Munas ke-4 PKS yang baru selesai digelar (14-15 September) Ustadz Cahyadi Takariawan diberi amanah sebagai Ketua Bidang Wilayah Dakwah Sulawesi.
Berikut Catatan Kecil pasca Munas yang ditulis beliau di dinding facebook PKS Yogyakarta:
(1)
Betapa lemahnya kita sebagai hamba. Terlalu lemah.
Bahkan kadang untuk sebuah keinginan yang sederhana sekalipun kita tidak mampu mendapatkannya.
Saya merasa punya hak untuk pensiun dari amanah struktural. Saya akan konsentrasi pada amanah dakwah kultural.
Sangat banyak hal bisa kita kerjakan dalam bingkai kultural.
Bukankah pensiun itu keinginan sangat sederhana? Itu saja tidak bisa saya dapatkan.
Sangat banyak kader muda usia lebih layak mengampu amanah struktural. Namun ternyata orang tua seperti saya masih dipasang juga.
(2)
Namun kadang kita menjadi kuat. Sangat kuat.
Sampai bisa mendapatkan hal yang rasanya mustahil untuk bisa kita dapatkan.
Bagaimana Setiaji ---seorang kader dari Sleman DIY--- bisa diundang Raja Saudi untuk menunaikan haji? Jika dipikir-pikir rasanya tidak mungkin ia diundang Raja Saudi.
Begitulah rupanya logika kelemahan dan kekuatan. Sebagai individu kita sangat lemah. Namun sebagai jama'ah kita sangat kuat.
Tidak ada kekuatan pada kerja yang sendirian. Sangat banyak kekuatan pada kerja kolektif dan berjama'ah.
(3)
Kita bekerja bukan karena manusia. Kita bekerja karena Allah. Kita bekerja karena paham makna berjama'ah. Ada visi peradaban, ada tujuan, manhaj dan cita-cita. Ada harapan dan impian bersama.
Untuk itu semua kita bekerja.
Saya dan banyak kader lainnya sudah bekerja dalam amanah struktural sejak periode pertama hingga sekarang.
Saya mengemban amanah struktural bersama-sama para kader sejak periode Nurmahmudi Ismail, Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Luthfi Hasan Ishaq, Anis Matta dan Sohibul Iman. Saya mencintai mereka semua.
Kita bekerja pada periode semua pemimpin. Kita bisa dipimpin dan diatur oleh semua pemimpin yang datang pergi silih berganti.
(4)
Kesetiaan kita adalah kepada manhaj, kepada visi peradaban, kepada jama'ah, kepada cita-cita. Bukan kepada orang per orang.
Pemimpin bisa setiap saat datang pergi silih berganti. Orang-orang bisa datang pergi, bisa datang dan datang lagi. Bisa pergi dan pergi lagi....
Kita bukan prajurit orang per orang. Kita prajurit visi, cita-cita, manhaj dan jama'ah dakwah.
Demikian pula pemimpin dakwah di wilayah serta daerah bisa datang pergi silih berganti. Itu hal yang biasa saja. Bahkan keharusan.
Semua dari kita siap bekerja, siapapun pemimpinnya. Kita tidak mengenal figuritas. Bahwa kita hanya mau bekerja jika dipimpin oleh si Fulan.
Tentu kita mencintai semua kader ---terlebih figur pemimpin dakwah. Namun kita lebih mencintai visi, cita-cita, manhaj dan kesatuan jama'ah beserta perjuangannya.
Pak Cah
Kalibata 16 September 2015