"Kampung Pulo dan Kelas Menengah"
Oleh Ahmad Dzakirin
Pendekatan Ahok tipikal merepresentasikan sudut pandang dan ego kelas menengah, yang tidak menyukai ketidaknyaman dan kesemewrawutan Jakarta. Biasa berada didalam mobil pribadi yang nyaman dan zero toleran terhadap inefektifitas Jakarta karena ketidakdisiplinan rakyat kecil.
Saya percaya mereka kini sedang merayakan pendekatan keras dan angkuh Ahok untuk alasan legal dan tidak bertele-tele. Bahkan termasuk warga bukan area terdampak. Jakarta butuh pemimpin keras, begitu kira-kira logikanya.
Pendekatan simpel, walaupun menyimpan sejuta masalah. Tidak humanis karena menempatkan rakyat kecil dan kemiskinan sebagai sumber permasalahan. Padahal berdekade (bertahun-tahun), segmen ini merasa kevakuman peran negara.
Konon, revitalisasi sungai Ciliwung telah mencapai titik temu dengan konsep permukiman berbasis kehidupan sungai. Logikanya, tidak mungkin mengeliminasi kehidupan ekonomi yang telah berurat akar disepanjang bantaran Ciliwung. Penataan sempadan dan rumah kumuh menjadi program bersama yang melibatkan Kemenpera, Kemensos dan Pemda dengan pembiayaan APBN.
Namun, itulah tipikal kelas menengah, yang tidak menghendaki pendekatan kompleks dan butuh proses agak lama. Bagi kelas ini, memindahkan rakyat ke rusun sekelas 'apartemen', well-furnished adalah langkah manusiawi, walaupun akan meninggalkan problem sosial dibelakangnya.
Rupanya, Ahok tidak sabar dengan pendekatan itu, baik dari sisi ekonomis maupun politik. Sisi politiknya, Ahok menghendaki Quick Win dalam pilkada melalui dukungan kelas menengah Jakarta yang ingin kenyamanan dan bebas dari kesemerawutan Jakarta.[]