DPR Akan Sahkan RUU Larangan Minuman Beralkohol


Senayan - Jika proses pembahasannya lancar, masa persidangan mendatang DPR RI bakal melahirkan Undang-undang yang mengatur Peredaran Minuman Beralkohol (minol). Usul inisiatif DPR yang sudah masuk RUU Prioritas tahun 2015 itu dinilai mendesak karena peredaran minol di tanah air begitu bebas.

"Peredaran minuman beralkohol begitu bebas di Indonesia. Seharusnya minol tidak mudah diakses dan disalahgunakan khususnya oleh kalangan remaja. Di Amerika, Inggris, Australia, dan Skotlandia saja ada aturannya dan tidak boleh sembarangan menjual dan mengonsumsi minol," ujar Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dalam diskusi Forum Legislasi di Ruang Wartawan Parlemen, Selasa (28/4).

Legislator dari Fraksi PPP itu menambahkan, pembahasan RUU Minol ini akan seru ketika berhadapan dengan fraksi-fraksi partai nasionalis atau tidak berbasis agama. Yang sekarang sudah muncul ada yang meminta agar RUU itu judulnya bukan larangan, melainkan pengatruran. Sebab, kalau larangan, berarti produksinya illegal dan berarti pabriknya harus ditutup.

"Jadi, RUU Minol ini akan banyak hal yang terkait dan akan dibahas secara menyeluruh. Baik peredaran, produsen, pabrik, tenaga kerja, perekonomian dan lain-lain," imbuhnya.

Mengenai definisi minuman beralkohol, Arsul menjelaskan setiap minuman yang diproduksi mengandung kadar etanol 1 - 5 persen (A), 5 - 20 persen (B), 20 - 55 persen (C), dan minuman racikan, oplosan, tradisional termasuk yang dilarang.

Namun, ada pengecualian seperti untuk upacara adat, ritual agama, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat lain yang diizinkan atau diperbolehkan peredarannya oleh UU.

"Kita tentu berharap agar RUU ini bisa segera disahkan agar kita lebih baik dalam bermasyarakat. Karena itu, ada sanksi pidananya bagi pelanggar termasuk yang oplosan bisa dipenjara dari 2 tahun sampai 10 tahun dan denda uang," kata Anggota Baleg DPR ini.

Sampai saat ini, naskah akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol sedang dalam proses harmonisasi, dan ditargetkan selesai dibahas sampai disahkan menjadi UU pada masa persidangan keempat tahun sidang 2014-2015.

Dalam forum yang sama, Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNam)Fahira Idris mengungkapkan adanya peningkatan konsumsi minol di kalangan anak remaja. Dalam satu dekade terakhir, ada peningkatan dari 4,9 persen menjadi 23 persen atau 14,4 juta anak dari total 63 juta anak remaja Indonesia.

"Tren konsumsi minol khususnya di kalangan remaja sudah masuk taraf bahaya, karena terus meningkat. Akibat minol itulah kecelakaan lalu lintas meningkat, pemerkosaan, dan kejahatan lainnya. Makanya peredaran minol harus diatur melalui UU berikut sanksi yang tegas," seru anggota DPD RI dari Provinsi DKI Jakarta tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh menilai pentingnya RUU Minol ini untuk menambah penguatan moral setelah mempelajari landasan filosofis, yuridis, sosiologis, dan politik. Dalam UU No.35/2014 salah satu pertimbangan mendasarnya adalah aspek kesehatan janin sejak dalam kandungan.

"Sebetulnya sudah ada perlindungan khusus pasal 67 UU Perlindungan Anak, perlindungan itu dimulai dari rokok, minol, narkotika, dan HIV. Termasuk Permendag RI No.6/2015 tentang pembatasan di supermarket/minimarket yang belakangan umum menjadi tempat nongkrong anak-anak remaja untuk mengonsumsi minol," tegasnya.

Sumber: Jurnal Parlemen