LBH Kecam Kebrutalan Polisi Menghadapi Aksi Buruh


Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) mengecam kekerasan brutal yang dilakukan oleh polisi terhadap dua orang pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta, yakni Tigor Gempita Hutapea S.H. dan Obed Sakti Luitnan, S.H., ketika mengawal aksi buruh di depan Istana Merdeka, Jumat (30/10). Mereka dipukul dan diseret hingga keduanya mengalami luka dan memar.

Kekerasan ini bermula ketika polisi hendak membubarkan aksi massa buruh yang menolak pengesahan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan di depan Istana Merdeka pada pukul 20.00 WIB. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh polisi kepada aksi massa buruh ialah polisi langsung memukul buruh yang menolak untuk bubar.

Tigor dan Obed, kedua pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta, yang pada saat itu sedang bertugas untuk mendampingi aksi massa buruh juga ikut dipukul oleh polisi ketika sedang menggunakan telepon genggamnya untuk mendokumentasikan peristiwa aksi. Selain dipukul, keduanya juga diseret oleh polisi ke dalam mobil dan polisi tetap melanjutkan pemukulan di dalam mobil. Meskipun telah dijelaskan peran keduanya sebagai pendamping, polisi tetap melakukan kekerasan tersebut. Saat ini, keduanya sedang berada di Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan dalam keadaan memar dan luka-luka pada kepala, wajah, dan perut.

Bersama kedua pengacara/asisten pengacara LBH Jakarta, terdapat pula 23 buruh yang ditangkap dan juga menjadi korban kekerasan kepolisian, mereka ditangkap dengan brutal, diseret, dipukul, bahkan hingga kepalanya robek. Tidak hanya badan, mobil komando buruh pun dirusak oleh polisi.

Alghiffari Aqsa. S.H., Direktur LBH Jakarta, protes terhadap kekerasan kepolisian. “Polisi telah melakukan kekerasan!”, kecam Alghif. Lebih lanjut, Alghif juga menambahkan bahwa polisi telah melanggar Pasal 19 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan Pasal 11 Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Standar HAM Kepolisian dimana polisi dalam menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi hak asasi manusia dan dilarang untuk menggunakan kekerasan.

“Kekerasan yang ditujukan kepada rekan kami, Tigor dan Obed, beserta dua puluh tiga anggota buruh lainnya menunjukkan bahwa polisi tidak menerapkan standar HAM dalam menjalankan tugasnya dan hal ini melanggar UU No. 2 Tahun 2002 jo. Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009. Polisi malahan memicu dan memprovokasi kerusuhan. Ini tindakan brutal kepolisian!”, tegas Alghif.

Atas dasar tersebut, LBH Jakarta menuntut Kapolda agar:

1. Membebaskan Tigor Gempita Hutapea, S.H. dan Obed Sakti Luitnan, S.H. beserta 23 orang buruh lainnya;
2. Menindak tegas anggota polisi yang melakukan pemukulan terhadap kedua aktivis bantuan hukum LBH Jakarta dan 23 anggota buruh lainnya.

*Sumber: bantuanhukum.or.id