Makna dan Implikasi Kemenangan Mahasiswa Hamas di BEM Universitas Birzeit

Mahasiswi aktivis Hamas bersuka cita atas kemenangannya di Universitas Birzeit

Faksi Islam, sayap mahasiswa (underbow) Hamas di Universitas Birzeit memenangkan pemilihan gerakan mahasiswa (setingkat BEM di Indonesia) berhadapan dengan Gerakan Pemuda Fatah dengan selisih 7 kursi. 26 kursi untuk Faksi Islam, 19 kursi untuk sayap gerakan mahasiswa Fatah. Poros Mahasiswa Demokgrasi, sayap pelajar Front Rakyat memperoleh 5 kursi. Sementara Koalisi Pelajar Birzeit hanya mendapat 1 kursi dengan nilai 1 kursinya adalah 146 suara. Universitas Birzeit menjadi penting karena termasuk univesitas negeri besar di kota Birzeit, di Tepi Barat. ia termasuk universitas tua di Palestina. Di kampus lain Politeknik Hebron, masing-masing Hamas dan Fatah imbang, 15 kursi dan front rakyat mendapat 1 kursi.

Yang menarik perhatian, pemilihan tahun lalu gerakan mahasiswa Fatah memenangkan pemilihan BEM dengan 23 kursi, melawan 20 kursi milik Hamas. Sementara di politeknik Hebron, Fatah juga menang atas Hamas.

Menurut pengamat politik Palestina, Husam Dajni, kemenangan Faksi Islam, sayap mahasiswa Hamas ini memiliki indikator politik dan mencerminkan perimbangan politik antar faksi-faksi politik di ranah Palestina, meski tidak mutlak. Kemenangan faksi mahasiwa Hamas ini dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa politik selama setahun di Tepi Barat.

Husam juga menilai, agresi Israel ke Jalur Gaza dan kinerja kelompok perlawanan, terutama Brigade Izzudin Al-Qassam, sayap militer Hamas juga turut punya andil dalam kemenangan pemilu mahasiwa. Selain itu, Hamas juga mewujudkan janjinya kepada tawanan Palestina di penjara Israel bahwa mereka menyandera serdadu Israel lebih dari dua yang bisa dijadikan pertukaran tawanan dalam waktu dekat. Sejumlah mahasiwa yang menjadi korban penangkapan aparat keamanan Otoritas Palestina juga mengundang simpati di kalangan rekan mereka.

Menurut Husam Dajni, statemen dan penegasan Otoritas Palestina berkali-kali bahwa proses perundingan dan penyelesaian politik dengan Israel dianggap gagal dan Abbas mengancam akan menghentikan koordinasi keamanan dengan Israel. Bahkan, meski Otoritas Palestina yang dikendalikan oleh elit Fatah memiliki kekuasaan dan dana justru tidak memberikan dukungannya kepada Gerakan Pemuda Fatah di kampus-kampus.

Apa makna kemenangan pemilihan gerakan mahasiswa di Birzeit itu? Menurut Husam Dajni, ini menjadi pesan kepada masyarakat regional dan internasional bahwa popularitas Hamas terus mengalami kenaikan di publik Palestina. Segala usaha untuk meminggirkan Hamas berakhir gagal.

Kemenangan itu juga memberikan pesan kepada Abbas dan Fatah, bahkan pesan juga buat Hamas bahwa sistem perpolitikan Palestina tidak akan berhasil tanpa dua gerakan itu sehingga keduanya harus bersatu.

Di tataran Israel, kemenenangan itu menjadi pesan buat penjajah, mereka gagal dengan usaha penangkapan dan pembunuhan terhadap gerakan Hamas di Tepi Barat. Pilihan demokrasi adalah jalan paling singkat untuk mengakhiri perpecahan Palestina. Sehingga pemilihan di level mahasiswa dan asosiasi profesi di Palestina, di seluruh perguruan tinggi Palestina harus menjadi titik tolak dan tolok ukur bahwa penyelesaian persoalan politik di Palestina harus diselesaikan di kotak suara Pemilu, legislatif dan presiden.

Namun bagi pengamat politik Palestina Eyad Karo, pesan terkuat dalam pemilu Birzeit adalah pesan politik terutama soal perundingan dengan Israel. Baginya, pemilu BEM itu memberikan pesan bahwa jalan perundingan menyelesaikan konflik Palestina dan Israel sudah tidak layak lagi.

Di tahun 2013, Israel meluncurkan operasi “Potong Rumput” yang membidik pelajar-pelajar Faksi Islam, sayap gerakan mahasiswa Hamas. Oleh Israel mereka dianggap sebagai penghubung antara elit Hamas dan publik. Mereka ini juga dianggap sebagai bahan bakar yang menggerakkan perlawanan. Mereka ini dianggap Israel sebagai penggerak dan penghasung dukungan massa kepada Hamas. Bahkan menurut informasi badan intelijen Israel, para mahasiwa Islam itu berada di 80 persen operasi berani mati melawan penjajah Israel. Tak heran bila, sebagian besar pejuang Brigade Al-Qassam, perancang bomnya adalah lulusan mahasiwa dari Faksi Islam ini. Kemenangan sayap mahasiwa Hamas ini ini dinilai oleh pengamat Eyad Karo sebagai kegagalan Operasi Potong Rumput Israel.

Sementara itu, pengamat politik Palestina lainnya Shalah Hamidah menilai kekuatan politik Palestina di Univeritas Birzeit sebagai sebagai alat ukur dan timbang bagi politik Palestina secara umum. Kampus ini dinilai sebagai representasi paling kuat bagi berbagai kelompok dan afiliasi masyarakat Palestina baik di bidang politik atau sosial. Karena itu, tidak heran jika hasil pemilu BEM di sana dianggap sebagai gempa pemilu.

Karena itu bagi Shalah, hasil pemilu BEM Birzeit ini tidak bisa lepas dari pertempuran kelompok perlawanan Palestina dengan penjajah Israel di Jalur Gaza pada tahun lalu. Rakyat Palestina banyak mengetahui sisi kepahlawanan kelompok perlawanan dalam menghadapi Israel. Ini yang membuat mereka yakin bahwa proyek perundingan dengan Israel sudah berakhir, seperti yang ditegaskan Netanyahu dalam pemilu Israel. Bagi Shalah, pemilu BEM ini membuktikan Hamas adalah bagian inti dari rakyat Palestina dan tidak mungkin dipinggirkan. Bangsa Palestina tidak bisa terlepas dari dua gerakan utama di sana Fatah dan Hamas.

Lebih luas dari itu, Shalah menilai, proyek peradaban Islam yang dianggap sebagai cita-cita tertinggi Hamas semakin mendapatkan dukungan publik, terutama anak mudanya. Meskipun dalam pejalanannya diwarnai oleh darah tertumpa di dunia Arab. Meski demikian, kini sudah menunjukkan hasilnya berupa kestabilan di Tunis, Turki dan Maroko. (at/infopalestina.com)