BELAJAR DARI TURKIYE


BELAJAR DARI TURKIYE

Oleh: Hasyim Abdullah Wijaya

Apakah Turki ujug-ujug 'Mak Gedebug' begitu saja menerima hadiah dari langit pemimpin-pemimpin sekelas Erbakan, Erdogan dan David Oglu?

Dari beberapa sumber tulisan tentang Turki terkini, banyak hal yang rasanya kita bisa belajar dari mereka.

Erbakan, Erdogan, David Oglu adalah pemimpin-pemimpin muslim Turki yang brilian. Yang mampu mengubah orientasi rakyat Turki, dari arus sekularisme akut, menuju sistem yang lebih Islami.
Padahal, dalam kurun 20-30 tahun terakhir, jika dibandingkan dengan Indonesia, sikon ekonomi-politik dan sosial Turki tak jauh beda dengan kita: Dominasi militer, kuatnya pengaruh Barat, superiritas modal asing, ketergantungan Utang luar negeri, dan sebagainya.

Apa perbedaannya? Bedanya, pemimpin Turki di semua level, bermental Leader: Jujur, adil. Kepada rakyatnya dan kepada diri mereka sendiri. Bandingkan dengan sikon kita saat ini.

Pemimpin Turki mampu meyakinkan dan menggerakkan potensi kreatif, potensi ekonomi, kekuatan militer dan politik rakyat dan bangsa Turki dengan nafas Islam. Saat ini kekuatan militernya nomor 10 terkuat di dunia. Ekonominya? Kini masuk G20. Bahkan selangkah lagi mungkin akan segera diterima di Europe Union (UE). Meski tentu saja digoyang sana-sini. Tapi itu biasa.

Pertanyaannya:
Mengapa Turki, si mantan The Sick Man, mampu melahirkan pemimpin-pemimpin brilian semacam Erbakan, Erdogan, David Oglue? Konon itu diawali dari model liqo'-liqo' yang fokus pada Keteladanan & Kerja Nyata.

Jadi, tidak ada itu 'Mak Gedebug'! Semua by design dan teguh pada prinsip-prinsip dan tindakan riil.

Apa prinsip-prinsip yang membuat gerakan Islam sukses di Turki?

1. Pemimpinnya selalu terjun ke bawah, menyatu dan berbicara dengan bahasa rakyat dan tidak hanya berada di 'singgasana'nya.
2. Pemimpinnya bekerja nyata, tidak terjebak dengan jargon-jargon dan rumusan strategi melompong.
3. Pemimpin selalu menjaga sifat Keteladanan.
4. Pemimpin merumuskan "Impian Bersama" dan dikomunikasikan dengan baik ke bawah. Tidak sibuk dengan pikirannya sendiri.
5. Pelibatan pemimpin-pemimpin muda secara masif. Sebab, tanpa pelibatan kaum Muda, jargon-jargon dan rumusan sebagus apapun, hanya akan semaput, mangkrak, teronggok wagu di atas meja.

Bisakah Mental Pemenang ala Khalifah Rasyidah kita benamkan kembali ke dalam jiwa-jiwa kita para da'i di Indonesia?

Bisa! Mulailah (lagi) dengan kerja-kerja nyata dan kepedulian lebih, meski dimulai dari yang kecil-kecil. Sebab, Justru dari tindakan-tindakan kecil, tetapi tersinergi dan masif, akan melahirkan kekuatan besar. Tak mudah dipatahkan.

Kapan mulai?
Sekarang!
Dari mana mulainya? Dari Liqo'-liqo' rutin kita yang kini mulai miskin kerja & amal nyata dan mulai hambar.

(Sambil ngantri beli bubur... )

___
*sumber: dari notes fb Hasyim Abdullah Wijaya (Kamis, 17/12/2015)