[Kampung Pulo] Ini Janji-janji Manis Jokowi-Ahok Saat Pilgub yang Dikhianati


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melakukan penggusuran paksa warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (20/8). Warga pun menolak penggusuran, namun Ahok mengerahkan ribuan aparat hinga terjadi bentrok yang menyebabkan 12 orang luka. Delapan korban warga Kampung Pulo, empat korban lainnya petugas keamanan.

Persoalan pemukiman kumuh dan penataan kota sebetulnya sudah dijanjikan oleh Jokowi-Ahok saat Pilgub. Dengan mimpi "Jakarta Baru" warga pemukiman kumuh dijanjikan akan diberikan hidup baru dengan penataan yang lebih baik tanpa penggusuran.

Berikut janji-janji manis untuk warga pemukiman kumuh:

(1) Jokowi menjanjikan tidak akan menggusur pemukiman kumuh

Jokowi menjanjikan tidak akan menggusur pemukiman kumuh bahkan mempermudah sertifikasi lahan untuk warga di perkampungan di Jakarta yang sudah menghuni lebih dari 20 tahun. "Kampung yang sudah dihuni lebih dari 20 tahun itu akan saya urus sertifikatnya, bercermin dari pengalaman di Solo," kata Joko Widodo saat mengunjungi warga di Jl Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Baru, Sabtu (15/9/2012).

Tak hanya itu, Jokowi juga berrjanji akan menata semua pemukiman kumuh yang ada di Jakarta. "Pemukiman kumuh tidak akan digusur tapi ditata, pembangunan kota di Jakarta 5 tahun ke depan harus tertata, jalanan kampungnya rapi, bisa diperbaiki, perkampungannya sehat jadi rumahnya juga sehat," ungkapnya.

(Sumber: GATRA "Mengawal Janji-janji Jokowi http://ift.tt/1Lnzn1O)

(2) Ahok sudah setuju usulan warga Kampung Pulo, tapi dikhianati

"Warga (Kampung Pulo) sudah punya solusi dan konsep warga soal Kampung Pulo itu sudah dipresentasikan ke Ahok. Waktu itu, Ahok juga sudah setuju, tetapi tiba-tiba keputusannya berubah. Malah kirim petugas buat bongkar paksa," kata sosiolog Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola, saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Tamrin menilai, cara penggusuran di Kampung Pulo tidak manusiawi. Idealnya, penggusuran dilakukan ketika warga sudah menempati tempat tinggal yang baru. Faktanya, banyak warga yang belum menempati Rusun Jatinegara.

(Sumber: http://ift.tt/1UW5nfd

(3) Akan Diberi Ganti Rugi

Tokoh Masyarakat Kampung Pulo, Eky Pitung mengatakan harapan warga begitu besar pada janji Jokowi tahun 2013. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berjanji, tanah bahkan kandang ayam akan diberikan ganti rugi relokasi.

(http://ift.tt/1UW5nfh)

Kenyataan sekarang:

Ahok Tegaskan Tak Beri Warga Kampung Pulo Uang Ganti Rugi

Warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur memilih mempertahankan rumahnya. Mereka tetap meminta ganti rugi atas penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI pada hari ini.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan tidak akan memberikan ganti rugi pada warga. Sebab, sampai saat ini warga tidak bisa menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah.

(http://ift.tt/1K7Gtpv)

Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengatakan surat perintah pembongkaran yang dikeluarkan tidak sah karena hasil verifikasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan sebagian warga Kampung Pulo memiliki sertifikat tanah yang sah.

"Dasar hukum gugatannya karena kan mulai dari itu dianggap tanah ilegal, ternyata semua atau sebagain besar-lah, (warga Kampung Pulo) punya sertifikat. Dan ini sudah diserahkan ke Pemprov DKI, dan dibuktikan di BPN, itu sah. Jadi dasar untuk bongkar paksa tanpa ganti rugi itu yang tidak sah," kata Sandyawan kepada Kompas.com, Rabu (29/7/2015).

