Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menduduki kursi kepresidenan, nilai tukar rupiah terus mengalami penurunan. Sejak ditutup Senin (24/8) lalu, kurs rupiah menyentuh angka Rp 14.000 terhadap USD 1.
Angka ini mendekati melemahnya rupiah saat krisis moneter menerjang Indonesia pada 1998 lalu. Pada Januari 1998, rupiah sempat bernilai Rp 14.800 per USD 1, dan paling parah pernah terjadi pada Juni 1998, di mana USD 1 senilai Rp 16.800.
Namun, angka rupiah pada era tersebut mampu dikendalikan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Habibie berhasil menekan dolar dari enam belasan ribu hingga berada di Rp 6.500 jelang akhir masa pemerintahannya.
Habibie yang diangkat menjadi presiden setelah Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya berusaha keras agar rupiah tak terus melemah. Berbagai cara dia lakukan agar rupiah kembali menguat dengan segala cara.
Selain mengalami tekanan dari dalam negeri, Habibie juga harus berhadapan dengan intervensi ekonomi yang dipaksakan International Monetary Fund (IMF). Lembaga moneter ini memaksa Indonesia agar menghapus kebijakan subsidi, terutama BBM dan TDL. Namun, hal itu ditolak Habibie.
Ketika itu, Habibie mempertahankan agar harga BBM bersubsidi agar tetap terjangkau oleh rakyat yang terpuruk akibat krisis. Harga Premium saat itu dipatok Rp 1.000, dan Solar Rp 550. Keputusan ini mendapatkan kritik tajam dari IMF.
Habibie saat itu mengeluarkan sejumlah kebijakan guna memperkuat perekonomian nasional. Langkah pertamanya adalah melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan dengan membentuk BPPN dan unit Pengelola Aset Negara, kemudian dilanjutkan dengan melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Dia juga membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri, dan mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF. Untuk mendukung seluruh kebijakannya, dia mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Menurut Analis Millenium Penata Futures, Suluh Adil Wicaksono, upaya ini cukup berhasil karena Habibie tidak menganut sistem pasar bebas hingga membuat dolar berhasil ditekan.
"Kalau pemerintahan Presiden Habibie Rp 12.000 per dolar, mau dipatok Rp 8.000 per dolar. Jadi enggak menganut pasar bebas seperti negara-negara Amerika Latin, berhasil ditekan suku bunga di kisaran 10 persen," ujar dia, dalam wawancara dengan merdeka.com, Kamis (11/6) lalu.
Upaya ini ternyata sukses membuat rupiah terus menguat terhadap dolar. Saat menyampaikan laporan pertanggungjawaban di hadapan MPR, nilai rupiah saat itu berada di level Rp 6.500, suatu pencapaian yang belum bisa diikuti oleh presiden setelahnya.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi?
Sumber: merdeka.com
Baca juga: Habibie: Ada Waktunya Indonesia Memiliki Pemimpin yang Baik