"Bukan jabatan atau posisi yang bisa membuat kita berkontribusi, melainkan kapasitas."
Dari sekian banyak kalimat menggugah dari beliau, mungkin ini yang paling saya ingat. Beliau ucapkan saat pembentukan gen AMPM (Anis Matta Pemimpin Muda) di Jakarta, 28 Februari 2014 yang lalu, sebulan jelang pemilu legislatif.
Tentu siapa saja bisa berkata demikian, tapi akan berbeda jika yang mengatakannya adalah sosok yang memberi teladan atas kata-kata yang ia ucapkan. Bagi saya, walau tidak pernah berinteraksi langsung dengan beliau, Anis Matta adalah sosok teladan di medan da'wah, muwasshofat berjalan. Darinya saya belajar bagaimana mencintai Indonesia dan jalan da'wah ini apa adanya, tanpa mengharap apa-apa selain keridhoan Allah semata, belajar untuk tidak mudah putus asa saat banyak yang mencerca, belajar untuk tidak gampang menyerah walau kesulitan dan kesempitan tampak nyata didepan mata.
Saya ingat di forum gen AMPM waktu itu, beliau membuka diskusi dengan pertanyaan "untuk apa kalian ada disini? Tentu kalian sudah tahu kalau PKS saat ini sedang dalam posisi terjepit, jangankan untuk punya calon presiden, banyak yang memperkirakan bahwa PKS tahun ini akan habis (tidak lolos ET.red)".
Setelah mendengarkan jawaban dari beberapa peserta diskusi, beliau menyampaikan bahwa sesungguhnya hanya keyakinan yang bisa membuat seseorang sanggup bekerja keras dibawah tekanan. Kalimat yang senantiasa terngiang setiap kali saya merasa bahwa pekerjaan saya terlalu sulit untuk diselesaikan. "Ayo jangan menyerah, macam gak punya iman aja" begitu kira-kira gumam saya dalam hati.
Walau terbentuk hanya selang sebulan sebelum pemilu, tapi dari gen AMPM inilah saya banyak mengenal lebih dekat sosok Anis Matta. Jika sebelumnya hanya mengenal lewat tulisan dan buku-buku, disini kami memiliki kesempatan untuk mengetahui sedikit sisi lain beliau, termasuk kebiasaan tilawah al qur'an dalam pesawat dari satu daerah ke daerah lain sepanjang masa kampanye dengan jadwal yang benar-benar tidak berjeda.
Saya masih ingat beliau pernah menghadiri kampanye nasional di salah satu kota di Sulawesi. Pagi sampai siang beliau menjadi juru kampanye, sore kembali ke Jakarta, besoknya pagi-pagi sekali sudah sampai di Padang dengan wajah sumringah.
Memasuki masa tenang, saat sebagian besar kader sudah tidak lagi disibukkan oleh agenda kampanye, bisa beristirahat, banyak yang bahkan sudah bisa jalan-jalan ke mall bersama keluarga, beliau tetap bekerja seperti biasa bahkan lebih keras.
Menurut kesaksian dari orang yang meliput aktivitas beliau sepanjang pemilu, tidurnya sedikit sekali, tidak jarang tidur hanya karena tidak sengaja ketiduran.
Beberapa kali saya meneteskan airmata, bukan karena sedih, tapi karena perasaan iri luar biasa, bagaimana rasanya mewakafkan diri untuk da'wah?
Saya sering bertanya-tanya dalam hati, koq bisa kesehatan tetap terjaga ditengah ritme aktivitas yang demikian padat, berpindah dari satu kota ke kota lain dengan berbagai moda transportasi.
Saat mengikuti aktivitas beliau selama kampanye akbar PKS di Balikpapan Maret 2014 lalu, saya akhirnya mendapatkan jawaban. Disela-sela jadwal kampanye, beliau tetap menyempatkan untuk olahraga, berbeda sekali dengan kita (atau mungkin cuma saya) yang selalu saja punya alasan untuk tidak olahraga teratur, belakangan saya juga tahu, bahwa dalam sepekan setidaknya beliau jogging 10 km.
