenai Freeport sedang merugi, seolah menutupi begitu banyak kekayaan emas yang mereka ambil dari tanah Papua.

Seandainya benar Presiden Jokowi lakukan langkah tidak akan memperpanjang kontrak karya Freeport pada 2021, maka sudah semestinya tidak lagi memperhatikan situasi dan kondisi yang sengaja diciptakan oleh Freeport itu sendiri.

Putuskan saja dengan tegas, Kontrak Freeport tidak akan diperpanjang lagi pada 2021, setelah itu semua diambil alih oleh BUMN atau Pemerintah Indonesia.

Dengan begitu, opini yang sengaja dibangun Freeport dengan kondisi dan situasi di lantai bursa serta penawaran harga pembelian saham yang terlalu tinggi bagi pemerintah, semuanya abaikan saja.

Tetap pada ketegasan keputusan, bahwa Kontrak Freeport di tutup alias tidak akan diperpanjang lagi.

Kecuali, ada sebuah kongkalingkong tingkat tinggi yang sedang dibangun, oleh Freeport dengan pemerintah Indonesia sendiri yaitu sengaja memancing reaksi publik dan pengamat untuk berpikir dan mengarahkan mengenai ketidakmampuan pemerintah membeli saham Freeport.

Loh, ini bukannya terkait keputusan dilanjutkannya kontrak karya atau tidak? bukan bicarakan saham.

Buat apa bicara saham, kalau pemerintah kita berani dengan tegas katakan Kontrak Freeport tidak akan diperpanjang lagi, karena dengan menghitung berbagai faktor, nasionalisasi serta inkonsistensi pihak Freeport terkait pembangunan smelter dan Lingkungan Hidup.

Sekali lagi, ini soal ketegasan Pemerintah itu sendiri; Kontrak Freeport itu diperpanjang atau tidak? jangan omong soal saham dan divestasi lagi.

Kalau ada penggiringan opini bahwa harga saham freeport terlalu mahal, atau pemerintah tidak punya duit, itu jelas ada sebuah hubungan untuk tetap menjaga Freeport berada di Papua.

Dan akhirnya publik serta para pengamat pun sibuk untuk berkutat dan fokus bicara soal divestasi saham Freeport, dengan harapan semuanya akhirnya ‘legowo’ Freeport boleh tetap ada dipapua sampai 2041.

Kita fokus soal Freeport ataukah kita fokus pada kekayaan emas yang ada di Papua, yang kini dikuasai Perusahaan Asing bernama Freeport yang kontrak nya habis apada 2021?

Kalau fokus soal freeport, maka silahkan saja, dan kita akan habis tenaga bicara perlu atau tidaknya ambil alih.

So… simalakama ataukah ini semata penggiringan opini untuk melanggengkan kontrak karya 2041 untuk Freeport kembali?

DPR Wajib Bongkar Freeport

Maka disinilah perlunya DPR sebagai perwakilan rakyat dan lembaga pengawas pemerintah untuk membongkar tuntas Skandal Freeport dengan membentuk Pansus Freeport.

"Kami akan terus mendorong agar pimpinan parpol berpandangan sama soal Freeport. Bahwa ada masalah serius menyanggkut perpanjangan izin, kontrak karya, divestasi sampai mundurnya beberapa pejabatnya. Semua harus bisa dibongkar melalui terbentuknya pansus," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Sumber: lingkarannews, inilah.com