Menangkal Radikalisme dengan Islam Nusantara = Kebodohan!!


Menangkal Radikalisme dengan Islam Nusantara = Kebodohan!!

Oleh Ali Hasan Bawazer

Dalam cuplikan wawancara (Jawa Pos Senin, 27/07/15), Said Aqil Siradj menyatakan bahwa Islam Nusantara hadir sebagai jawaban atas paham radikal, yang menurutnya, adalah pemahaman Islam yang menganggap ajaran mereka paling benar dan di luar paham mereka adalah salah!

Jika ini yang dimaksud dengan "radikal", saya yakin 'beliau' juga masuk dalam definisi ini.

Juga, dengan menyajikan Islam Nusantara yang "tidak mengajarkan utk membenci, membakar atau bahkan membunuh", ini menunjukkan inkonsistensi NU, jika beliau berbicara atas nama organisasi tersebut.

Sebab, jika kita bertanya kepada 'beliau', apa sikap dan sumbangsih NU dalam melawan penjajah dan kemerdekaan negara kita? Semua orang haqqul yaqin akan mendengar jawaban, "Banyak!!" Nah, apakah ketika itu masyarakat NU hanya 'omdo'?! Tidak membenci, membakar bahkan membunuh?! Kita yakin bahwa jawabannya adalah, "mustahil!!"

Artinya, menyakini Islam denga tidak secara utuh bukanlah jawaban. Menyajikan "kesantunan"nya belaka tanpa tau bahwa Islam juga bisa tegas "pada waktunya", atau menampilkan "keras", "tegas", "bunuh", dan menjadikannya sebagai "wajah" Islam, itu juga adalah merubah wajah Islam itu sendiri, yang lebih mengedepankan "damai", "sabar" dan "memaafkan". Sebagaimana diajarkan dalam nas-nas Alquran dan dicontohkan oleh Nabi kita, Muhammad -shallallahu alaihi wasallam- dalam perjalanan dakwah beliau.

Dengan akhlakul karimahnya yang tanpa tanding, Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak pernah melakukan 'asimilasi' budaya (silahkan simak definisinya di wikipedia! intinya: pencampuran). Beliau, di saat masih lemah dan sedikit, tetap tegar dan tegas di atas Alhaq dengan "Qul yaa ayyuhal kaafiruun"nya.

Islam Nusantara bukanlah jawaban. Jawabannya adalah Islam yang apa adanya, sebagaimana yang datang dari Allah, yang diajarkan oleh Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dan disebar luaskan oleh para Sahabat beliau -radhiyallahu 'anhum-, yang dengannya, masyarakat Madinah menikmati keberkahan Islam tanpa pertumpahan darah, sebagaimana bangsa kita, dan banyak lagi bangsa-bangsa di dunia.

Alangkah indah pernyataan Ibnul Qoyim al Jawziyah rahimahullah:

"Andaikata para dai menempuh cara dakwah sebagaimana Allah dan RasulNya mengajak manusia kepadanya, maka alam semesta ini akan menjadi baik dan tidak akan ada kerusakan yang mengiringinya!!" (Fawaidul fawaid hal. 58)

Wallahul muwaffiq...

*dari fb ustadz Ali Hasan Bawazer (28/7/2015)