Andreas Lubitz membajak kokpit dan menabrakan pesawat Germanwings ke lereng Pegunungan Alpens, menewaskan seluruh penumpang, kru, dan dirinya.
Jaksa Marseille Brice Robin menolak menyebut Lubitz, warga negara Jerman berusia 28 tahun, teroris. "Tidak ada yang menyarankan aksi Lubitz adalah tindakan teroris, dan memiliki kaitan dengan teroris.
Pernyataan Robin memunculkan perdebatan di media sosial; Twitter, Instagram, dan lainnya.
"Mengapa Lubitz tidak disebut teroris? Apakah karena dia kulit putih dan Kristen?" tanya seorang pengguna Twitter.
Lainnya berandai-andai. Salah satunya; "Andai saja pilot itu bernama Arab, atau setidaknya beragama Islam, jaksa wilayah dipastikan akan menyebutnya teroris."
Juan Cole, akademisi yang sedang belajar di Timur Tengah, menyoroti pertanyaan seorang wartawan dalam konferensi pers pemerintah Jerman soal kecelakaan pesawat. Wartawan itu mengajukan pertanyaan pendek; "Apa agama Lubitz?
Cole, dalam blog-nya, menulis bukan pertanyaan itu yang menarik, tapi jawaban pihak Lufhansa -- induk perusahaan Germanwings -- yang sama sekali tak menyebut agama sang co-pilot.
Pihak Lufhansa mengatakan; "Tidak tahu. Pihak berwenang mengatakan tidak ada bukti kecelakaan ini adalah tindakan terorisme."
Menurut Cole, mengapa agama co-pilot menjadi begitu penting bagi sang wartawan? Bukankah setiap tindakan yang menyebabkan kematian orang banyak, yang dilakukan satu orang, layak disebut aksi terorisme. Jika bukan teroris politik, ya teroris pembunuhan.
"Saya tahu mengapa wartawan, yang kebanyakan kulit putih dan non-Muslim, bertanya seperti itu," demikian Cole.
Jika Lubitz beragama Islam, atau Muslim, media akan menjadi pihak pertama yang menyebut co-pilot sebagai teroris. Padahal, apa yang dilakukan Lubitz -- membunuh orang dalam jumlah ratusan -- juga tindakan teroris.
Mike Spudgun, wartawan investigasi untuk ITV, Channel 4, BBC, dan Sky News, mengatakan Lubitz harus disebut teroris. Menurutnya, teroris adalah kata yang independen, dan seharusnya digunakan untuk semua pelaku kejahatan yang menimbulkan banyak kematian, terlepas apa pun agama sang pelaku.
"Saya tidak peduli apa agama Lubitz. Yang saya peduli adalah 150 korban tindakan teroris co-pilot itu," tulis Spudgun di Twitter-nya.
Glen Greenwald, mantan kolumnis kebebasan sipil untuk Guardian, menulis; "Andai saja co-pilot itu bernama Mohammed al-Masaood dan anak imigran Mesir, pemberitaan media pasti berbeda."
Dalam tweet yang di-share ratusan kali, seorang blogger Libya menulis; "Tragis! Kecelakaan pesawat akibat tindakan sengaja tidak disebut, atau dianggap, tindakan teroris."
Libya Liberty menulis; "Biarkan saya membantu kalian menulis artikel kecelakaan pesawat itu."
Omar Suleiman, direktur Yayasan Pengajaran Islam dan instruktur di Mishkah University, menulis; "Ketika Anda bukan Muslim, Anda seolah layak tidak disebut teroris setelah membunuh banyak orang." (inilah)