Berkumpul Bersama Keluarga Di Surga



Saat lebaran Idul Fitri atau saat Idul Adha, biasanya satu keluarga berkumpul untuk shalat Idul Fitri atau sholat Idul Adha. Kadang anak-anak yang jauh-jauh dengan sengaja pulang kampung untuk bertemu orang tua dan saudaranya. Saking semangatnya kadang pulang dengan mobil atau motor, menurut data departemen perhubungan 515 orang meninggal selama lebaran tahun ini. Saudaraku kenapa begitu semangatnya kita berkumpul keluarga di kampung dunia. Kita harus lebih semangat agar disurga besok satu keluarga bisa berkumpul lagi dikampung akherat yang kekal.

Ada penggalan doa yang nyaris tak pernah kita lewatkan setiap usai shalat,  رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ ”Ya Rabb, karuniakan kami dengan menjadikan istri serta anak kami penyejuk mata. (QS Al-Furqan 74) setidaknya cermin, kita ingin memperoleh keturunan yang baik. Seseorang penjahat, pelaku kriminal, pezina, penipu, siapapun, pasti ingin anak keturunannya menjadi orang baik-baik. Itu suatu nurani.

Harapan memiliki keluarga dan keturunan yang shalih, makin kuat. Terutama dengan tantangan zaman yang semakin keras menerpa moral dan agama. Anak-anakmu bukanlah anakmu, tapi mereka adalah anak zamannya, begitulah ungkapan seorang penyair menggambarkan pengaruh zaman yang mempengaruhi kepribadian anak

Adalah seorang tabi'in bernama Sahal at-Tastri berjanji kepada Allah untuk anaknya saat istrinya hamil. Ia mengajak anaknya untuk beramal shalih dan berharap agar Allah memberi kehormatan kepadanya dengan anak shalih. Katanya,”Sesungguhnya aku berjanji kepada Allah, aku akan memelihara anakku sejak saat ini, ketika anakku masih dalam bentuk benih atau janin, sampai nanti kelak Allah membangkitkan mereka pada alam kehidupan yang nyata".

Mendidik anak dan keluarga untuk tetap berada dalam jalan hidayah Allah sebenarnya banyak bertumpu pada bagaimana kualitas ketakwaan dan keshalihan orang tua. Firman Allah SWT, ”Wahai orang-orang beriman, pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS at-Tahrim [66]6)

Ayat ini menyebutkan pemeliharaan itu berawal dari pemeliharaan terhadap diri sendiri atau pihak orang tua. Setelah itu, barulah pemeliharaan itu diarahkan pada sanak keluarga. Ali ra berkata, “Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu".

Penerapan tugas ini dimulai dari diri sendiri, itu harus memperhatikan dirinya dan meluruskan dengan istiqamah baru kemudian berpindah kepada lingkungan keluarga.

Allah berfirman, “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat (QS Al Syu'araa 26: 214) “

Upaya melindungi diri seorang mukmin dan keluarganya dari api neraka tidak akan berhasil, kecuali dengan cara meninggalkan maksiat, mengerjakan ibadah, serta memperhatikan pelaksanaan ajaran Allah SWT oleh keluarganya dengan cara mengawasi seperti mengawasi dirinya sendiri. Jangan sampai orang tua hanya memperhatikan persoalan-persoalan materi dan dunia anak-anak, dengan mengabaikan nasib mereka di akhirat dan mengabaikan pendidikan mereka berdasarkan nilai-nilai akhlak dan spiritual yang luhur. Jangan hanya memperhatikan agar anak-anak memperoleh ijasah-ijasah yang tinggi demi mencapai masa depan yang gemilang dari segi materi dan meraih kedudukan, posisi dan jabatan, tanpa diiringi perhatian terhadap pendidikan mereka berdasarkan hukum dan jiwa Islam.

Rasulullah saw telah menjelaskan bahwa pendidikan adalah persoalan yang sangat krusial dan faktor terkuat dalam membentuk karakter kepribadian anak. Beliau saw bersabda, “Tiada seorang manusia pun, kecuali terlahir dalam keadaan fitrah. Lalu orang tuanya menjadi kannya yahudi, nasrani atau majusi".

Allah berfirman  “Tetaplah atas fitrah Allah yang telah ditanamkan-Nya pada manusia. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS ar-Rum [30]30)

Keshalihan orang tua juga ternyata memiliki akibat keturunannya. Lihatlah jawaban Nabi Khidir ketika Nabi Musa as bertanya,”Kenapa ia menolak mengambil upah memperbaiki sebuah rumah yang hampir runtuh? Jawaban Nabi Khidir adalah,”Adalah orangtua mereka itu orang shalih." (QS. Al-Kahfi 82)

Nikmat bagi keluarga yang tumbuh dalam ketaatan dan amal shalih adalah, Allah akan mempertemukan mereka di surga yang abadi  mereka bernostalgia saat didunia.

Allah swt berfirman, “Orang-orang mukmin masuk ke dalam surga dan merasakan kenikmatan. Penghuni surga menikmati segala kelezatan yang diberikan oleh Tuhan mereka. Tuhan mereka menyelamatkan penghuni surga dari adzab nereka Jahim. Para malaikat berkata kepada penghuni surga, “Makanlah dan minumlah dengan senang hati. Ini semua merupakan balasan amal shalih yang kalian lakukan di dunia dahulu. Para penghuni surga duduk bersandar pada di dipan-dipan yang tertata rapi. Mereka ditemani bidadari yang berkulit putih bersih dan bermata indah.

Orang-orang mukmin berada di dalam surga disusul oleh anak keturunan mereka yang beriman. Kami kumpulkan orang-orang mukmin bersama dengan anak keturunan mereka. 

