Pemilihan kepala daerah di Indonesia dengan sistem one man one vote seharusnya dibarengi kemampuan masyarakat memilih pemimpin berdasarkan kapabilitas, bukan karena "dibeli" dengan politik uang yang jumlahnya tak seberapa.
"Ada pemimpin yang adil, jujur, bijaksana mestinya dicintai tidak oleh masyarakat? Mestinya dipilih tidak? Tapi mengapa bisa tidak dipilih?" tanya anggota Badan Pengkajian MPR RI Almuzzammil Yusuf di depan peserta jaring aspirasi masyarakat bertema "Pancasila dan Kepemimpinan Daerah" di Aula Lembaga Edukasi Kartikatama Kota Metro, Lampung (23/8/2015).
"Wani pirooo (berani - bayar - berapa)," jawab sebagian hadirin yang mayoritas tokoh masyarakat tersebut.
Menurut Muzzammil yang juga Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di MPR RI itu, mentalitas "NPWP" alias "nomor piro wani piro" (nomor calon berapa, berani bayar berapa, red.) akan jadi sandungan bagi demokrasi yang sehat maupun bagi pencapaian cita-cita rakyat yang tentram dan sejahtera.
"'Harta' Anda warga Metro yang sesungguhnya adalah anggaran daerah sebesar 760 miliar rupiah per tahun itu. Jangan mudah ditukar hanya dengan Rp 250 ribu atau Rp 100 ribu untuk kesejahteraan lima tahun," tegas Muzzammil.
Senada dengan Muzzammil, narasumber lain dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Metro Dr. Nadirsyah Hawari turut menyatakan bahwa pemimpin terbaik adalah yang fasih menetapi tata kelola negara termasuk dalam hal anggaran serta mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
"Kira-kira bisa nggak dengan uang 700-an miliar itu orang Metro menjadi orang yang merdeka, sejahtera di tempat tinggalnya sendiri," ujar Nadirsyah.
Nadirsyah menyesalkan masyarakat yang begitu mudah mencela zaman, mencela peristiwa termasuk mencela pemimpin padahal cela sesungguhnya ada pada diri mereka sendiri karena salah memilih pemimpin