Yusri Tak Terima Permintaan Maaf Ahok, Gugat 100 Miliar


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dianggap menghina dan memalukan seorang ibu rumah tangga bernama Yusri Isnaeni (32) di muka umum. Atas dasar itulah Yusri melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya dengan gugatan senilai Rp 100 miliar.

Yusri mengatakan, sebelumnya pada Sabtu 12 Desember, staf penyidik Ahok bernama Hasanudin Ismail meminta maaf atas nama Gubernur DKI Jakarta itu.

"Tanggal 12 Desember jam 18.41 saya mendapat telefon dari satu stafnya namanya Hasanudin Ismail untuk minta maaf atas nama Gubernur," kata Yusri kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (16/12/2015).

Yusri mengatakan, isi perbincangannya via telefon dengan stafnya itu adalah 'atas nama Gubernur meminta maaf mungkin Bapak sedang capek jadi dia bicara seperti itu'.

Ibu dua anak itu menegaskan tidak menerima permintaan maaf tersebut lantaran rasa bersalah itu hanya diucapkan via telefon, terlebih lagi bukan Ahok sendiri yang mengakui kesalahannya. "Pokoknya harus Ahok yang bicara langsung. Dia menghina dan memfitnah sendiri kenapa harus melalui orang," tegasnya seperti dilansir okezone.

KRONOLOGIS

Yusri Isnaeni (32) merasa tak terima dirinya dibentak oleh Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta. Ibu rumah tangga ini tinggal di Jalan Mahoni, Blok A Gang I Nomor 34, RT 003/RW 009, Lagoa, Koja, Jakarta Utara. Yusri merasa kesal, ia mengancam melaporkan Ahok ke polisi dan mengajukan gugatan senilai 100 Miliar rupiah.

Kamis (10/12/2015) yang lalu, Yusri mendatangi Ahok untuk menanyakan soalsulitnya pencairan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik anaknya, Anggun Hanna Dwi Renjani (9). Anggun adalah siswi Sekolah Dasar (SD) swasta Al-Khariyah.

Ucapan sinis yang disampaikan Ahok, membuatnya tersinggung. Ibu satu anak ini sakit hati karena dituduh Ahok maling uang KJP, ia juga mengaku kesal karena orang nomor satu di Jakarta itu meminta ajudannya untuk melaporkan Yusri ke polisi, hingga memenjarakannya.

"Ya saya bingung? Pak Ahok ngomongnya ke saya tajam sekali. Saya sakit hati lho, jujur. Semua media meliput saya saat itu. Saya kan malu sekali, mas. Warga, orang rumah, semuanya membaca pemberitaan soal saya dituduh maling dana KJP oleh Ahok. Anak saya sampai nggak mau sekolah karena sering disindir. Intinya harkat dan matabat saya tercoreng, mencemarkan nama baik saya," paparnya.

"Ahok malah menuduh saya. 'Ibu maling... Ibu maling... Ibu maling...' Sampai tiga kali. Lalu Ahok bilang, catat nih namanya, penjarakan saja dia. Gimana saya nggak kesal, mas. Saya mau melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya dan akan saya tuntut Rp 100 miliar," ungkap Yusri.

Sebelum perirtiwa itu terjadi, Yusri kebingungan saat ingin membeli seragam sekolah dan sepatu anaknya. Dirinya ingin mencairkan dana KJP sebesar Rp 300.000 untuk membeli kebutuhan sekolah anaknya.

Hanya saja, Yusri sampai lima kali mengalami kesulitan saat bertransaksi dengan KJP di sebuah toko seragam sekolah di Pasar Koja. Transaksi selalu gagal karena jaringannya offline.

"Selalu gagal bertransasksi karena offline terus. Saya bingung, sebelum-sebelumnya gak seperti ini, lancar terus. Akhir-akhir ini semakin sulit bertransaksi. Menurut penjaga toko sih sedang offline, jadi susah melakukan transaksi. Saya bingung, sudah kepepet untuk membeli seragam, sepatu, dan kebutuhan sekolah anak saya," jelasnya.

Ia mengaku, saat kebingungan itu dihampiri seorang pria yang menawarkan bantuan mencairkan dana KJP. Ia tak kenal, namun pria itu mengaku dapat membantu membelikan kebutuhan sekolah anaknya dengan KJP.

"Saya memang lagi butuh dan sedang kesal dengan KJP, maka langsung menerima bantuan orang itu. Ternyata pria itu punya toko, cuma bukan berdagang seragam sekolah. Kartu KJP diminta dia dan saya kasih. Setelah itu, dia memberikan struk Electronic Data Capture (EDC), tapi transaksinya di Bank BCA. Saya bingung, biasanya struk dari Bank DKI, dan ini justru Bank BCA," terangnya.

"Pria itu memberikan uang tunai Rp 300.000 ke saya. Saya pun lihat struknya, di situ tertulis Rp 330.000. Saya tanya, uang yang Rp 30.000 itu untuk apa? Dia bilang itu uang jasa. Ya sudah, saya pakai Rp 300.000 itu untuk kebutuhan sekolah anak saya. Setelah pengambilan uang tunai itu, saldo KJP anak saya Rp 70.000," paparnya.

Perempuan yang juga aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Peduli Anti-Narkoba Jakarta Utara (Gemapana) itu sebagai sekretaris, langsung menyambangi Ahok di Gedung DPRD DKI saat mengikuti rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD, Kamis lalu.

Tujuannya, ia ingin mengadukan sulitnya mencairkan dana KJP sekaligus pencairan dana KJP dengan menggunakan bank lain.

"Karena saya takut salah dalam penggunaan KJP, makanya saya ingin menemui Pak Ahok untuk menanyakan hal itu. Eh malah dia ngatain saya. Pejabat apa seperti itu," ujarnya.

Secara terpisah, Alexandra selaku Ketua Posko Advokasi Pendidikan dan Kesatuan Mahasiswa Angkatan Muda Partai Golkar Jakarta Utara, menuturkan, sejak caci maki Ahok terhadap Yusri, perempuan ini langsung menyambangi dan melaporkan kejadian itu ke DPD Partai Golkar Jakarta Utara.

"Kami akan mengadukan Ahok ke Polda Metro Jaya. Tuntutannya agar Ahok meminta maaf secara langsung dan bersifat terbuka ke Bu Yusri serta tuntutan ganti rugi Rp 100 miliar," jelas Alexandra.

Gugatan sebesar Rp100 miliar itu, katanya, kata-kata yang dilontarkan Ahok tersebut telah menyakiti perasaan kliennya.

"Kalau begitu caranya, itu akan berdampak psikologis pada sang anak. Tuduhannya pencemaran nama baik. Karena di tetangga-tetangga sudah dikatain maling. Anaknya juga sudah enggak mau sekolah karena malu ibunya dikatain maling," jelasnya.

Sumber: http://ift.tt/1YmadSO