"Surga yang Tak Dirindukan" (Renungan untuk Solusi Berjamaah)


Oleh IMAN HADI WALUYO
Ketua DPD PKS Kota Gorontalo

1. Filmnya bagus, alurnya menarik dan pemainnya mantap, apalagi penulis novelnnya, HEBAT.

2. Film ini boleh dibilang sukses berat karena mewakili mayoritas hati kaum perempuan Indonesia. Bahkan isteri saya sudah 3 kali antri beli tiket tapi gak dapat. Full terus.

3. Endingnya menurut saya yang kurang menarik. Semoga ini bukan gambaran penolakan secara halus seorang Asma Nadia terhadap Ta’addud (sengaja pake kata Ta’addud agar orang ammah agak samar memahaminya).

4. Mari kita renungkan, kondisi Meirose dalam film tersebut menurut saya hampir mirip dengan kondisi akhwat kita yang belum menikah di jamaah ini. Mereka dibatasi oleh umur. Semakin lanjut usia mereka semakin kehilangan waktu produktif mereka untuk melahirkan. Menurut medis umur 36 tahun keatas, rentan bagi seorang wanita untuk mempunyai keturunan.

5. Sebagaimana tulisan di Piyungan Online sebelumnya tentang seorang wanita yang akhirnya siap dimadu, saya kira begitu juga gambaran hati kebanyakan akhwat yang belum menikah saat ini. (Baca: Inilah Yang Mengubahku Dari Anti-Poligami Jadi Pro-Poligami)

6. Saya yakin dan percaya, saat ini mereka merintih dalam kesedihan dan pengharapan di setiap doa-doa mereka tentang hadirnya seorang teman sejati sekaligus Imam yang sholeh bagi mereka dikemudian hari.

7. Kan tidak mungkin mereka harus melakoni peran seorang Meirose dalam film tersebut, mau bunuh diri untuk mendapatkan perhatian seorang ikhwah agar supaya mereka diselamatkan, sambil ikhwah tersebut bilang "Aku bersumpah akan menikahimu dan menjagamu".

8. Atau tidak mungkin mereka akan datang kepada saudari mereka yang sudah menikah sambil bilang “Bagi dong mbak”. Itu semua tidak mungkin karena mereka punya hati dan perasaan, yang hanya bisa mereka sandarkan kepada Sang Pemilik Hati.

9. Atau kita lebih memilih mengikhlaskan mereka untuk menikah dengan lelaki yang tidak sefikroh.

10. Atau mungkin nanti ada kejadian, setelah kedapatan suaminya menikah dengan wanita lain secara diam-diam, baru kemudian isterinya mengikhlaskan suaminya tersebut untuk ta’addud asalkan syaratnya harus dengan seorang akhwat. Ini namanya juga MBA (Marriage Because Accident).

11. Padahal para akhwat ini sudah lama ditarbiyah, bagaikan sebuah bunga, kita telah semai benihnya, kita tanami, kita siram dan rawat setiap hari, kita pupuk dan kita jaga, namun ketika bunganya mekar, semerbak harum baunya, indah dipandang mata, eh.. ternyata kita serahkan kepada orang lain yang nyata-nyata tidak punya fikroh tentang cara merawat bunga.

12. Terus dimana aplikasi materi tentang Tafahum dan Ta’awwun yang selama ini kita ajarkan kepada mad’u kita, jangan-jangan ini hanya menjadi pemanis bibir.

13. Menurut saya, harusnya ini menjadi agenda besar kita secara bersama (berjamaah), bukan untuk menyelamatkan mereka tapi untuk menyelamatkan dakwah. Tidak sedikit pejabat kita baik mereka sebagai legislator ataupun eksekutor yang terjebak pada fitnah bernama wanita. Padahal mereka orang-orang potensial. Musyarokah Siyasyah mereka tidak dimiliki oleh ikhwah lain. Kalau mau belajar lagi, butuh waktu panjang dan lama. Sementara kita butuh mereka.

14. Ini harus diatur dan direncanakan secara berjamaah. Sudah saatnya ikhwah potensial sekelas ust. Taufik Ridho, Bang Fahri Hamzah, ust. Cahyadi Takariawan, Saudaraku Salim A. Fillah dll, untuk didorong agar segera melaksanakan syariah yang mulia ini. Karena dari segi financial, fisik dan tarbiyah, mereka sudah sangat matang.

15. Tapi semua harus dibawah kendali jamaah. Tidak semua ikhwah yang siap ta’addud dipersilahkan, pun tidak semua akhwat yang sudah layak diperbolehkan. SOP-nya harus jelas dan dirancang secara jamaah. Mungkin diantaranya harus melihat umur fisik, umur tarbiyah dan kwalitas tarbiyahnya.

16. Kalau ini bisa direalisasikan maka mereka pun bisa merasakan indahnya berjamaah. Saling berbagi dan bekerja sama dalam kesabaran dan keikhlasan. Arini sabar dan ikhlas, Meirose pun bersyukur dalam taat.

17. Saat menulis ini pun, saya pribadi sedang berdiskusi panjang dengan isteri tercinta yang sholehah. Semoga finishing-nya berakhir baik. Doakan ya… soalnya isteriku orang batak dan kerja di Rumah Sakit. Teman-teman sering guyon “hati-hati kena tinju batak atau disuntik formalin”. MasyaAllah… Tapi kebenaran harus disampaikan, apapun resikonya. Kebetulan juga dianya lagi istirahat. Sengaja saat menulis ini ngambil waktu dini hari, supaya tidak ada gangguan. Anak-anak juga lagi tidur tuh. Ssstt… jangan berisik.

18. Kemarin tema ini saya angkat di grup WA khusus KI, banyak ummahat yang marah. Sampai-sampai isteriku dikirimi pesan singkat dari seorang ummahat “tolong cubit pak hadi”. Intinya ada pemahaman saya yang dia belum setuju. Jadi kalau ada ummahat yang ingin mengirim pesan yang sama, ini nomor isteri saya: 081340209660. Cubitan isteri saya insya Allah mewakili cubitan ummahat yang marah secara Nasional. Saya ikhlas menerimanya, yang penting setelah itu, ummahat pun mengikhlaskan suaminya :)

19. Ini memang pilihan sulit. Apalagi jika pertimbangannya konstituen dan ceruk pasar. Tapi ini HARUS segera direalisasikan. Kenapa HARUS, karena umur dan waktu tak akan pernah bertoleransi untuk mau diundur dan dikurangi. Umur dan waktu akan terus bergulir tanpa memedulikan apa dan bagaimana kondisi kita. Saya kira tidak mungkin Allah menurunkan Syari’ah-Nya kalau tidak ada manfaat dan keberkahan didalamnya. 

Wallahu A’lam…

*kiriman email dari penulis