Kapal Perang Syiah Imamiyah Iran merapat di Tanjung Priok Jakarta Utara. Jumat (27/2/2015) |
Oleh DR. Abdul Chair Ramadhan
Dalam acara yang digelar oleh Majelis Taqarrub Ilallah (MTI) / Temu Pembaca Suara Islam (TPSI) di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq Cawang, Jakarta Timur, Sabtu 28 Februari 2015 saya sangat mengapresiasi acara ini, semoga terus diberdayakan dan dikembangkan oleh seluruh elemen organisasi Islam. Sebagai pembicara utama dalam kajian tersebut, selain itu hadir pula KH. Lutfie Hakim (Ketua Umum FBR) dan KH Ahmad Sobri Lubis (Waketum FPI), saya nyatakan – dengan sejumlah informasi dan data – bahwa Syiah Iran benar-benar ancaman nyata terhadap NKRI, selain tentunya terhadap aqidah Islam. Syiah Iran adalah Rafidhah, semua Syiah di Inonesia tunduk dan patuh kepada Iran.
Dalam acara kajian tersebut, saya menilai masih banyak diantara kita yang tidak mengerti apa dan bagaimana sebenarnya ideologi Syiah. Imamah memang merupakan sebagai pokok ajaran elementer bagi Syiah, terutama Syiah Imamiyyah. Syiah Imamiyyah yang paling mendominasi saat ini adalah Itsna Asyariyah yang berpusat di Iran. Pasca Revolusi Iran tahun 1979, Syiah telah mengalami suatu evolusi dan transformasi ideologi Imamah, yakni dengan hadirnya kelembagaan Wilayat al-Faqih yang notabene produk pemikiran kaum Syiah Ushuli. Syiah Ushuli inilah yang sangat progresif revolusioner, menganggap semua pemerintahandi dunia ini tidak sah kecuali atas keberlakuan Imamah. Secara jelas dan nyata hal ini dapat dilihat pada Konstitusi Iran tepatnya, Pasal 2 jo Pasal 5 jo Pasal 12 jo Pasal 56 jo Pasal 57. Melalui kelembagaan Wilayat al-Faqih dengan Waly al-Faqih (Iran: Rahbar) semua orang di dunia ini harus tunduk dan patuh pada Rahbar, karena posisi Rahbar adalah sebagai Wakil Imam Kedua Belas (Imam Mahdi as) selama masa ghaib. Semua orang wajib mengangkat baiat kepada Imam Mahdi as yang dalam praktiknya diberikan kepada Rahbar, karena ia sebagai penguasa sementara selama masa ghaibnya sang Imam .
Syiah Iran menginginkan keberadaan Rahbar selalu abadi, boleh berganti orangnya namun tidak dapat dihapuskan jabatan Rahbar dalam kelembagaan Wilayat al-Faqih, untuk kepentingan ini, maka Iran melarang adanya penghapusan Imamah dan Wilayat al-Faqih dalam konsitusinya (Lihat: Pasal 12 jo Pasal 57). Maksud dan tujuan pelarangan itu tidak lain adalah dimaksudkan untuk melanggengkan jaran Syiah dengan menginduk kepada Iran untuk mewujudkan kembali kekuasaan Persia yang telah dihancurkan oleh Khalifah Syaidina Umar bin Khathab ra. Syiah Iran sengaja mengkultuskan Syaidina Husein bin Ali bin Abi Thalib ra, mengingat beliau ra menikah dengan Syahbanu putri Kaisar terakhir Persia yakni Yazirgid.Syiah Iran mengklaim dari keturunan Syaidina Husein ra akan muncul Imam Mahdi as. Padahal Imam Mahdi kelak nanti akan dilahirkan melalui keturunan Syaidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Menurut riwayat hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa Imam Mahdi, namanya seperti namaku dan nama bapaknya seperti dengan nama bapakku, beliau adalah Muhammad bin Abdullah dan kemunculannya dari Madinah. Sedangkan Syiah mengklaim munculnya dari Isfahsan (daerah Iran) yang akan membangkitkan Syaidina Abu Bakar As-Shiddiq ra dan Syaidina Umar bin Khathab ra lalu kemudian menghukumnya dalam rangka pembalasan dendam, karena Syiah Iran menuduh kedua sahabat mulia Nabi Muhammad SAW telah merebut hak imamah Syaidina Ali bin Abi Thalib ra.
Sesungguhnya yang dinantikan oleh Syiah Iran adalah Al-Masikhul Dajjal Al-Muntazar Laknatullah, bukan Imam Mahdi. Kondisi yang demikian, hampir serupa dengan keyakinan kaum Yahudi yang mengetahui akan hadirnya Nabi terakhir dari keturunan Nabi Ibrahim as, mereka menginginkan dari ras mereka melalui Nabi Ishak as, namun ternyata Nabi terakhir dari keturunan Nabi Ismail as. Nabi Ishak as melahirkan para Nabi , tidak demikian halnya dengan Nabi Ismail as. Ketika Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi terakhir, mereka ingkar dan berbuat makar hingga saat ini dan berlanjut kelak sampai hadirnya Perang di Akhir Zaman (Al-Mahamah Al-Khubro/Armageddon). Hal yang sama terjadi pada Syiah Iran, mereka menduga Imam Mahdi dari keturunan Syaidina Husein ra, namun ternyata nanti dari keturunan Syaidina Hasan ra. Inilah siasat Yahudi untuk mengeksodus umat Islam menjadi Syiah dan otomatis menjadi pengikut Dajjal laknatullah dimasa yang akan datang.
