Sejumlah pihak membesar-besarkan bahwa penurunan besaran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) tahun 2015 sebagai prestasi dan bukti pemerintah pro-rakyat.
Klaim tersebut dinilai terlalu berlebihan bahkan klaim dianggap tidak sesuai fakta yang terjadi ketika pembahasan BPIH. Sebab, di awal pembahasan, pemerintah dipastikan hanya menawarkan penurunan sebesar USD 24.
"Mulanya, pemerintah menawarkan besaran BPIH USD 3195. Dibandingkan tahun lalu yang besarannya USD 3219, memang turun USD 24. Kalau DPR menyetujui itu, berarti jamaah akan membayar lebih dari 40 juta rupiah dengan kurs dollar yang masih bertahan pada kisaran 13 ribu rupiah," jelas Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, (Selasa, 28/4).
Karena tidak menyetujui usulan itu, Panitia Kerja (Panja) BPIH Komisi VIII meminta Kemenag untuk melakukan rasionalisasi dan efisiensi. Panja BPIH Komisi VIII juga pada saat yang sama memberikan rekomendasi dan catatan tentang komponen BPIH yang bisa diturunkan.
Rekomendasi dan catatan itu diperoleh dari berbagai masukan dari masyarakat, hasil RDPU dengan berbagai pihak terkait, dan hasil kunjungan kerja panja BPIH dua kali ke Saudi.
"Saya ingat, kami pernah menutup rapat tanpa hasil dan meminta Kemenag menghitung dan merasionalisasikan angka yang mereka tawarkan. Waktu itu kami menyebut, Komisi VIII akan mengundang rapat lagi jika sudah jelas ada penurunan yang signifikan," sambung Saleh.
Selain itu, rapat konsinyering yang dilakukan di wisma DPR di Kopo Bogor, bersama Kementerian Agama pernah deadlock dan terpaksa diskors tanpa hasil. Pasalnya, pada rapat itu Kementerian Agama tidak melakukan perubahan sama sekali atas besaran BPIH. Saran, masukan, dan rekomendasi komisi VIII pada rapat sebelumnya tidak ditindaklanjuti.
"Waktu itu, sampai ada beberapa anggota komisi VIII yang tidak sengaja menghempaskan buku yang ada di tangannya ke atas meja. Itu adalah ekspresi kekecewaan mereka atas ketidakseriusan pemerintah dalam menurunkan BPIH," sambung politikus PAN ini.
Setelah itu, pemerintah berusaha menurunkan besaran BPIH pada posisi USD 2.982. Namun, usulan itupun ditolak oleh Komisi VIII. Komisi VIII melihat bahwa masih banyak potensi yang bisa dirasionalisasi dan diefisienkan. Bahkan sampai-sampai DPR menolak dua daerah pemondakan bagi jamaah haji Indonesia, yaitu Jumaizah dan Raudhah.
Penurunan BPIH terasa sangat signifikan pada rapat konsinyering berikutnya. Waktu itu, anggota panja BPIH komisi VIII meminta agar seluruh perhitungan komponen BPIH dibuka secara transparan dan dihitung secara bersama. Walau memakan waktu yang sangat lama bahkan hingga larut malam, Panja BPIH komisi VIII tetap berkutat dan sabar untuk mengkalkulasi ulang.
"Penurunan yang signifikan adalah pada biaya tiket. Garuda bersedia menurunkan harga tiket rata-rata USD 20. Itupun setelah Panja BPIH melakukan lobi kepada pihak management Garuda," jelas Ketua Komisi Luar Negeri MUI Pusat.
Selain itu, Komisi VIII juga berhasil mendesak pemerintah untuk menurunkan harga pemondokan di Mekkah dan Madinah.
Untuk diketahui, pada awalnya pemerintah menawarkan pemondokan di Mekkah rata-rata 6800-7000 riyal, sementara di Madinah rata-rata 720 riyal. Dengan argumen yang sangat rasional, akhirnya pemerintah bersedia menurunkan harga pemondokan di Mekkah menjadi 4500 riyal dan di Madinah 675 riyal. Kalau dikalikan dengan jumlah jamaah haji Indonesia reguler sebanyak 155.200 jamaah, tentu terdapat penurunan yang sangat signifikan.
"Kami juga mendesak menurunkan harga pada komponen-komponen lain seperti biaya cetak buku, penghematan di seluruh embarkasi, biaya persiapan dan rapat-rapat koordinasi, asuransi, dan puluhan item lainnya. Wajar jika kemudian terdapat penurunan yang signifikan," tekan Saleh.
Berdasarkan kronologi pembahasan BPIH seperti yang disebutkan di atas, tentu kelihatan jelas bagaimana peran DPR, khususnya Komisi VIII, dalam menurunkan BPIH. Tentu sangat tidak arif jika kemudian ada klaim sepihak bahwa penurunan itu justru atas pemberian pemerintah. Pernyataan seperti itu dinilai sedikit menafikan peran DPR yang bekerja keras untuk merasionalisasi dan mengefisienkan tawaran yang diberikan pemerintah.
"Terus terang, kami bekerja penuh semangat seperti itu karena kami tahu bahwa yang akan dihemat itu uang rakyat dari setoran calon jamaah haji. Kalau itu uang APBN dari kas negara, mungkin boleh saja pemerintah mengklaim. Tapi ini beda. Uang jamaah harus dimanfaatkan secara rasional dan efisien serta dipertanggungjawabkan secara transparan dan terbuka".
Perlu diketahui, bahwa penurunan BPIH tahun ini adalah penurunan yang paling drastis dalam sejarah penyelenggaraan haji Indonesia. Sebagai perbandingan, pada 2010 besaran BPIH adalah USD 3.364. tahun 2011 turun menjadi USD 3.357, tahun 2012 kembali naik menjadi USD 3.617, tahun 2013 turun menjadi USD 3.527 atau sama dengan tahun 2011, pada tahun 2014 turun menjadi USD 3.219. Dan yang paling besar dan signifikan penurunannya adalah 2015 dimana ditetapkan menjadi sebesar USD 2.717.
"Sebetulnya tidak ada masalah dengan klaim pemerintah seperti itu. Toh pada akhirnya, kawan-kawan di Komisi VIII tetap ikhlas bekerja demi membela kepentingan jamaah. Tinggal kami akan mengawasi serius agar janji pemerintah menaikkan kualitas pelayanan dapat dipenuhi," demikian Saleh Partaonan Daulay. [zul/RMOL]