Hanny Kristianto: Syahadatnya Tionghoa Pembenci Islam


Tak pernah menyangka sebelumnya, pemilik nama lengkap Hanny Kristianto ini adalah sosok yang sangat membenci Islam sebelum akhirnya memutuskan berikrar syahadat di Mojokerto pada 28 Februari 2013.

Butuh waktu sekitar tiga tahun untuk pria berdarah Tionghoa ini melakukan pencarian mengenai Islam. Meski demikian, kegetirannya terhadap Islam sudah berlangsung cukup lama. Proses pencarian Hanny tentang Islam bermula saat ia bekerja di Kalimantan sekitar tahun 2000.

Ada satu kalimat yang begitu mengusiknya. Yakni, kalimat "jangan mati sebelum masuk Islam", makna dari surah Ali Imran ayat ke-102.

Menurutnya, kalimat tersebut sangat tidak enak didengar. Karena, ia meyakini agama yang paling benar dan paling baik di antara semua agama hanyalah agama yang ia anut dahulu, yakni Kristen Kharismatik, aliran agama Kristen yang bercirikan dan menonjolkan karunia rohani atau gerakan roh.

Hanny mengaku, memeluk Islam murni karena proses belajar yang ia lakukan sendiri. Dengan membaca terjemahan Alquran, bertanya kepada teman Muslim dan ulama.

Namun, ia begitu yakin untuk memeluk Islam setelah membaca terjemahan Alquran dan menemukan bahwa hanya agama Islam yang Tuhannya tidak dapat dilihat dan digambarkan, demikian juga Nabinya.

"Karena, saya tidak gampang percaya dengan omongan orang," ujarnya.

Dalam proses pembelajaran tentang Islam, ia berusaha mencari kesalahan dan kelemahan Islam. Namun, rentetan kebencian dan persepsi negatifnya terhadap Islam selama ini malah terbantahkan dengan sendirinya selama proses "petualangan spiritualnya" itu.

Salah satu citra buruk Islam yang dilekatkan oleh sebagian orang adalah kisah Nabi Muhammad yang berpoligami dan suka berperang. "Ternyata, malah saya menemukan saya yang salah dan manusia lemah," ujar Hanny.

Ia justru menemukan bahwa Muhammad adalah manusia yang terbaik dalam lisan, akhlak, dan sikapnya. Sangat berbeda dari persepsi awalnya mengenai Sang Nabi pamungkas tersebut.

Dalam proses petualangannya mengkaji dan mendalami Islam itu pula, pria yang kini berusia 40 tahun tersebut mendapatkan fakta yang mengetuk relung hatinya, yaitu hanya Islam yang umatnya mampu menghafal seluruh kitab suci dan tidak ada kesalahan dalam Alquran.

Selain itu pula, hanya Islam yang memiliki tata cara ibadah yang khusyuk, tidak membedakan status sosial, jabatan, dan ilmu. Semua sama di hadapan Allah dan wajib beribadah.

Di samping itu, hanya dalam Islam ibadah sudah ditentukan tepat waktu dan teratur. Cuma Islam yang kitab sucinya diturunkan langsung kepada Nabi. Satu per satu temuan itulah yang semakin menguatkan keyakinannya untuk segera memeluk Islam.

Ketenangan Setelah berikrar syahadat, Hanny merasa hidup yang ia jalani seperti tanpa beban, penuh ketenangan, kebahagiaan hati, jiwa, dan pikiran. Ia mengaku belajar banyak dari Islam.

Salah satunya, yakni tidak ada harapan dan cita-cita yang lebih baik bagi seorang manusia daripada mendapat ridha Allah SWT, dicintai, disayangi, dan mendapat naungan di hari tiada perlindungan selain naungan-Nya.

Kini, Hanny mengaku terus belajar tentang Islam dengan beberapa ulama. Seperti KH Zainuddin Husni di Pondok Pesantren Tarbiyatul Qulub, Uztaz Arifin Ilham, Ustaz Ali Hasan Bawazier, Ustaz Syarif Jafar Baraja, dan KH Said Amin di Samarinda. Dalam proses pembelajaran ini, satu hal yang ia pahami, yakni tidak perlu memaksa orang lain untuk berhijrah, satu kalimat, yaitu tuntun dan bukan tuntut. Sentuhlah hati mereka dengan bagusnya akhlakmu karena hidayah milik Allah semata.

Pergi Haji

Setelah dua tahun menjadi Muslim, Hanny memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji. Pria kelahiran Yogyakarta ini awalnya tidak pernah menyangka bahwa ia dapat menginjakkan kaki di Tanah Suci untuk berhaji. "Beberapa bulan lalu dihajikan oleh Bapak Jenderal Syekh Osama bin Suhaibi," katanya.

Dalam menjalankan ibadah haji, begitu banyak pengalaman spiritual yang ia rasakan. Ia sangat terkesan dan benar-benar merasakan kebenaran surah al-Hujurat ayat ke-13, "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling takwa," saat menjalankan prosesi haji.

Menurutnya, di Padang Arafah status sosial dan perbedaan hidup manusia akan hilang sehingga tidak dapat lagi membedakan siapa yang kaya, hartawan, rakyat biasa, raja, atau sebagainya. Semua sama dengan memakai pakaian selendang kain putih tanpa jahit.

Semua yang hadir di Tanah Suci menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan, gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam setelah berhaji.

Selain melihat Ka'bah secara langsung, ia juga memiliki kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Madinah dan Makkah pada saat melaksanakan ibadah haji tahun lalu.

Sumber: Republika