Salah seorang pendeta Syiah Indonesia, Husein Ali Al-Habsyi turut hadir pada acara Asyuro di Balai Samudra, Jakrta Utara. Dia merupakan tokoh utama pada kasus peledakan di gereja Katholik Sasana Budaya dan gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara (24 Desember 1984), Malang, Jawa Timur. Juga, kasus peledakan Candi Borobudur (21 Januari 1985), Magelang, Jawa Tengah. Serta, rencana peledakan gagal di Bali (Maret 1985).
Dia merupakan tokoh utama pada kasus peledakan di gereja Katholik Sasana Budaya dan gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara (24 Desember 1984), Malang, Jawa Timur. Juga, kasus peledakan Candi Borobudur (21 Januari 1985), Magelang, Jawa Tengah. Serta, rencana peledakan gagal di Bali (Maret 1985).
Dalam acara Majelis Taqarrub Ilallah juga saya buktikan bahwa Syiah Iran merekrut berbagai preman-preman untuk menjadi tameng menghadang acara-acara sosialisasi tentang kesesatan Syiah, seperti yang terjadi di Karawang (2014), Bintaro (2014), Sentul (2015) hingga kasus Az-Zikra. Fakta telah berbicara, bahwa Syiah menggunakan tangan-tangan para preman, ditambah lagi dengan maraknya para imigran Syiah di berbagai wilayah seperti kawasan Bogor (Puncak) dan Kalimantan. Selain itu sejumlah pasukan siap mati mereka organisasikan, seperti pasukan Badar pimpinan Mayor (Laut) Isa Al-Mahdi Al-Habsyi, Pasukan Garda Kemerdekaan yang didirikan oleh Prof. Dawam Rahardjo, dan sejumlah pasukan lainnya yang tersebar di berbagai daerah. Wacana pembunuhan terhadap para ulama Ahlussunnah dan tokoh-tokoh pegiat anti Syiah bukan “omong kosong”, terbukti pada tahun 2013 Syiah telah mengirim 16 orang untuk berlatih militer di Lebanon dengan kekhususan sebagai penembak jitu.
Saya siap untuk bermubahalah dengan siapa saja yang menolak pernyataan ini: bahwa Organisasi Syiah yang ada di Indonesia seperti IJABI ataupun ABI semuanya menginduk kepada Rahbar Iran.
Penamaan Republik Islam Iran harus kita tolak, jangan menyebut Revolusi Islam Iran dan jangan pula mengatakan Republik Islam Iran, cukup katakana Revolusi Iran dan Republik Iran. Wahai para pendukung dan simpatisan Syiah sadarlah akan sinyal ancaman Syiah Iran ini. Tidak benar jika dikatakan “tidak Sunni tidak Syiah tapi Jumhur Islamiyah”, itu adalah bahasa kamuflase Syiah dalam ranah taqiyyah. Kelak nanti ketika mereka (baca: Syiah) kuat taqiyyah akan berubah menjadi tabiah, yakni mobilisasi untuk melakukan perlawanan yang lebih dahsyat terhadap Islam dan NKRI.
Takutlah akan catatan sejarah yang akan menuliskan nama-nama pendukung dan simpatisan Syiah di Republik Indonesia yang akan menjadi bahan bacaan generasi selanjutnya. Terlebih lagi tanggung jawab kepada Allah SWT dan bagaimana kita ketika berhadapan dengan sang idola Nabi Muhammad SAW yang telah mewasiatkan kepada umat yang memiliki ilmu tentang kewajiban untuk membela sahabat-sahabat beliau SAW dari caci-maki Syiah Rafidhah, jika tidak maka laknat Allah, laknat seluruh malaikat dan seluruh manusia kepadanya (Lihat: Qanun Asasi Nahdlatul Ulama).
Syukur Alhamdulillah, penjelasan dari KH. Ahmad Sobri Lubis yang mewakili FPI sangat memuaskan. Beliau berkali-kali menegaskan bahwa FPI tidak akan membiarkan Syiah melaknat para sahabat Nabi SAW, Syiah Rafidah harus ditindak oleh aparat penegak hukum. Sebelumnya, saya mendengar ceramah Habib Rizieq Syihab dalam acara Maulid di Jl. Wedana Jakarta Timur, beberapa hari yang lalu, dikatakan bahwa Syiah tidak ada yang baik, Syiah sama dengan “Kecoa” suka dengan kotoran. Selanjutnya, Habib Rizieq Syihab mengatakan jika mereka menyerang, umat kita harus siap!. Suatu pernyataan yang sangat mendukung bagi umat Islam dalam rangka melawan radikalisme Syiah.
Begitupun pernyataan KH. Luthfie Hakim yang menegaskan, bahwa dirinya bukan Syiah, adalah suatu pernyataan klarifikasi yang tepat. Selama ini media Syiah selalu menggunakan nama besar FBR untuk kepentingan Syiahisasi. Dengan pernyataan ini, maka FBR bukan alat Syiah dan FBR sangat mendukung gerakan perlawanan terhadap aksi-aksi brutal/premanisme darimanapun datangnya, FBR akan tampil di depan, bukan di belakang.
Kita berharap kedua kekuatan ini (FPI dan FBR) senantiasa aktif menjaga aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dari segala aksi penyimpangan dan penodaan agama, amin ya Robbal alamin.
Kepada KH. Muhammad Al-Khaththat (Sekjen FUI) saya mengucapkan terima kasih yang sangat besar, jazakumullah khoiron katsier, semoga Suara Islam sebagai penyelenggara tetap Jaya, amin ya Robbal alamin
Jakarta, 28 Februari 2015
*Sumber: arrahmah.com