Oleh Teuku Zulkhairi*
Ini hari kelima saya berada di Istanbul dari jadwal 8 hari saya berada di sini atas undangan dari TURDEB (Turkiye Dergiler Berligi), sebuah asosiasi editor jurnal di Turki yang bergerak di bidang penerbitan (majalah). Kami di undang untuk melihat perkembangan dunia penerbitan majalah di Turki dan dunia Islam lainnya. Selain kami dari Aceh, hadir juga dari Bosnia, Ukraina, Palestina, Bulgaria, Arab Saudi, Iran, dan Aljazair.
Selain keindahan kota dan bangunan bersejarah yang telah sering diceritakan oleh para penulis atau mahasiswa Aceh dan Indonesia di Turki, di Istanbul terdapat perkembangan lainnya yang paling menakjubkan.
Aura kebangkitan ‘Turki Usmani’ (Ottoman Empire) semakin jelas terlihat. Inilah yang ingin saya ceritakan kepada masyarakat Aceh melalui tulisan ini. Sebab, kebangkitan Turki Usmani adalah kebangkitan Islam. Dan sebagaimana janji Allah dan RasulNya, kebangkitan Islam adalah suatu keniscayaan. Tidak akan ada yang mampu mencegahnya.
Sebagaimana kita ketahui, Istanbul yang dahulunya bernama Konstantinopel adalah pusat kekhalifahan Islam Turki Usmani. Di sini terdapat banyak mesjid bersejarah dan juga kuburan para Sultan, seperti Sultan Muhammad Alfatih yang kita kenal sebagai Sultan yang berhasil menaklukkan benteng Konstantin yang sangat kuat. Pasukan Islam penakluk Konstantin disebut oleh Rasulullah Saw sebagai sebaik-baik pasukan di atas permukaan bumi. Setelah menaklukkan Konstantin, Sultan Muhammad Alfatih membebaskan penduduk Konstantin dari kezaliman penguasa Imperium Romawi yang Katolik.
Melihat kebaikan Sultan Muhammad Alfatih, kaum Kristen Ortodok berbondong-bondong masuk Islam dan kemudian mereka merasakan hidup yang damai dan sejahtera dalam naungan Islam dan dengan Sultan Muhammad Alfatih sebagai rajanya. Itu sebab beliau dijuluki sebagai “Alfatih”, pembuka atau pembebas. Bukan hanya karena menaklukkan benteng Konstantin dan pasukan imperium Romawi yang tangguh, tapi juga membebaskan penduduknya dari kezaliman. Setelah Konstantin dibebaskan, Turki terus berjaya memimpin umat Islam hingga masa Turki Usmani sampai kemudian berakhir di tangan Mustafa Kamal Ataturk.
Bertahun-tahun sebelum akhirnya Allah Swt memberi saya kesempatan mengunjungi Turki, saya selalu memikirkan negeri ini dengan para pemimpinnya. Dalam alam bawah sadar, saya selalu berharap Turki akan kembali memimpin dunia Islam untuk meraih kembali kejayaannya. Kita telah sekian lama menjadi umat yang tercerai berai dan terhina dimana-mana. Kita umat Islam bagaikan anak tanpa ayah. Menyedihkan.
Usaha untuk menuju kebangkitan Islam sebenarnya telah sering dilakukan di Turki. Sejak era Perdana Menteri Menderes, era Perdana Menteri Najmuddin Erbakan, bahkan hingga saat ini, era Presiden Receb Tayeb Erdogan dan Perdana Menteri Ahmed Davugtolu.
Ketika masih sekolah SMP, saya pernah membaca buku yang menceritakan perkembangan Turki, khususnya apa yang dialami oleh Partai Refah (Refah Partisi) yang dipimpin Najmuddin Erbakan, seorang Professor teknik yang hafal Alquran. Dan apa yang saya baca itu, tidak bisa saya lupakan sampai saat ini. Itu sebab, pada perkembangan kemudian, saya memahami bahwa tidak mudah menuju kebangkitan Islam, kecuali dengan perjuangan yang berat dan persiapan yang matang. Maka ketika melihat gelihat kebangkitan Islam di Turki saat ini, tentulah sangat membahagiakan nurani kita.
