Pilkada Surabaya, Jalan Risma Menuju Ibukota

Risma dan Megawati (foto ©2015 merdeka.com/dwi narwoko)

Pilkada Surabaya yang terancam gagal karena hanya ada calon tunggal akhirnya bisa berlanjut setelah ada pasangan lain.

PKS sendiri sudah menyatakan abstain dalam pilkada Surabaya. DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Timur menyatan abstain atau tidak berpartisipasi di Pilkada Surabaya 2015 meski sudah ada dua pasang Cawali-Cawawali Surabaya yakni Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana (PDIP) dan Rasiyo-Abror (PAN dan Demokrat).

"Arahan ke kader PKS, bisa jadi golput jika pilkada digelar pada 9 Desember 2015, bisa jadi tidak mengarahkan kader ke siapapun, tergantung hati nurani masing-masing," kata Ketua DPW PKS Jatim Hami Wahyunianto, Senin (17/8), dilansir ROL.

Terkait dinamika Surabaya, sangat menarik apa yang disampaikan oleh pengamat politik dari UGM, Tarli Nugroho.

Berikut analisanya mas Tarli yang diposting di fb-nya pagi ini (19/8/2015):

PAPAN CATUR PILKADA

Cukup jelas, wacana mengenai Perppu Pilkada sebagaimana yang kemarin mengemuka sebenarnya memang hanya untuk memuluskan jalan Risma dalam Pilkada Kota Surabaya, dan bukan untuk mengatasi celah atau problem substantif yang ada dalam UU Pilkada. Sayangnya, gayung tak bersambut. Wacana itu gagal mendapatkan dukungan yang berarti dari partai-partai lain.

Nah, sesudah wacana Perppu kempes, pilihan bagi PDI-P kemudian hanyalah memunculkan calon boneka. Tapi itu mustahil dilakukan tanpa bantuan partai-partai lain. Dalam konteks Pilkada Kota Surabaya, kita tahu uluran tangan itu kemudian datang dari Partai Demokrat dan PAN.

Apakah barternya hanya "apple to apple", berupa calon boneka oleh PDI-P dalam Pilkada di Pacitan, dimana calon dari Demokrat di sana kemarin juga terancam jadi calon tunggal?!

Sepertinya tidak. Jika kita ikuti proses tawar-menawar yang alot di Surabaya, kita bisa melihat bahwa dinamika politik lokal di sana sangat dipengaruhi oleh tawar-menawar kepentingan para elite politik di pusat.

Apakah itu artinya tawar-menawar tersebut juga melibatkan sejumlah konsesi tertentu pada lingkaran kekuasaan di pusat?

Kita baru bisa menemukan jawabannya jika reshuffle kabinet yang kedua benar-benar terjadi, dan PAN, atau Demokrat, atau kedua-duanya, masuk dalam kabinet. Jika itu benar terjadi, kita jadi tahu betapa sangat berharganya nilai seorang Risma bagi PDI-P.

Pertanyaannya kemudian, "kartu Risma" ini nantinya akan digunakan untuk apa oleh PDI-P, sehingga perlu dijaga sebegitunya?! Mosok sekadar untuk pajangan di Surabaya thok?!

Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengamati Ahok dan juga Ridwan Kamil secara bersamaan.

Sekadar lamunan pagi, Pemirsa.

***

Sebelumnya juga sudah ada analisa, bahwa Risma nantinya akan di"Jokowi"kan oleh PDIP. Risma akan diajukan dalam Pilgub DKI 2017, sehingga kursi Walikota Surabaya akan dikuasai sepenuhnya Whisnu Sakti Buana, wakil saat ini, yang merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya.

Risma adalah The Next Jokowi.