Bergabungnya PAN ke kubu pemerintah mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak. Tarli Nugroho, pengamat sosial politik alumnus UGM dan peneliti di Mubyarto Institute Yogyakarta, memberikan analisanya.
Berikut analisa Tarli Nugroho yang ditulisnya di dinding facebook, Kamis (3/9/2015):
LICIN
Sesudah Reformasi, dari seluruh partai politik, hampir semuanya pernah mengalami fase dimana sejumlah elite partainya pernah terbelit oleh persoalan hukum. Bukan hanya elitenya, beberapa partai bahkan mengalami ketua umumnya diseret ke pengadilan, mulai dari Golkar pada masa Akbar Tanjung, hingga yang terakhir adalah Demokrat (Anas Urbaningrum), PKS (Luthfi Hasan Ishaaq) dan PPP (Suryadharma Ali). Beberapa partai, meski tak pernah sampai ke pengadilan, sejumlah ketua umumnya juga pernah merasakan dirongrong oleh kasus besar yang membetot perhatian publik, seperti PDI-P (kasus SKL BLBI), PKB (kasus DPPID), dan Partai Demokrat (kasus Century).
Jika dicermati, dari seluruh partai lama hasil Reformasi yang kini masih eksis, hanya PAN yang sejauh ini posisinya relatif "aman". Adakah kasus yang pernah merongrong ketua umum atau elite PAN?! Hampir nihil.
Jangan lupa, sejak Reformasi, belum pernah sekalipun PAN berada di luar pemerintahan. PAN selalu berada di dalam lingkaran inti kekuasaan.
Pertanyaannya kemudian, sebersih itukah mereka, sehingga meskipun selalu berada di pusaran inti kekuasaan, mereka tak pernah tersentuh oleh persoalan hukum?!
Tentu saja itu pertanyaan yang keliru. Yang jelas, selicin itulah PAN! Melihat akrobat politik yang kini dimainkan oleh PAN, yang akan mengingatkan kita pada akrobat serupa pada 2009 silam, tak ada kesimpulan lain yang bisa ditarik, bahwa kunci yang bisa menjelaskan tetap amannya (elite) PAN selama ini mungkin terletak di kemampuan akrobatiknya itu.
Ya, PAN memang licin. Atau, licik?!
*foto: Konpres Presiden Jokowi dan Ketum PAN, menjelaskan bergabungnya PAN ke pemerintah (2/9/2015) [detik.com]