"Ukhuwah Kita"


Ukhuwah Kita

Memang setiap muslim bersaudara. Tapi itu tidak menafikan perbedaan sudut pandang, friksi, fraksi, bahkan perang. Maka ada larangan-larangan yang terkait dengan sikap sosial, ada perintah ishlah, dan ada pedoman-pedoman menengahi pertikaian.

Abu Darda ra pernah dikritik oleh Salman ra. Abu Darda keranjingan qiyamul lail. Sepanjang malam. Mengabaikan hak dirinya dan istrinya. Terjadi perbedaan sudut pandang di antara mereka. Dan 'Benar kau, Salman..'. Pandangan Salman dibenarkan.

Keranjingan qiyamul lail saja tak luput dari kritik.

Bagaimana dengan keranjingan gadget, game, hobby, komunitas, medsos, gaya hidup, trend, mode, tehnologi, perempuan-perempuan, anak-anak, kendaraan, rumah tanah, bisnis, perjalanan, traveling, kuliner, jabatan, pangkat, mobilitas vertikal, dakwah kultural, dakwah siyasi, kekuasaan, dan lainnya?

Dan kita lebih banyak mendiamkan.

Mending kagak nyenggol..

Mending selamat-selamat, makan-makan, duduk-duduk, jalan-jalan, dukung-mendukung, haha-haha, dan hihi-hihi.

Tiga orang sahabat bertamu lalu bertanya hal ikhwal rasul, kemudian terbentuk tekad. Yang satu hendak qiyamul lail sepanjang malam, satu lagi mau puasa terus, dan satu lagi gak mau kawin. Belum kesampaian, belum terlaksana, sudah ada pencegahan dan klarifikasi. Tidak dibiarkan.

Itu tekad yang salah yang terkait hal-hal ukhrowi.

Lalu bagaimana kita yang kecenderungannya tak sehebat mereka? Lalu bagaimana?

Ukhuwah kita tak boleh cuma basa-basi. Saya tidak menafikan adab-adab kritik. Tapi ketidakmauan dan ketidakmampuan mengkritik bukanlah hal yang tidak perlu ditulis.

Jakarta, 18 Desember 2015

Eko Novianto