(http://ift.tt/1Lnzmeg)

(4) Warga Kampung Pulo Ingin Rusunami Bukan Rusunawa

Warga ingin Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) sehingga warga di Kelurahan Kampung Melayu yang digusur memiliki hak milik di bangunan itu, bukan Rusunawa (Rumah Susun SederhanaSewa).

Ketua RT 01 Kampung Pulo, Fatulah (38) mengaku, meski Pemprov DKI sudah menyediakan rusun, namun ada keengganan warga terkait tidak adanya ganti rugi atas tanah yang telah mereka miliki bertahun-tahun. Besarnya biaya tinggal di rusun juga dipertimbangkan oleh warga tersebut.

"Kami merasa keberatan tinggal di rusun. Di sana kami harus bayar Rp 300 ribu per bulan, belum listrik dan airnya. Kan itu Rusunawa bukan Rusunami, sedangkan tanah ini kami bayar PBB setiap tahun," ujar Fatulah yang mengaku telah 30 tahun menetap di Kampung Pulo, Kamis (20/8).

(http://ift.tt/1UW5lnp)

LSM Ciliwung Merdeka mewakili warga Kampung Pulo mengusulkan kepada pemerintah untuk membangun Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) sehingga warga di Kelurahan Kampung Melayu yang digusur memiliki hak milik di bangunan itu.

“Anggap saja rusunami ini merupakan penghargaan kepada warga yang sudah puluhan tahun bermukim di kelurahan itu,” kata ketua LSM Ciliwung Merdeka Jakarta Timur, Sandyawan Sumardi.

Ia mengatakan, lantai dasar bangunan rusunami itu nantinya bisa dijadikan tempat kerja atau usaha warga. Jadi warga tidak kehilangan pekerjaan dan usaha di tempat tinggal barunya.

“Dalam merelokasi warga, pemerintah harus memperhatikan sosial, ekologis, air bersih dan paling terpenting tempat kerja warga itu jangan dihilangkan begitu saja,” ujarnya.

Menurut dia, apabila tempat usaha warga dihilangkan, tentu ini akan menjadi beban pemerintah untuk menekan angka kemiskinan, penganguran dan tingkat kriminalitas.

“Jika tempat usaha mereka dihilangkan ini tentu tidak menyelesaikan persoalan, malah menambah masalah sosial, ekonomi dan ketertiban masyarakat Jakarta,” ujarnya.

Untuk itu, kata dia, pemerintah dalam mencari solusi jangan solusi darurat, seperti kondisi sekarang ini, warga digusur dipindahkan ke Rusunawa dan selanjutnya jika warga tidak mampu membayar sewa terpaksa keluar dari bangunan itu.

“Mereka sudah puluhan tahun menderita dalam ketidakpastian, jadi solusi bagi mereka harus solusi parmanen,” ujarnya.

(http://ift.tt/1Lnzn1Q)

SOLUSI PERMANEN

Sosiolog UI, Robertus Robert, menyampaikan, Pemprov DKI perlu memahami bahwa kampung adalah rumah. Untuk merumahkan kembali warga, warga harus dilibatkan aktif dalam prosesnya.

"Karena di rumah ada proses sosial yang unik, melibatkan hidup orang, termasuk emosi. Karena dari rumah, setiap orang membangun masa depan, tak peduli itu keluarga miskin atau kaya," tutur Robert.

Secara sosial, lanjut Robert, tak mudah bagi orang menerima tempat tinggal baru. Sebab, mereka tak memiliki referensi tempat yang baru itu.

Tak heran, warga Kampung Pulo merasa tak cukup dengan unit Rusunawa Jatinegara meski dalam pandangan warga kelas menengah Ibu Kota, unit rusun itu sangat layak dan bernilai rupiah tinggi.

(http://ift.tt/1UW5nfd)