Kami tidak mengurangi sedikitpun pahal atas amal mereka. Setiap orang mendapatkan pahala sesuai amal shalih yang dilakukan didunia. Kami karuniakan kepada para penghuni surga buah-buahan, sayur mayur dan daging yang mereka inginkan. Di dalam surga, mereka saling mengulurkan gelas berisi minuman. Di dalam surga tidak ada ucapan sia-sia dan tidak pula ada perbuatan dosa. Para penghu ni surga di kelilingi pelayan-pelayan muda. Mereka itu putih bersih laksana mutiara dan berjajar rapi. Para penghuni surga duduk saling berhadapan untuk berceng krama (nostalgia) membicarakan keadaan mereka di dunia dahulu. Sungguh, Kami dahulu berada ditengah keluarga kami yang selalu takut akan adzab Allah. Lalu Allah memberikan karunia kepada kami. Allah menjauhkan kami dari adzab yang membina sakan di akhirat. (QS At-Thuur[52]17-28)

Dalam Al'tiqaad, Bahihaqi meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad kepada Ibnu Abbas. Bahwa setelah Allah menurunkan surat An-Najm ayat 39 yang artinya, ”Tidak ada (paha la) bagi manusia kecuali sebatas apa yang diupayakan. Allah menurunkan pula surat ath-Thur ayat 21, Kami pertemukan mereka dengan keturunan mereka. Ibnu Abbas mengomentari bahwa yang membuat mereka dipertemukan itu adalah keimanan. “Allah memasukkan anak-anak dan keturunan itu kesurga, karena kebaikan dan keshalihan orang tua mereka, begitu katanya. Riwayat lain menyebutkan bahwa Allah swt mengangkat keturunan orang mukmin bersama orang tuanya dalam tingkatan yang sama di surga, meski mereka mungkin tidak sama amalmu dengan orang tua mereka.

Riwayat Ath Thabarani dari Ibnu Abbas ra dari Nabi Muhammad saw bersabda,”Apabila seseorang masuk surga, maka dia menanyakan tentang kedua orang tuanya, istrinya dan anaknya. Maka dijawab,”Sesungguhnya mereka tidak sederajat denganmu. Maka orang tua itu berkata,”Ya Tuhanku, aku telah beramal untuk diriku dan juga mereka. Maka diperintahkanlah supaya mereka digabung dengan nya. Dan selanjutnya Ibnu Abbas membaca yakan ayat Dan orang-orang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan tiada mengurangi sedikit pahala amal mereka (QS Ath Thur 21).

Ali menceritakan,”Khadijah pernah bertanya kepada Nabi saw tentang dua orang anaknya yang meninggal dunia semasa jahiliyah. Maka Rasulullah bersabda, ”Keduanya di neraka. Maka ketika menangkap ketidaksukaan di wajah khadijah, beliau menegaskan,  ”Kalau engkau melihat posisinya pasti engkau akan benci pada mereka.” Khadijah bertanya lagi, ”Wahai Rasulullah, anakku darimu.” Beliau menjawab, ”Dia disurga. Lalu beliau bersabda ”Sesungguhya orang-orang musyrik beserta anak-anak mereka di neraka,” Lalu beliau membacakan ayat ,”Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan (HR  Ahmad)

Syarat keimanan dan kesholehan harus saling mendekati agar bisa reuni keluarga di surga, Allah berfirman,

“Wahai Muhammad, apakah sama orang yang mengerti tentang kebenaran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dengan orang yang buta terhadap kebenaran? Sesungguhnya hanya orang-orang yang memiliki akal sehat yang memperhatikan perbedaan itu, yaitu orang-orang yang mau menyempurnakan janjinya kepada Allah dan tidak merusak perjanjiannya itu, orang-orang yang mau menyambung silaturahmi yang Allah perintahkan kepada mereka, mereka yang takut kepada Tuhan mereka dan takut akan balasan yang buruk di akhirat atas perbuatan mereka di dunia. Orang-orang yang bersabar mencari keridhaan Tuhan mereka, mereka melaksana kan shalat mengeluarkan zakat secara sem bunyi-sembunyi atau terang-terangan dari seba gian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka membalas perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Mereka itu akan mendapatkan balasan yang baik kelak di akhirat, yaitu surga 'Adn. Mereka akan memasuki surga itu bersama nenek moyang (bapak-bapak) mereka yang shalih, istri-istri mereka dan anak keturunan (cucu) mereka. Malaikat masuk ke tempat mereka dari setiap pintu. Para malaikat mengucapkan, “Salam sejahtera bagi kalian karena kesabaran yang telah kalian lakukan di dunia”. Dan sungguh bagi kalian balasan yang baik di akhirat (QS Ar-Ra'd[13]19-24)

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha: 132)

Wahai Anakku tersayang, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.  (QS Luqman 13)

Wahai anakku tersayang, laksanakan shalat , suruhlah manusia berbuat baik dan cegahlah manusia berbuat dosa. Bersabarlah kamu menghadapi segala cobaan yang menimpa dirimu. Sungguh, perbuatan demikian itu terma suk perbuatan yang berat. “Wahai Anakku tersayang, janganlah kamu bersikap sombong kepada manusia. Janganlah kamu berjalan dimu ka bumi dengan sikap angkuh. Sungguh Alah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman 17-18)

Wahai Tuhanku, jadikanlah aku orang yang selalu melaksanakan shalat. Begitu juga anak keturunanku. Wahai Tuhanku, kabulkanlah doaku. Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku serta orang-orang mukmin pada hari perhitungan amal di akhirat (QS Ibrahim 40-41)

(Abu Azzam)