Terhitung mulai 1 April 2015, calon penumpang kereta api harus menyisihkan uang lebih untuk membeli tiket karena semua harga berubah.
Manajer Humas PT KAI Daop 8 Surabaya Sumarsono menyatakan, kenaikan tarif dipengaruhi berbagai faktor. ’’Kenaikan BBM turut memberikan andil kami dalam menyesuaikan tarif,’’ ungkapnya Selasa (31/3).
BBM merupakan elemen yang banyak menyedot anggaran operasional, meski tarif yang dikenakan bersubsidi. Faktor lainnya adalah pengaruh kurs dolar terhadap rupiah serta perubahan pedoman perhitungan biaya opersional KA ekonomi dari 8 persen menjadi 10 persen.
’’Meningkatnya margin operasional itu untuk mengimbangi pemeliharaan sarana dan prasarana,’’ jelas Sumarsono.
Bertambahnya margin biaya operasional 2 persen memberikan kesempatan BUMN untuk melakukan reinvestasi penyediaan lokomotif dan gerbong kereta. Peremajaan diharapkan bisa berlangsung secara berkala.
Sumarsono menuturkan, untuk mendukung kelancaran operasional dan keselamatan, diperlukan penggantian spare part secara rutin. Apalagi, perusahaan pelat merah itu masih mengimpor sebagian suku cadang dari luar negeri. Transaksinya tentu menggunakan mata uang USD.
’’Kenaikan tarif kereta kami hitung berdasar jarak. Misalnya, KA Panataran (dari Stasiun Gubeng) tujuan Bangil atau Malang maupun Blitar tentunya tarifnya berbeda,’’ papar pejabat asal Sleman itu.
Kenaikan tertinggi terasa untuk kereta jarak dekat. Yakni, KA ekonomi lokal jurusan Stasiun Surabaya Kota–Kertosono. Tarif kereta yang menempuh jarak 87 kilometer itu dipatok dari Rp 2.000 menjadi Rp 10.000 atau naik 500 persen.
Sumber: JPPN