Reaksi 'Marah' Umat Islam atas Tragedi Masjid Tolikara | Oleh Kyai Achyat Ahmad


Reaksi Umat Islam atas Tragedi Masjid Tolikara 

Oleh Kyai Achyat Ahmad
(Pengasuh dan pengajar Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jatim)

Telah sampai kepada Rasulullah SAW bahwa Sa'ad bin Ubadah berkata: "Jika kudapati istriku bersama seorang lelaki, maka akan kupenggal lehernya!"

Maka Rasulullah SAW pun bersabda: "Apakah kalian heran dengan kecemburuan (ghirah) Sa'ad? Sungguh aku lebih pencemburu daripada Sa'ad, dan Allah lebih pencemburu daripada aku, dan karenanya Allah mengharamkan hal-hal yang keji..."

Dalam konteks itulah saya melihat reaksi sebagian besar umat Islam yang marah terhadap pembakaran Masjid di Tolikara pada saat salat Idul Fitri dilaksanakan beberapa waktu yang lalu itu.

Sikap marah yang ditunjukkan oleh umat Islam dengan levelnya yang beragam, yang barangkali level terrendahnya adalah dengan marah-marah di sosial media, adalah hal wajar dan bahkan seharusnya.

Karena itu kita patut bertanya kepada sebagian kecil umat Islam yang justru bersikap 'kritis' (atau lebih pasnya nyinyir) menanggapi pembakaran masjid itu. Kita patut bertanya dimanakah ghirah Islamiyah mereka? Bukankah ghirah itu bagian dari iman, dan orang yang tak punya ghirah berarti imannya tidak sempurna, sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadis?

Tentu, ghirah Islam tak harus dihadapkan pada pandangan objektif dan sikap adil seseorang. Karena setiap kita pasti mendorong aparat penegak hukum untuk mengadili setiap orang yang terlibat dalam tindakan anarkhis itu, termasuk mereka yang menyulut konflik, bahkan jika seandainya itu adalah seorang Muslim sekalipun.

Namun masalahnya barisan orang-orang 'kritis' ini tampaknya memang tak pernah berada di pihak umat Islam. Dalam konflik Israel vs Palestina, misalnya, tentu sudah jelas siapa penjajah dan siapa terjajah; siapa penindas siapa tertindas. Namun faktanya masih sempat-sempatnya mereka bersikap 'kritis' (nyinyir -red) dan mengecam tindakan Hamas.

Dalam berbagai ketegangan sekte-sekte dan keagamaan yang terjadi di Indonesia tentu bukanlah pengecualian bagi mereka. Umat Islam vs Kristen, mereka di pihak Kristen. Islam vs Ahmadiah, mereka di pihak Ahmadiah. Umat Islam vs pendukung LGBT, mereka di pihak LGBT. Umat Islam vs pornografi, mereka di pihak pornografi, dan begitu seterusnya; mereka selalu berada di pihak yang berseberangan dengan mayoritas umat Islam.

Saya jadi bertanya, adakah memang begitu sikap dan pemikiran orang-orang yang mengaku "tercerahkan" itu?

Tapi ngomong-ngomong soal "tercerahkan", saya jadi teringat salah satu twitt Pak Zuhairi yang menulis begini: "Sewaktu kuliah di Mesir, saya bertemu dengan seorang pastur. Dia bertanya pada saya: 'Zuhairi, apakah Tuhan itu beragama?' Saya diam. Dan sejak saat itu saya tercerahkan."

Twitt Pak Zuhairi itu lalu ditanggapi oleh seseorang via akun twitternya begini: "Zuhairi, apakah iblis itu beragama? Jika Anda diam berarti Anda sudah tercerahkan."

Sumber: fb