Oleh Budi Hidayat Abdurrahman*
Saya mengenal keindahan Islam saat pertama kali saat baca Ihya 'ulumuddin milik Papa saya, Waktu itu masih SD. Di Usia itu saya sering berlinang airmata membaca nasehat-nasehat dan kisah-kisah yang dikutip Al-Ghazali.
Setelah itu banyak mengkoleksi buku-buku yang menuliskan tentang riwayat hidup orang-orang sholeh dari generasi sahabat dan tabi'in. Saat SD saya sudah punya perpustakaan pribadi. Paling banyak buku-buku Islam. Jadinya sejak SMP saya sudah ghodul bashor gara-gara baca hadits menatap wanita bukan mahram itu haram. Gara-gara ini pula saya tidak pacaran walau banyak yang naksir (beuh...hehe)
Saya rindu untuk bisa ketemu dengan sosok-sosok mulia yg berakhlaq tinggi dan nasehatnya di dunia nyata. Sosok shalih, tulus, dan taat kepada Rabb.
Saya hampir putus asa dan menganggap orang sholih hanyalah manusia di masa lalu yang tercatat dalam kitab-kitab sejarah Islam. Sekarang ini hanya ada orang sholeh oplosan. Ibadah kenceng maksiat tetap suka.
Tapi Alloh SWT mempertemukan mutiara-mutiara yg saya cari. Tidak hanya satu, tapi sangat banyak. Mereka indah ditengah lumpur. Mereka bukan kumpulan malaikat. Tapi bersinar dalam jaman yang penuh kekeruhan.
Kemudian saya tahu ternyata dari gerakan dakwah tarbiyyah. Tapi saat itu sosok yang saya kagumi juga muncul dari gerakan dakwah Jamaah Tabligh. Saya yakin sosok-sosok mulia juga ada dalam NU, Muhammadiyyah dan organisasi Islam lainnya.
Gerakan Tarbiyyah ini membebaskan saya dari kebingungan mana yang benar antara NU, Muhammadiyyah dan Persis? Mereka mengajak mencintai semua kaum muslimin. Tanpa terkecuali. Dan berlapang dada terhadap perbedaan fiqhiyyah. Dan menghidupkan sunnah Nabi SAW yang mulai redup. Indah sekali.
Dalam masalah fiqih saya dikenalkan fiqhul ikhtilaf-nya Qordhawi. Dan Fiqhus sunnah Sayyid Sabiq yang mengakomodasi semua Mazhab.Termasuk akhlaq menghadapi masalah khilafiyyah fiqhiyah lewat kaidah Ushul 'Isyrin Hasan Al-Bana.
Saya beruntung, dimasa muda terhindar dari fanatik kelompok dan merasa benar sendiri.
Saya bersyukur saat belia sempat bertemu dengan para muasis dakwah gerakan dakwah ini. Dan merasakan manisnya tarbiyyah generasi awal yang memang agak berbeda dengan generasi yang belakangan. Pola pembinaan dakwahnya berkesan dalam hati. Sehingga saat kuliah tetap semangat belajar agama di Ma'had As-salam kepada para gurunda Ust Wahid Ahmadi Lc, Ust Anwar Jufri Lc, Alm Ust Ali, MA
Saya berterima kasih dengan gerakan dakwah tarbiyyah. Mereka ikut menyelamatkan masa muda saya.
Dan tentu saja berterima kasih kepada almarhum Papa saya. Beliau adalah alumni pesantren. Beliau berhasil mengambil peran sebagai orangtua, Guru dan teman diskusi saya.
مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ
Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka tidak bersyukur kepada Allah. (HR. Tirmidziy)
*dari wall fb ustadz Budi Hidayat