[Catatan Tragedi Mina] Ibadah Haji: Ujian Fisik, Mental dan Kesabaran Ekstra


Catatan: Ernydar Irfan*

Walaupun ibadah, tetap gak boleh terlalu nafsu. Itu pesan ketua KBIH kami di tiap minggu persiapan keberangkatan haji (tahun lalu). Apa-apa yang ditunggani nafsu itu ada Setannya. Jangan sampai maksudnya ibadah malah jadi pengikut setan.

Semua ibadah, walaupun sekecil apapun harus dilakukan dengan dasar ilmu. Saling meningatkan sesama muslim itu ibadah mungkin sekedar ibadah kecil, tapi kalau tidak disertai ilmu bagaimana cara mengingatkannya, apalagi malah disertai nafsu, bisa malah jadi menghasilkan dosa besar.

Apalagi ibadah haji, dimana dibutuhkan fisik, mental dan kesabaran ekstra. Bertemu manusia dengan berbagai tingkah dan karakter itu bagian dari ujiannya.

Kejadian di Mina, itu hanya satu contoh kejadian yang mengakibatkan accident besar. Gara-gara ada yang melanggar arus, jadi ribut hingga bentrok. akibatnya ratusan nyawa melayang.

Saat ibadah haji, kita akan temukan karakter-karakter ajaib, gak usah orang dari negeri lain yang hampir 180 drajat beda adat istiadatnya, sama sesama orang indonesia, bentrok-bentrok kecil ada. Budaya egois, mau cari enak sendiri, paling bener sendiri, itu letupan-letupan api kecil yang berpotensi jadi kecelakaan besar saat berkumpul dengan orang banyak.

Jadi, kejadian mina ini jangan sembarang nuding salahnya siapa. Apalagi menganggap bahwa ritual lempar jumarat selalu makan nyawa. Lalu merembet ada yang nyeletuk bahwa ini kegiatan gak masuk logika, sekedar lempar batu tanpa manfaat yang berujung maut.

Padahal kalau mau ditadaburi banyak hikmah dari ibadah itu yang sebenarnya begitu indahnya bagi kaum yang berfikir. Dimulai dengan meluruskan niat, melawan hawa nafsu dari mengeluh atas keletihan dan segala ujian lainnya. Bersabar dan teguh melawan segala bisikan setan untuk emosi berdesak-desakan. Kegiatan ini juga mengajak kita berisitghfar ketika mengalami hal-hal kurang menyenangkan. Bukankah niatnya ibadah? kalau hanya jadi pengeluh, pemgumpat, budak hawa nafsu, untuk apa pergi jauh meninggalkan apa yang kita cintai? Itu melatih mental dan karakter kita, dengan harapan ketika kita kembali ke rumah, kita mempunyai mentalitas dan karakter yang lebih baik dari sebelum kita berangkat.

Pun seandainya dikawal dengan jutaan petugas Arab Saudi pun, kalau masing-masing karakter tidak menjaga pribadinya, celaka ini tetap saja bisa ada. Bukan petugas/penyelenggara akar permasalahan sebenarnya. Seingatku tiap berapa meter ada petugas berdiri berteriak mengingatkan. Tapi tetap ada saja orang-orang yang gak sabaran yang langgar aturan. Ada-ada saja tingkah mereka, jadi jangan berpikir bahwa semua yang menjalankan ibadah disana adalah orang orang yang tidak punya sifat Jahiliah. Jadi gak elok lah kalau sembarang tuding menyalahkan.

Share-share berita jangan dengan narasi yang meresahkan. Kejadian di jalanan 204 dibilang lagi lempar jumarat, keluarga di Indonesia yang tidak tau bayangan disana bisa resah, karena mereka berpikir kejadiannya ditempat muara kegiatan dimana semua orang berkumpul, padahal disana banyak sekali jalanan dengan jalur berbeda ke area jumarat. Jangan menghebohkan suasana dan membuat orang lain cemas karena ketidak pahaman kita.

Bahkan media dengan jurnalis tanpa ilmu dan pemahaman kegiatan itu memposting judul berita dengan bodohnya "Kecelakaan ketika Lempar Jumarot" tanpa berpikir akibatnya, atau malah sengaja membentuk opini karena misi tertentu????

Wallahu'alam....

*dari fb