Partai Refah suatu masa memenangkan Pemilu di Turki setelah selama puluhan tahun kekuatan sekuler dengan dukungan militer mencengkeram negeri itu dan merubah segala sesuatu yang berbau Islam menjadi sekuler (jauh dari Islam). Padahal, penduduk Turki adalah mayoritas Islam. Apa yang kemudian terjadi adalah, Perdana Menteri Najmuddin Erbakan dikudeta oleh kekuatan sekuler atas dukungan militer dan kemudian ia dilarang aktif di dunia politik Turki. Partai Refah pun dibubarkan. Padahal, Erbakan sedang berjuang membangun Turki yang sedang miskin, mengembalikan kehidupan Islam di satu dan menyatukan dunia Islam di sisi lainnya.
Saat kami berdiskusi dengan Eyub, seorang mahasiswa di Istanbul Universitesi, ia mengatakan bahwa Najmuddin Erbakan telah meletakkan fondasi dasar bangkitnya Turki bersama Islam. Saat Erbakan meninggal tahun 2011 lalu, jutaan masyarakat Turki mensholatinya dan mengiringi jenazahnya. Mas’ud, seorang guru di pinggiran Istanbul memberi tahu saya, seorang Imam memimpin shalat jenazah Erbakan di Mesjid Sultan Muhammad Alfatih.
Simbol Turki Usmani di Istanbul
Kita kembali ke simbol Turki Usmani yang saya ceritakan dijudul di atas. Jika kita memperhatikan secara cermat, Simbol Turki Usmani ternyata tersebar dimana-mana. Sejak pertama kali kami menaiki Taxi, kami telah menemukan simbol tersebut di dalam Taxi. Ketika kami mengunjungi sebuah sekolah paling tua di Istanbul, disana kami juga menemukan simbol tersebut di ruang perpustkaan.
Bahkan, saat ke sebuah Cafee, ternyata kami juga menemukan bendera Turki Usmani yang terbentang memenuhi Cafee tersebut. Saat membuka halaman-halaman sebuah majalah berbahasa Turki, lagi-lagi kami menemukan simbol Turki Usmani. Saat kami mencari makan siang si sudut kota Istanbul, lagi-lagi kami menemukan simbol agung tersebut terpampang dalam warung. Simbol Turki Usmani ini juga terdapat di makam Sultan Muhammad Alfatih.
Atas izin Allah Swt, selama beberapa hari di Turki kami telah berjumpa dengan orang-orang Turki dari berbagai latar belakang. Mulai dari jurnalis, guru, mahasiswa, redaktur media, pengacara, siswa, masyarakat biasa, penulis lepas, seorang jurnalis yang pernah berada di kapal Mavi Marmara saat di serang Israel hingga Bilal Erdogan, putra dari Presiden Turki, Receb Tayeb Erdogan.
Kepada mereka saya selau menanyakan dan mendiskusikan tentang Turki Usmani masa lalu dan Turki baru hari ini yang sedang digdaya dalam berbagai bidang. Dan tentu saja, kami tidak lupa menceritakan tentang Aceh masa lalu yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Turki Usmani. Beruntung bagi saya, karena banyak juga orang Turki yang berbicara dalam bahasa Arab sehingga memudahkan saya memahami semua cerita mereka. Idris Shabanov, seorang kawan dari Ukraina yang bisa berbicara Turki dan bahasa Arab dengan fasih pun senantiasa membantu kami menerjemahkan bahasa Turki ke dalam bahasa Arab.
Dan ternyata, hampir semua orang Turki yang kami jumpai merindukan Turki Usmani. Kesadaran mereka semakin tidak terbendung, bahwa mereka adalah bangsa yang besar dengan sejarah yang besar pula. Mereka memiliki segala landasan historis untuk menuju kebangkitan. Ketika berbicara dengan Salim, seorang jurnalis di sebuah majalah, ia bercerita banyak prospek Turki dalam menyatukan dunia Islam. Mereka merindukan dunia Islam yang bersatu dan saling membantu. Dan mereka sangat mencintai Erdogan, pemimpin mereka.
