Kurban Pertama di Bukit Menoreh


[PIYUNGAN ONLINE] - Nama daerah ini begitu tenar, bukan karena prestasi atau problemanya, tapi karena S.H. Mintardja menulis berjilid-jilid buku berjudul "Api di Bukit Menoreh", novel silat Jawa berlatar konflik politik Mataram‎ masa lalu.‎  Apa kabar Bukit Menoreh?‎ Perkenankan saya berbagi secuil cerita, di tengah pendistribusian daging yang diamanahkan melalui Global Qurban ACT.

Rejosari, dusun di kecamatan Pakis Kabupaten Magelang ini, salah satu wilayah distribusi GQ.‎ Letaknya di Bukit Menoreh, tepatnya di lereng timur gunung Merapi. Di sini mayoritas warganya petani gurem (petani kecil, biasanya buruh tani atau mengolah sawah dengan luasan kurang dari satu hektar). Permukiman mereka rata-rata hanya rumah gedek (anyaman bambu), berlantai tanah.

Menyalurkan Qurban ke kawasan Bukit Menoreh, sebuah perjuangan. Lokasinya terpencil. Alam menyapa dengan kondisinya yang sedang kering kerontang. Begitu ada motor melintas, debu halus mengepul memaksa saya menutup hidung.‎ Pesan kuatnya, inilah daerah di mana manusia penghuninya bermental baja: bertahan dalam kesahajaan, bahkan kekurangan! Segala kelelahan saya terbayar, saat warga berkerumun ceria menyambut kedatangan kami dengan hangat.

‎Tak ragu saya ungkapkan, terjunnya GQ ACT ke Bukit Menoreh, tepat sasaran. Masyarakat sangat bahagia dan sangat menghargai daging kurban yang disampaikan untuk mereka. ‎Batin saya bergetar. Daging tak seberapa banyakyang kami sampaikan, cukup membuat seorang lelaki renta berdoa,"Mugi2 Gusti Allah maparingan barokah kalih panjenengan sedoyo (semoga Gusti Allah memberkahi anda semua)." dengan ramah ia katakan,"Mangke musim duren, monggo sederek-sederek ACT  dolan malih teng dusun kulo (nanti musim durian, saudara-saudara ACT berkunjung ke dusun saya lagi)."

Tak hanya keramahan warga - kontras dengan alamnya yang keras. Menurut Kepala Dusun Rejosari, Sutrisno, baru kali ini dusun yangf dipimpinnya mendapat kurban. "Dusun kami yang terpencil di Bukit Menoreh, di lereng Merapi ini, hampir terlupakan. Datangnya Global Qurban ACT, memicu kebahagiaan tak terkira bagi kami.  Ternyata masih ada (ACT) yang peduli kepada kami," kata Sutrisno.

‎Usai membagikan kurban, di perjalanan kembali ke markas ACT Jogja, benak saya bermain dengan narasi: antara Novel SH Mintardja dan fakta yang baru saya hadapi. Novel Mintardja memakai nama Bukit Menores sebagai representasi wong cilik, gurem, terlupakan. Hanya menjadi perlintasan dan ajang pertarungan pesilat-pesilat hitam dan putih. Dulu setting sosial itu kuat menggambarkan, kesahajaan adalah Bukit Menoreh. Sejak novel itu ditulis berpuluh tahun silam hingga beberapa menit lalu, Bukit Menoreh masih saja miskin! Dan warganya masih tetap tegar bertahan dalam kemiskinan! Ini tak boleh terjadi seterusnya. Semoga hari-hari berikutnya, bersama insan filantropis negeri ini, ada yang bisa kita perbuat untuk perbaiki nasib mereka.

Dalam tempat yang berbeda, hari Sabtu 26 september 2015 ACT DIY menyelenggarakan penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban yang dipusatkan di Piyungan Bantul Yogyakarta. Sebanyak 50 ekor kambing telah selesai didistribusikan ke wilayah kecamatan Piyungan yang terdiri dari tiga kelurahan dan daerah sekitarnya.

Sementara itu untuk daerah DIY Klaten dan Magelang ACT mendistribusikan 500 kambing qurban dan 38 ekor sapi yang turut meramaikan suasana hari qurban tahun ini.

ACT memilih daerah daerah yang terpelosok dan di antaranya adalah daerah yang mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih seperti Dusun Sanansari, Mojosari, dan Umbulsari.

Program penyaluran Qurban ini diselenggarakan oleh ACT Jogjakarta yang dipimpin langsung oleh Direktur ACT DIY Jateng, Awal Purnama,ST.

Sedangkan warga penerima yang diwakili oleh Cahyo salah satu ketua RT 08 dusun Petir menyampaikan terima kasih dan memberikan apresiasi yang positif terhadap kiprah dan kepedulian ACT.

*Foto: Keceriaan berpendar di tengah warga Bukit Menoreh‎ (foto: Risa/ACT DIY)