Hal lain yang saya perhatikan adalah pola makan beliau, saya ingat sore setelah kampanye usai, kami diundang ke sebuah restoran di tepi pantai kota Balikpapan, saya perhatikan beliau tidak makan. Saya akhirnya memberanikan diri untuk bertanya langsung "koq gak makan ustadz?" beliau menjawab tidak makan karena memang belum lapar. Nah, Olahraga teratur dan pola makan yang terjaga ini lah yang sepertinya harus menjadi catatan penting agar kita tidak hanya tumbuh sebagai aktivis yang mapan secara pemikiran tapi kuat secara jasmani agar bisa bekerja dan berkontribusi maksimal.
Dimata saya Anis Matta bukan sekedar politisi yang menggeluti dunia politik demi popularitas dan kekuasaan, beliau jauh lebih daripada itu.
Berbekal kecakapan, kapasitas kepemimpinan, ilmu politik, jaringan, pengalaman sebagai pendiri partai reformasi, ditambah kemampuan komunikasi dan retorika yang diatas rata-rata, tentu mudah saja bagi beliau untuk memanfaatkan media sebagai sarana pencitraan, mendapatkan popularitas dan mempertahankan kekuasaan, tapi itu tidak beliau lakukan.
Walau kadang saya miris juga saat bertanya acak pada orang yang saya temui "kenal Anis Matta nggak?' lalu jawabannya adalah gelengan kepala. Bagaimana mungkin manusia dengan kapasitas seperti ini tidak dikenal orang? (asli gregetan!).
Pernah sekali saya protes, menyampaikan uneg-uneg ke sesama anggota gen AMPM, meminta agar setidaknya beliau menggunakan strategi pencitraan media seperti kebanyakan politisi, tapi yang saya dapatkan justru sebuah kisah tentang bagaimana beliau sangat hati-hati dalam perkara seperti ini.
Saya termasuk satu dari sekian banyak orang yang kaget dengan hasil Musyawarah Majelis Syuro PKS 10 Agustus kemarin.
Bagaimana tidak, selain berlangsung khidmat tanpa hiruk pikuk media, hasilnya sungguh diluar dugaan. Saya selalu berfikir, bahwa dengan keberhasilannya menakhodai PKS menerjang badai, memimpin pemenangan disaat-saat sulit, tentu Anis Matta akan kembali dipercaya untuk menduduki posisi Presiden Partai.
Tapi PKS memang berbeda dan kedewasaan politik mereka tunjukkan dari cara mereka melakukan pergantian kepemimpinan. Saya percaya sepenuhnya pada hasil musyawarah Majelis Syuro sebagaimana saya juga sangat percaya pada keikhlasan, kapasitas dan integritas orang-orang didalamnya.
Walau demikian, terbesit rasa sedih didalam hati, tentu bukan karena Anis Matta kehilangan posisi presiden, apalagi sekedar karena 'turun kelas' menjadi ketua bidang. Entahlah, rasanya seperti beliau akan pergi jauh, seperti akan ada yang hilang, muncul lintasan fikiran setelah ini pasti akan semakin sulit bertemu untuk mendapatkan nasihat langsung dari beliau, bahkan ada semacam prediksi bahwa setelah ini beliau akan lebih banyak menghabiskan waktu diluar negeri sesuai amanah baru sebagai ketua bidang kerjasama internasional.
Terima kasih banyak Ustadz, atas 974 hari yang penuh kerja keras dan keteladanan, terima kasih telah meyakinkan kami bahwa badai sekeras apapun akan mampu kita lalui dengan keimanan.
Selamat bertugas di medan da'wah yang baru, kami percaya sepenuhnya bahwa anda tidak akan meninggalkan kami. Karena ibarat matahari, anda tidak pernah benar-benar pergi, hanya terbenam untuk kemudian terbit disisi bumi yang lain. Kami yakin sepenuhnya, bahwa tugas apapun yang anda emban, kontribusi dan pengorbanan untuk Agama, Bangsa dan Negara ini akan semakin bertambah. Bukan dengan posisi atau jabatan, melainkan dengan kapasitas dan peran, seperti yang selalu anda sampaikan.
Do'a dan harapan besar kami akan selalu membersamai, Semoga Allah Ridha.
Muhammad Fajar Shiddieq
Korwil gen AMPM Kalimantan Timur
Foto: Tribunnews.com