Sebetulnya saya enggan ribut-ribut soal APBD di ruang publik, tapi karena Sdr Ahok begitu massive membentuk opini dgn “membayar” hampir banyak media massa dan medsos lainnya untuk merespon sikap DPRD terkait Hak Angket kepada dirinya sekaligus mencitrakan dirinya adalah seorang manusia paling benar dan tidak pernah salah, maka karena ini juga hak-hak publik untuk tahu, saya tulis juga catatan ini.
Saya kira, dalam menyikapi perkembangan polemik soal APBD DKI 2015, saudara Ahok betul-betul Gagal Faham.
Gagal Faham, dia pikir;
1. Seakan penggunaan Hak Angket dipastikan berujung kepada pemakzulan, sehingga dengan membabi buta dia melawan dan mencari pembenaran kesana sini.
2. Gagal Faham, dia pikir yang dia sebut-sebut anggaran siluman 12,1 T itu bikinan DPRD, justru yang saya tahu angka itu datang dari Tim APBD dia (eksekutif; Sekda/Bappeda) yang menawarkan angka itu agar dipergunakan DPRD, setelah adanya protes pimpinan DPRD karena gubernur hanya mengirim RAPBD versi sepihak, dengan syarat E-Budgeting hasil kerja Tim Siluman (Tim yg non aparatur resmi sah PNS/pejabat Pemprov Dki Jakarta) dia, dan sudah dikirim ke kemendagri dengan tanpa melampirkan tanda tangan Ketua DPRD sebagaimana mestinya, agar Tidak dibahas/dipermasalahkan DPRD.
Hal mana justru rapim DPRD saat itu menolak tawaran itu, karena selain tidak diketahui asal usulnya, juga masa pembahasan sudah selesai dan sudah diketuk palu di paripurna. Inilah yg kemudian oleh teman2 DPRD disebut sebagai upaya suap kepada DPRD dan ditolak.
3. Gagal Faham, dia pikir Ketua DPRD Bpk. Prasetyo Edi Marsudi, yg bersurat ke Kemendagri yang intinya menyatakan bahwa RAPBD yang dikirim eksekutif adalah ilegal karena bukan hasil pembahasan DPRD dan tidak ditandatangani ketua DPRD, seolah itu bersifat pribadi. Dia sebut di media sebagai Oknum DPRD padahal Ketua d.h.i berwenang mewakili seluruh anggota atas nama lembaga DPRD.
4. Gagal Faham, dia pikir DPRD membahas RAPBD sepihak, sehingga dengan semena-mena menuding DPRD secara institusi melakukan penyelundupan Anggaran.
5. Gagal Faham, dia pikir DPRD membahas RAPBD sepihak, sehingga dengan semena-mena menuding DPRD secara institusi melakukan penyelundupan Anggaran secara diam2, padahal tahapan-tahapan pembahasan RAPBD sebelum disahkan di rapat paripurna, dibahas dulu bersama-sama pejabat TAPD gubernur, dilanjutkan dengan para Kepala Dinas, Kasudin dll setelah mereka ajukan.
6. Gagal Faham, dia pikir sistem E-Budgeting tidak disetujui DPRD, padahal dalam rangka transparansi APBD, DPRD mendukung itu.
Hanya jangan kemudian E-Budgeting dijadikan pembenaran untuk menghilangkan/menapikan/mengabaikan hak-hak anggota DPRD sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. E-Budgeting bukan termasuk bagian yang diatur dlm peraturan dari mekanisme pembahasan RAPBD.
E-Budgeting hanyalah teknis pelaksanaan Managemen bagaimana gubernur sebagai pelaksana APBD mengatur untuk memudahkan kontrol dalam pelaksanaannya. E-Budgeting dapat diberlakukan setelah disahkannya RAPBD 2015 oleh paripurna DPRD. Bukan malah dia sudah tetapkan sendiri sejak bulan ke 3 tahun 2014.
Kalau sdh dia tetapkan sendiri, buat apa gubernur memajukan KUA PPAS dan RAPBD 2015 untuk dibahas DPRD kalau ternyata dia sudah tetapkan sendiri dalam sistim E Budgeting sejak bulan 3 pada Th 2014 ?.
7. Gagal Faham, dia pikir anggota DPRD hadir di kebun sirih atas undangan dan kemauan Gubernur, sehingga dia pikir DPRD harus tunduk patuh kepada eksekutif tanpa kewenangan apapun yang diberikan UU Pemerintahan Daerah.
8. Gagal Faham, dia pikir DPRD takut atas ulah dia lapor sana sini, termasuk ke KPK, padahal DPRD sama sekali tidak takut, karena DPRD bicara aturan perundang-undangan yg semestinya dipatuhi bersama oleh pihak2 yang berwenang.
Sumber: http://ift.tt/1wGn9Wr