Sepinya Pemilu & Tanda-tanda People Power di Mesir


Oleh Chandra HafizunAlim

Disitus middleeastmonitor.com menyebutkan tingkat partisipasi rakyat Mesir dalam mengikuti pemilu parlemen baru-baru ini hanya sebesar 2,27% dari 27 juta pemilih atau hanya sekitar 612 ribuan yang ikut mencoblos.

Keadaan ini sangat jauh berbeda ketika pemilu parlemen untuk pertama kalinya pasca tumbangnya Mubarak (Pemilu 2011-2012). Di mana Ikhwanul Muslimin memenangkan pemilu parlemen pada saat itu; masyarakat berbondong-bondong memilih wakil rakyatnya. (Partai Ikhwan FJP FJP meraih 47,18% suara)

Para peneliti politik di seluruh dunia sudah mafhum, kondisi rendahnya partisipasi publik dalam pemilu adalah bukti paling kuat rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah atau partai yang ada.

Kondisi di Mesir saat ini sangat mengherankan sekali. Betapa pemerintahan kudeta As Sisi yang selama ini mengaku-ngaku mendapatkan dukungan rakyat, nyatanya tidak mempunyai dukungan atau legitimasi dari rakyatnya sendiri.

Dari sini terlihat bahwa rakyat Mesir sedang menghukum As Sisi. Dan kudeta yang dilakukan As Sisi terhadap Mursi semakin menunjukkan bahwa kudeta tersebut hanyalah dusta dan manipulasi.

Kondisi Mesir saat ini ibarat bom waktu yang siap meledak. Ledakan tersebut tercipta bergantung pada kerjasama semua elemen masyarakat, tidak terkecuali militer di dalamnya. Bercermin dari kesuksesan gerakan People Power yang berlangsung secara damai di Filipina, di mana semua elemen masyarakat ikut terlibat di dalamnya. Bahkan pembelotan militer pun terjadi. Kelompok pro-Mursi tidak bisa mengabaikan satu elemen People Power, dalam hal ini militer, walaupun militerlah yang menyiksa mereka secara kejam. Saya percaya tidak semua militer di Mesir seperti As Sisi cs.

Dalam sejarah, setidaknya ada tiga kelompok militer ketika di dalam negaranya dipimpin oleh orang zalim: Pertama, menjadi pendukung bagi pemimpin zalim tersebut. Mereka datang menyiksa lawan-lawan politik pemimpin zalim tersebut. Biasanya mereka adalah perwira-perwira papan atas yang haus harta, tahta, dan wanita.

Kedua, kelompok militer yang diam menyaksikan kezaliman tersebut. Mereka diam karena tidak ingin terlibat dalam kezaliman itu namun disisi lain mereka tidak punya kemampuan untuk menghentikan kezaliman itu. Mereka berharap akan ada pemimpin lainnya yang berani menggerakkan rakyat untuk melawan pemimpin zalim itu. Ketika kemenangan rakyat di depan mata, mereka tampil sebagai penguat atau melegitimasi kemenangan tersebut.

Ketiga, mereka yang menentang pemimpin zalim tersebut secara terang-terangan. Kebanyakan mereka bukan dari perwira papan atas. Pengaruh mereka tidak begitu besar dikalangan militer tapi dapat dijadikan penggerak revolusi dan melakukan pendekatan kepada kalangan militer lainnya.

Dari ketiga kelompok militer di atas, setidaknya dua kelompok militer dapat diajak kerjasama. Hanya saja perlakuannya berbeda. Untuk kelompok militer ketiga sudah jelas. Sedangkan untuk kelompok militer kedua, karena mereka diam, mereka juga harus diajak secara diam-diam. Maka permainan intelejen harus dijalankan agar dapat menggerakan mereka.

Saya merasa yakin bahwa revolusi di Mesir akan terjadi, melihat dari situasi dan kondisi yang terjadi di Mesir saat ini. Dapat dilihat dari tanda-tandanya, selain rendahnya partisipasi rakyat dalam pemilu sebagai faktor politik, juga karena faktor perekonomian Mesir yang semakin terpuruk. Almesryoon.com melaporkan, krisis ekonomi di Mesir telah memburuk menempatkan masa depannya beresiko dan menjurus kepada kebangkrutan.[]