Oleh Abrar Rifai*
Kalau dulu saat kontroversi 'Surga Yang Tak Dirindukan', dengan berbagai pertimbangan, saya sengaja melewatkannya. Tapi, kali ini saya begitu terusik dengan tulisan Asma Nadia terkait musibah Mina, yang ditulisnya di Republika, Sabtu, 26 September 2015.
Sebelum masuk ke isi tulisan, Mbak Asma sudah membuat judul yang begitu melecehkan Saudi, “Karpet Merah Perenggut Nyawa”. Membaca judul ini, pembaca akan segera membuat kesimpulan, seakan-akan Saudi memang sengaja menginginkan terjadinya kematian pada prosesi ibadah haji yang dikelolanya. Karpet merah disediakan untuk dilalui Jamaah Haji atau umrah yang ingin direnggut nyawanya. Sadis!
Membaca tulisan Mbak Asma baris demi baris, semakin saya menemukan luahan emosi seorang Asma Nadia yang entah mewakili emosi siapa. Tak sekedar luahan emosi, tapi sudah berbentuk vonis menyalahkan Saudi, khas politisi atau pejabat negara. Lebih tepatnya, serupa dengan berbagai pernyataan para pejabat Iran.
Pada tulisannya tersebut, Mbak Asma begitu ceroboh membuat kesimpulan. Dangkal mengkaji dan meruntut berita, yang isinya akan dia kutip melalui tulisannya. Mbak Asma secara implisit memberikan penegasan bahwa sumber bencana adalah kegagalan Saudi dalam mengelola haji. Parahnya lagi, dijustifikasi dengan berita hoax, akan iring-iringan kendaraan pejabat Saudi. Mbak Asma semakin menjustifikasi keyakinan salahnya dengan cerita pengalaman pribadi saat thawaf. “Ternyata arus tawaf terhenti mendadak karena saat itu pintu Ka'bah dibuka, disertai kehadiran pejabat kerajaan,” begitu tulis Mbak Asma.
Sungguh tidak pada tempatnya seorang Asma Nadia menyalahkan pemerintahan Saudi. Mbak Asma seakan mengingkari kenyataan bahwa Saudi tidak pernah berhenti untuk memberikan pelayanan terbaik kepada Hujjaj yang jutaan jumlahnya membanjiri Tanah Haram setiap tahunnya. Perluasan Ka'bah, tempat thawaf yang dibuat bertingkat, pemenuhan semua infra struktur untuk wukuf dan lempar jumrah di Arafah dan Mina, penyediaan ambulans khusus untuk Jamaah yang sakit dan lain sebagainya. Itu semua dilakukan tanpa henti sepanjang tahun.
Bahwa Saudi harus melakukan evaluasi, iya! Saudi harus terus meningkatkan pelayanan, itu sudah barang tentu. Tanpa diminta pun Saudi telah melakukannya. Tapi, menyudutkan Saudi dengan diksi-diksi propagandis, ini akan semakin memberikan penjelasan pada khalayak, bahwa Asma Nadia kini telah melepaskan kejernihan fikrahnya, ketulusan dan kejujuran.
Kalau Mbak Asma bisa berimaji akan kejadian apa yang terjadi sehingga membuat tumpukan jamaah dan mengapa mereka berhenti, kenapa Mbak Asma tidak berimajinasi, ‘Andai Iran, Indonesia, Amerika atau Cina yang mengelola jutaan manusia dengan berbagai karakter dan bahasa, dari berbagai bangsa dan negara, pada tempat dan waktu yang sama, akankah negara-negara tersebut bisa lebih profesional dalam melayani dan memuliakan jamaah haji?
NB: Biar utuh membaca status ini, saran saya pada teman-teman, untuk membaca status saya sebelumnya (Mina Dan Propaganda Syiah)
*Sumber: dari posting penulis di wall fbnya (27/9/2015)