Bahkan, Erdogan juga dicintai oleh umat Islam di Ukraina, di Bulgaria, di Palestina, Bosnia dan sebagainya, setidaknya menurut penuturan mereka kepada kami. Tahun lalu, saat menyambut para tamu dari berbagai negara, kita bisa melihat parade militer Turki yang memakai berbagai baju tentara era Turki Usmani.
Turki, walaupun saat ini masih menggunakan sistem sekuler sebagai dasar negara namun perlahan-lahan telah kembali dalam kehidupan Islam. Mesjid-mesjid selalu full dengan jama’ah shalat. Kaum perempuan semakin leluasa menggunakan hijab. Syi’ar Islam semakin berkembang. Media-media Islam tumbuh bak cendawa di musim hujan.
Mas’ud, seorang warga Turki yang kami jumpai saat menziarahi makam Sultan Muhammad Alfatih mengatakan, “perhalan-lahan sistem sekuler akan kami tinggalkan. Kami umat Islam di Turki sangat kuat, ” ujarnya. Dan apa yang dikatakan Mas’ud ini juga pernah disampaikan Erdogan dalam suatu pidatonya yang bisa kita saksikan di Youtube, “Sistem sekuler telah gagal membangun Turki, dan kami akan segera menggantikannya,“ ujar Erdogan.
Dan apa yang diucap oleh Erdogan benar-benar bisa dibuktikan. Erdogan telah menjadikan Turki sebagai salah satu negara yang sangat kuat, bahkan militer Turki adalah yang terkuat di NATO. Itu sebab, Erdogan suatu ketika tidak segan-segan menyerang Shimon Peres (Perdana Menteri Israel) dalam suatu pertemuan forum ekonomi internasional. Erdogan juga membiarkan masyarakatnya berjuang memutus blokade Israel terhadap Gaza dalam peristiwa Mavi Marmara. Saat itu, 10 warga Turki syahid. Itu sebab, hingga saat ini Turki masih menghukum Israel. Maka tidak heran, Amerika Serikat pun merengek-rengek meminta Erdogan memperbaiki kembali hubungan Turki dengan Israel.
Namun, Erdogan adalah pemimpin yang tangguh dan istiqamah. Erdogan secara kuat mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan secara konsisten menuntut dibukanya blokade Israel atas Gaza yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Saat ini ekonomi Turki tumbuh dratis. Pendidikan Turki semakin unggul sehingga begitu banyak mahasiswa dari berbagai negara di dunia datang ke Turki setiap tahunnya untuk belajar. Mereka merasakan kedamaian tinggal di Turki. Mereka mendapatkan banyak beasiswa dan fasilitas dari pemerintah Turki.
Ketika kami ke tempat penukaran uang di tepi Selat Bashporus, dua juta uang saya ditukar dengan 280 Lira uang Turki. Itu artinya, 1 Lira Turki adalah setara dengan Rp 7000 uang kita. Sementara itu, kita harus membayar 1 Lira setiap kali ke toilet umum di Istanbul. Betapa lemahnya ekonomi Indonesia.
Turki saat ini sedang menatap Pemilu Legislatif yang akan berlangsung bulan depan (Juni 2015). Dari sekian banyak orang Turki yang kami tanyakan, mereka menyebut Partai AKP (Adalet Kalkimina Partisi) pimpinan Ahmed Davugtolu (PM Turki, dulu dipimpin Erdogan -ed) diprediksi akan kembali memenangkan Pemilu Legislatif di negara tersebut. Di bawah AKP, sebuah partai Islamis, Turki telah maju di segala bidang. Mereka telah menjadi harapan bagi dunia Islam di tengah berbagai kemunduran negara-negara Islam. Semoga saja, mimpi kita melihat Turki Usmani baru betul-betul menjadi kenyataan. Amiin
Tulisan ini sebagiannya telah dimuat di Harian Serambi Indonesia. Link: http://ift.tt/1cVO8JS
*Sumber: http://ift.tt/1KyqIIV