Merenungkan Pesan Presiden PKS Tentang Idealisme


Meski kau ter-tatih2 menegakkan idealisme, bahkan se-kali2 kau dikalahkan o/ godaan+tipu daya, jangan campakkan idealisme itu ‪#‎KembaraJiwa‬

Kaidah: jk tdk bs ambil semua jangan tinggalkan semuanya. Analogi: jk blm bs benar2 ideal, tetap gapai idealisme walau sebagian #KembaraJiwa

Jd pjbt sprt Umar bin Abdul Azis (UBA) tdk mdh. Tp jk bercerita ttg kisah UBA sj sdh tdk mau bgmn idealisme dpt dipertahankan? #KembaraJiwa

Tiga tweet dengan tagar Kembara Jiwa di atas saya kutip dari akun Presiden PKS, Dr. Mohamad Sohibul Iman (@msi_sohibuliman). Jiwa memang cenderung mengembara. Kembara pada banyak tempat. Kembara ke berbagai belahan keadaan. Kembara kepada berbagai kecamuk rasa.

Bicara jiwa adalah bicara tentang kesejatian manusia. Hakekat manusia baik atau tidak adalah pada keadaan jiwanya. Jiwa adalah qiyadah yang akan membawa jasad kemana saja yang dimau. Maka, saya rajin mengikutu #KembaraJiwa Mr. Presiden. Tiga kembara ini saya rasa perlu untuk saya bincangkan. Nuwun, Kang Iman!

Manusia yang berkakter adalah yang mempunyai idealisme. Sebab tanpa idealisme, manusia hanya akan selalu berada pada pusaran biasa mengarah pada ketiadaan harga.

Idealisme bisa timbul karena doktrin. Namun doktrin yang ada tanpa proses pembelajaran dan pengetahuan sebelumnya, hanya akan jadi idealisme yang rapuh. Mudah tercerabut, karena akarnya tidak pernah menghunjam bumi minda.

Idealisme sebenarnya adalah yang tercipta karena dibina melalui proses tarbiyah panjang. Begitulah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika menumbuhkan doktrin idealisme tersebut ke dalam relung hati semua sahabatnya.

Makanya, mereka yang tidak bisa mengikuti tahapan tarbiyah ini dengan sabar, bisa dipastikan bahwa idealisme seperti yang diinginkan tidak akan pernah menghampiri.

Nah ketika idealisme sudah digenggam, bukan berarti mulus untuk mewujudkannya. Terlalu banyak aral, terlalu banyak kerikil dan lebih lagi hantaman. Maka, ketika diri kita ringkih, jatuh bangun dan terseok meniti jalannya, jangan pernah semua itu menjadi pembenaran untuk kita lepaskan idealismen tersebut.

Satu di antara idealisme seorang mukmin yang sebenarnya adalah shalat lima waktu di masjid. Namun ketika hal tersebut belum juga terwujud karena berbagai alasan: sibuk, malas dsb, maka setidaknya masih ada satu atau dua waktu kita shalat berjamaah di masjid.

Pasti bahwa untuk mewujudkan suatu idealisme kita memerlukan seorang tokoh untuk nenjadi figur. Dalam konteks pelayanan masyarakat, mengelola suatu negara setelah Al Khulafaa` Ar Rasyidin adalah Umar bin Abdul Aziz. Jadi walau mereka yang mendapat amanah memerintah belum bisa seideal beliau, setidaknya tidak sama sekali melupakan beliau sebagai figur yang harua dicontoh.

(Abrar Rifai)