SAPI & TOL LAUT JOKOWI


Oleh Arda Chandra
(12/12/2015)

Bukan bersikap menolak pemerintahan Jokowi yang sudah sah dipilih mayoritas rakyat melalui pilpres, namun sejak menjabat gubernur Jakarta kelihatannya pemimpin kita ini memang susah dipegang omongannya, lain kata dengan perbuatan. Makanya setiap berita soal keberhasilan pekerjaan pemerintah harus didalami dengan informasi yang lengkap supaya tidak dikibuli. Sayangnya sebagian rakyat menelan begitu saja informasi tersebut dan menganggap 'Jokowi sudah bekerja'.

Contohnya soal tol laut yang digembar-gemborkan' sebagai 'maha karya' Jokowi. Saya menghabiskan waktu bekerja 17 tahun diperusahaan pelayaran swasta nasional, termasuk ditugaskan memimpin cabang di 'pelabuhan imbalance' seperti Banjarmasin, Pontianak dan Cilegon. Di kota-kota tersebut arus barang in (masuk) dan out (keluar) tidak berimbang, misalnya di Pontianak, barang kebutuhan sehari-hari masyarakat Kalbar disupply dari Jakarta, namun sangat sedikit produk asli wilayah yang dikirim balik, malah ekspor seperti karet dan kayu olahan dimuat lewat kapal kontainer melalui trnashipment di Singapore. Akhirnya bingung mengatur inventory kontainer karena menumpuknya kontainer kosong sedangkan kebutuhan untuk mengangkut barang dari Jakarta selalu terjadi. Pelayaran mau tidak mau melakukan repo empty ke Jakarta dan karena 'memuat angin' biayanya harus dibebankan dalam uang tambang angkutan dari Jakarta ke Pontianak. Belum lagi muncul biaya storage penumpukan karena dalam bisnis pelayaran berlaku aturan 'semua kegiatan adalah pengeluaran uang'.

'Maha karya' Jokowi membuka jalur kapal dari Jawa ke wilayah timur Indonesia dengan pola yang sama, mengangkut barang kebutuhan sehari-hari namun tidak ada muatan balik dari Papua ke Jawa. Rakyat lalu ditipu dengan peresmian 'prestasi gemilang' tersebut dengan memamerkan kapal dan kontainer yang dicat tulisan 'Tol Laut' besar-besar, lalu mereka yang tidak paham akan terpesona. Ternyata turunnya uang tambang kapal tol laut tersebut bukan karena efisiensi melainkan adanya subsidi milyaran bahkan trilyunan per tahun dari pemerintah kepada Pelni sebagai operatornya, suatu sistem yang sudah dipraktekkan sejak jaman pemerintah orde baru dengan proyek penerbangan atau pelayaran perintisnya.

Sekarang juga terjadi dengan angkutan sapi dari NTT ke Jakarta, Jokowi lalu mengatakan: "Ini manfaat dari tol laut." Maka rakyat harus dilengkapi juga dengan informasi lengkap supaya jangan dibodohi terus dengan pencitraan. Bagaimana bisa terjadi uang tambang kapal dari NTT ke Jakarta bisa jauh lebih murah kalau kapal tersebut kesana dengan kondisi kosong? Muatan apa yang dibawa dari Jakarta ke NTT? Ternyata ada berita kalau harga jual sapi ditekan, dan harus didalami juga apakah ada subsidi oleh pemerintah terhadap operator kapal tersebut. (Baca: Peternak NTT 'Menangis' Dipaksa Jual Sapi Murah)

Kalau yang dibangga-banggakan hanya soal: "Jokowi sudah bekerja..", maka perkataan Buya Hamka perlu kita simak: "Kalau bekerja hanya sekedar bekerja, monyet di hutan pun bekerja..". bahkan monyet tersebut tidak melakukan pencitraan untuk menggembar-gemborkan pekerjaan yang dia lakukan.***

___
*Sumber: Notes Fb Arda Chandra