Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) meminta persoalan pembakaran masjid di Tolikara tidak berhenti sampai rehabilitasi dan perdamaian semata. Pemerintah harus mencari otak dari kerusuhan yang terjadi pada Hari Raya Idul Fitri tersebut agar kasus ini benar-benar tuntas.
“Pelaku yang ditangkap hanya yang beraksi di lapangan, tapi belum ke otaknya, aktor intelektualnya,” ujar Staf Ahli FUUI Atip Latipulhayat saat berkunjung ke kantor Harian Republika Perwakilan Jawa Barat, Selasa (28/7).
Menurutnya, yang terjadi di Tolikara merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga harus ada sanksi hukum bagi pelanggar. Yang dimaksud dengan pelanggaran tersebut adalah surat edaran yang disebut-sebut melarang umat Islam di Tolikara untuk melaksanakan shalat Idul Fitri.
FUUI menilai, pemerintah seperti ingin mempeti eskan kasus Tolikara melalui rehabilitasi. Jika hanya membangun masjid, pemerintah tidak perlu repot-repot turun langsung. FUUI juga akan mengawal Tim Advokasi Muslim (TAM) yang melakukan pelaporan terhadap pelanggar HAM di Tolikara.
Tim menilai, peristiwa ini tidak bisa hanya diselesaikan tingkat kepolisian daerah, tetapi juga menjadi tanggung jawab Polri. Apalagi, kata Rizal, bukti berupa surat itu sudah jelas mengarah kepada siapa.
”Mudah-mudahan, tidak hanya tersangka pelaku di lapangan, tapi juga aktor intelekualnya. Kami sudah laporkan, dan itu menjadi pertaruhan TAM untuk membuktikan siap yang salah,” katanya.
Ketua FUUI Ustaz Athian Ali mengatakan, Islam merupakan adalah mayoritas di Indonesia, namun diperlakukan sebagai minoritas. "Saat ada fitnah yang menikam kita, kira kesulitan untuk meluruskannya," katanya. (ROL)