Pasal Penghinaan Presiden Sangat Mengerikan, Siapapun Oleh Siapapun Bisa Dijerat


Pasal penghinaan presiden yang diusulkan pemerintahan Jokowi untuk diberlakukan lagi menjadi perhatian publik.

Mbak Nunik Iswardhani, mantan wartawan (Tempo, SCTV, LBH Jakarta) yang paham banget masalah hukum, menguraikan bahwa pasal penghinaan presiden yang sekarang sudah diusulkan Jokowi ke DPR ini sangat mengerikan.

Pasal penghinaan itu kalau jadi diterapkan bisa ngeri sekali, siapa aja bisa melaporkan kita, meski kita ngomongnya (nulisnya) hati-hati dengan tujuan mengkritik.

Berikut catatan Nunik Iswardhani yang ditulis di laman facebooknya hari ini, Senin (10/8/2015):
mungkin yang luput dari pemahaman orang adalah bahwa pasal penghinaan terhadap presiden itu bukanlah delik aduan ..

ini dampaknya bisa sangat besar dan mengerikan ..

beda dengan pasal pencemaran nama baik yang merupakan delik aduan, di mana hanya yang merasa dirugikan (yang bersangkutan langsung) yang bisa melapor ke polisi ..

nah, kalau pasal penghinaan terhadap presiden itu adalah delik biasa .. artinya, presiden tidak perlu lapor ke polisi..tapi
begitu ada aktivis X mengkritik presiden (meski bahasanya sudah diatur2 serapi2nya) bisa saja dilaporkan oleh Y (ketua LSM abal2 entah darimana) sebagai penghina presiden dan si X langsung diproses oleh polisi ..

atau bisa saja polisinya langsung nangkep orang yg lagi seminar/ diskusi yang mengeritik presiden ..

pokoknya ngeri dah ..

apalagi yang suka main arsenik udah muncul menyatakan dukungannya ..
Pasal penghinaan terhadap presiden sesungguhnya saat ini telah hilang dari KUHP setelah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006. Namun pemerintahan Jokowi kembali memasukkannya ke dalam draf revisi RUU KUHP yang diserahkan ke DPR awal Juni lalu.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengungkap sejarah kelam kelahiran pasal penghinaan presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurutnya, pasal tersebut semula bertujuan untuk melindungi Ratu Belanda dari hinaan pribumi saat masa penjajahan Belanda di tanah air puluhan tahun lalu.

"Tapi setelah kita merdeka, dianggap (pasal penghinaan) bisa berlaku untuk presiden. Saya sendiri tidak sependapat dengan hal itu," kata Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/8).

Yusril menilai usulan pemerintah untuk menghidupkan pasal penghinaan presiden dalam revisi RUU KUHP akan menimbulkan masalah di masa depan.




Related Posts :