Jam menunjukkan pukul 00.04. Beberapa orangtua terlihat duduk, tangan kanannya memegang mangkok kertas dan tangan kiri memegang roti. Juga ada beberapa anak mondar mandir memegang mangkok dengan tulisan yang sama.
Tidak jauh dari sana, nampak sebuah mobil minibus berwarna kuning, tertera tulisan "Aşhane.. Mumin komşusu aćken yatamaz" (Dapur sosial.. Mukmin tidak bisa tidur sedang tetangganya lapar).
Rupanya mobil ini yang membagikan semangkuk sup dan sepotong roti yang dinikmati banyak orang tadi. Mereka beragam. Dari yang terlihat berpenampilan rapi, ada yang gembel seperti gelandangan, ada juga pemulung nampak memarkir gerobaknya. Bahasa yang mereka gunakan juga beragam. Ada arab, turki dan logat gipsi.
Beberapa yang lain terlihat antri di samping mobil kuning tadi. Kawasan ini memang tempat berkumpul banyak imigran. Namanya Aksaray. Beberapa hari lalu saya melintas disini, dan sekelompok orang negro terlihat sedang bertengkar. Disini mudah anda dapati anak-anak berbahasa arab meminta-minta. Pemuda negro penjaga kedai telepon umum atau menjajakan jam tangan. Ibu gipsi yang membuka lapak dagangan. Atau orang asia tengah penjaga kafe atau rumah makan.
Mobil itu rupanya membagikan semangkuk sup mercimek, atau adas bahasa arabnya. Itu lah makanan yang diminta Bani Israil kepada Allah saat sedang sesat di gurun sina selama 40 tahun, karena bosa dengan manna dan salwa.
Selidik punya selidik, rupanya Dapur Sosial "Aşhane" ini adalah ide seorang dosen sosiologi di Universitas Sakarya Turki, Ass. Prof. Mahmut Karaman namanya.
Rupanya projeknya ini sudah dikenal kalangan filatropis. Ia bekerja bersama mahasiswanya. Slogannya diambil dari sebuah hadis: "Bukan seorang mukmin yang tidur dalam keadaan kenyang sedang tetangganya kelaparan".
#IslamicPhilanthropy
*dari fb: Andika Rahman Nasution (31/5/2016)