Mahasiswi Muslimah AS Gunakan Jilbab Sebagai Sarana Dakwah Mengenalkan Islam


[Artikel dari college.usatoday.com edisi 20 Oktober 2015]
The hijab lesson: Muslim student uses her headscarf to teach about Islam

Lamia Arafa, mahasiswi berusia 20 tahun dari Florida State University (Universitas Negara bagian Florida), mengenakan hijab -sebuah kain yang menutupi kepala dan leher, tapi tidak menutupi wajah- dia bercerita, orang-orang menatap dengan tajam atas penampilannya.

Tapi alih-alih merasa tersinggung atau tidak nyaman, Arafa mengatakan bahwa hijabnya adalah “hadiah” yang menolongnya untuk mendidik orang lain tentang Islam dan budaya Islam.

“Ini seperti berjalan dengan billboard yang bertuliskan ‘saya seorang muslim’” sebut Arafa. “Ini adalah sejenis pembuka percakapan yang tepat.”

Arafa, yang mempelajari biologi, baru memakai jilbab selama satu setengah tahun (banyak yang mulai memakainya saat pubertas). Dia berasal dari keluarga yang setengah katolik dan setengah muslim yang, sebutnya, tidak pernah mewajibkan atau memintanya memakai hijab tersebut.

Tetapi “hubungannya dengan tuhan menguat”, saat ia mempelajari lebih lanjut tentang Islam, sebutnya, dan ia merasa itu memiliki makna baginya. Jadi Arafa mulai mengenakan jilbab setiap keluar rumah dan berpakaian lebih sopan, yang juga merupakan ajaran agamanya.

“(Hanya menyesuaikan untuk memakai) pakaian yang lebih panjang memang mudah, tetapi benar-benar memakai jilbab lah yang lebih sulit,” ujar Arafa. “Saya mengerti bahwa sekarang (setelah memakai jilbab) saya memiliki tanggung jawab (lebih). Bila saya memotong antrian seseorang (contoh perbuatan yang tidak patur), itu bukan hanya saya yang dilihat, tapi sekarang itu seperti Islam yang memotong antrian mereka. Mulai sekarang, setiap orang yang saya temui bila melihat saya mereka juga melihat Islam.”

Jadi setelah memakai jilbab, Lamia merasa memiliki tanggungjawab lebih sebagai 'duta besar' Islam. Tapi ia senang dengan kedutabesaran-nya itu.

Sekarang, sebutnya, “bila saya melihat seseorang menatap saya di toko atau dimanapun, saya akan dengan santai mendekati mereka dan bertanya, ‘maaf pak/bu, apakah ada pertanyaan yang ingin anda ajukan mengenai Islam atau hijab yang dapat saya jelaskan pada anda? adakah sesuatu di pemberitaan yang ingin kau bicarakan?’ dan biasanya, orang-orang memiliki banyak pertanyaan.”

Tetapi bila dalam suatu percakapan dimulai dengan hal berbeda (bukan soal agama), Arafa senang untuk mengajukan satu pertanyaan yang dalam opininya, memiliki poin terbaik mengenai Islam atau terkait salah paham negatif tentang agamanya -yang terkadang disebut oleh media.

Pertanyaannya, kata Arafa, "Do you know what the word ‘Islam’ means?" "Apakah anda tahu arti kata 'Islam'?" It means ‘peace.’ Islam berarti 'damai'. Banyak orang belum mengetahuinya. "Saat anda mengatakan ‘terorisme islam’ anda pada dasarnya menyebut ‘terorisme damai’-itu terdengar tidak masuk akal baik dalam bahasa arab maupun dalam bahasa inggris,” ujar Arafa.

Dia menyebut “jihad” -kata-kata favorit media- juga salah dimengerti. Itu “pada dasarnya berarti ‘berjuang’ dalam nama Tuhan, demi menjadi pribadi yang lebih baik. Sebagai contoh, saat gadis remaja menolak keinginan untuk bergosip tentang seorang temen, itu juga merupakan jihad.”

Teman-teman sekelasnya sering menanyakan tentang hijabnya juga. Dia berkata “terkadang itu benar-benar pertanyaan umum seperti, ’apakah kepala tidak menjadi panas?’ tetapi di lain waktu mereka benar-benar ingin tahu mengapa (saya mengenakan hijab). Saya berbicara pada siapa saja untuk berapa lamapun yang mereka mau untuk apapun yang mereka tanya.”

Arafa berkata dia juga menikmati menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih serius dari teman-temannya, seperti apakah hijab merupakan sebuah simbol penindasan dan apakah perempuan dipaksa untuk mengenakannya. Dia berkata dia senang untuk menjelaskan pada mereka bahwa seperti perempuan lain, memakai hijab adalah pilihannya dan bukan pilihan orang lain.

“Ada pemikiran umum bahwa muslimah ditindas dan dipaksa untuk mengenakan sebuah penjara bernama hijab,” sebut Arafa. “tetapi dalam pandangan/pemikiran sekuler, itu sangat membebaskan saya dari penindasan kebudayaan terhadap perempuan.”

“Sebagai perempuan muda Amerika, saya merasa tertindas oleh budaya saya untuk memandang berbagai hal dengan cara tertentu. Tetapi memakai hijab seperti mengirim pesan pada yang lain (bahwa), ‘No, you are not to value me on the circumference of my thigh — you’re to value me on the human that I am.’”

"Tidak, kau tak akan menilai saya melalui seberapa terbukanya tubuh saya, kau akan menilai saya sebagai manusia seutuhnya".[]

Sumber: http://ift.tt/1hQ7pP9

(Di artikel asli juga ada video wawancara dengan Lamia Arafa. Mohon maaf kalau ada terjemahan yang kuras pas)