Laki-laki Lebih Banyak Jadi Korban Kekerasan Seksual daripada Perempuan


Kekerasan seksual yang dialami oleh berbagai kalangan masyarakat telah mencapai fakta yang cukup memprihatinkan. Kekerasan seksual pada dasarnya dapat dialami oleh siapa saja, baik perempuan ataupun laki-laki.

Sementara itu, kasus kekerasan seksual terhadap anak laki-laki jauh lebih banyak daripada terhadap anak perempuan.

Fakta tersebut diungkapkan oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Fraksi PKS di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (31/05/2016).

Kedatangan rombongan AILA bersama Presidium BMOIWI Sabriati Aziz dan lembaga lain diterima oleh anggota Badan Legislatif Matri Agung dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amalia.

Ketua AILA Rita Soebagio mengungkapkan, data korban kekerasan seksual tersebut merupakan hasil Survei Terhadap Kekerasan Anak (SKTA) tahun 2013.

Survei ini, sebutnya, diselenggarakan oleh Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Didukung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Centers for Desease Control and Prevention, USA.

Survei itu menunjukan beberapa fakta. Yaitu, estimasi pertama berdasarkan recent experience (pengalaman terbaru), diperkirakan 900 ribu anak laki-laki atau 1 dari 12 anak pernah jadi korban kekerasan seksual.

“Sementara kekerasan seksual pada anak perempuan, diperkirakan ada 600 ribu anak atau 1 dari 19 anak perempuan mengalami kekerasan,” sebutnya sebagaimana rilis yang diterima hidayatullah.com pada acara itu.

Estimasi kedua, lifetime experience (pengalaman seumur hidup), diperkirakan 1,1 juta anak laki-laki atau 1 dari 13 anak pernah mengalami kekerasan seksual. Sementara kekerasan seksual pada anak perempuan, diperkirakan ada 800 ribu anak atau 1 dari 18 anak perempuan mengalami kekerasan seksual.

“Data riset ini membuktikan, kekerasan seksual bukan hanya problem yang dialami perempuan semata, namun bisa menimpa laki-laki khususnya anak-anak dalam hal ini,” sebutnya.

Berdasarkan realitas dan fakta tersebut, menurut AILA, berbagai kalangan merasakan perlunya perundangan yang dapat menjamin hak-hak korban dalam berbagai kasus kekerasan.

Salah satunya dengan memberikan dukungan lahirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Namun demikian, AILA mengkritisi, apakah RUU tersebut dapat menjamin sepenuhnya tujuan mulia di atas tanpa ada agenda yang tersembunyi di balik upaya ini?

“Untuk hal ini, diperlukan kajian kritis dan mendalam oleh berbagai pihak untuk dapat bersama-sama memberikan solusi terbaik dalam masalah perundangan, tanpa mengabaikan nilai-nilai agama, moral, dan budaya,” ungkapnya.

Sebelumnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajukan usulan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ke DPR RI, namun berbagai kalangan RUU tersebut dinilai sarat dengan konsep Barat yang liberal. (Hidayatullah)