Seorang pengusaha yang rajin menulis dan mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, Ferry Koto namanya, lewat akun Twitter-nya pada Jumat kemarin, 27 Februari 015 mengatakan Gubernur DKI Jakarta Ahok lagi-lagi mengambil langkah “perlawanan” dibanding mengoreksi diri karena ada kesalahan.
“Seperti biasa, @basuki_btp keluarkan statemen kesannya benar, tapi pada dasarnya tunjukkan dia tidak paham. Lagi-lagi usik soal listrik, kali ini soal UPS, yang kebetulan saya insinyur listrik. Naifnya @basuki_btp, siapa pembisiknya?” tulisnya dalam beberapa kali twit-nya.
Ia pun menjelaskan kasus awal kisruhnya hubungan DPRD DKI Jakarta dengan Ahok terkait APBD.
Persoalannya, kata Ferry, Ahok mengirim APBD-P ke Kementerian Dalam Negeri yang tidak sesuai. Ahok mengirim APBD untuk disahkan Kementerian Dalam Negeri, tapi yg dikirim bukan APBD hasil pembahasan dengan DPRD.
“Jelas itu salah dan melanggar undang-undang, apalagi jika @basuki_btp lakukan dengan sadar. Dan @Kemendagri_RI sdh nyatakan salah,” kata Ferry.
Begitu pula soal pernyataan Ahok soal kesengajaannya mengirim dokumen APBD yang bukan hasil pembahasan tersebut karena menemukan ada “titipan dana siluman”.
“Mestinya, jika @basuki_btp betul temukan ada lembaran yang diselipkan dalam APBD (di luar pembahasan), dia harus lapor Pmpinan DPRD. Diusut siapa yang selipkan. Itu kriminal. Bukan malah @basuki_btp lakukan pelanggaran dengan kirim APBD asal yang belum dibahas. Itu sama saja @basuki_btp melakukan pemalsuan dokumen pembahasan APBD dan ini sama saja pelanggaran. Itu pokok soal asalnya.
Mestinya @basuki_btp mengakui itu salah dan perbaiki. Apa pun alasannya, itu salah. Sambil ungkap titipan siluman tersebut. Dan titipan siluman yang diselipkan tersebut harus dibuktikan. Tapi, faktanya, kejaksaan saja belum terima laporannya.
Kesannya, @basuki_btp mencari pembenaran atas kesalahannya memalsukan pengiriman dokumen APBD denga isu titipan dana siluman,” tutur Ferry.
Ahok mengatakan, soal dana titipan siluman APBD 2015 itu antara lain terkait pengadaan UPS, dengan harga satu UPS katanya sampai Rp4 miliar.
“Dan soal harga UPS ini, lagi-lagi @basuki_btp ngaco buat statemen. Dia katakan UPS di pasaran 10 jutaan. Ngawur sekali. Karena, UPS harga miliran memang ada. Industrial class UPS namanya, yang kapasitasnya ratusan ribu watt, bukan UPS biasa.
Pak @basuki_btp, kalau Anda tanya teman Anda yang hanya pedagang Glodok, tentu jarang yang tahu industrial UPS atau bank power ini.
Pedagang Glodok jualannya UPS home/office use, kelas jutaan atau paling ratusan juta. Berbeda Pak @basuki_btp jenisnya. Industrial UPS dengan 3 fasa kapasitas ratusan ribu watt, harganya bisa miliaran. Itu konfirm ada @basuki_btp. Pembisik Anda lagi-lagi kurang data. Nah soal berapa pasti harga pengadaannya, tentu harus dilihat spek, jenis, merek, dan lainnya, @basuki_btp. Itu tugas Anda mestinya mengawasi. Awasi lewat pembahasan bersama DPRD agar spek barang dan harga sesuai dan tidak ada tipu-tipu dalam APBD, tadak ada dana siluman,: ungkap Ferry lagi.
Soal anggaran UPS R 4 sampai Rp5 miliar, apakah wajar?
“Jawabnya tergantung seperti apa pekerjaan pengadaannya. Kalau dari berita, pengadaan UPS 2014 itu UPS 120 KVA sangat besar. Harga UPS 120 KWatt bisa Rp1-2 miliar tergantung spek dan merek. So wajarkah anggaran Rp4-5 miliar? Bisa tidak wajar, tapi bisa jadi wajar, tergantung apa saja pekerjaan yang harus dilakukan rekanan dalam suplly UPS tersebut. Dari segi fisik saja, UPS 120K tersebut, selain besar, juga berat, sampai ton, plus baterai. Butuh bangunan khusus. Selain butuh bangunan khusus, UPS120K butuh instalasi khusus. Tidak sama dengan jenis yangg dijual kawan @basuki_btp di Glodok, yang tinggal colok. Selain instalasi khusus, memasang UPS 120KVA tersebut butuh tenaga ahli khusus, jadi beda jauh dgn UPS Rp10 jutaan, Pak @basuki_btp,” katanya.
Menurut Ferry, bila membaca berita yang menyatakan Ahok mengungkit soal pengadaan UPS120 KWatt 2014, banyak sekali kesalahan Ahok sebagai gubernur kalau dicermati dari berita tersebut.
“… dan itu semua fatal. Pertama, itu adalah pengadaan sah yang ada di APBD-P 2014, yang ajukan pemerintah (suku dinas pendidikan), sehingga kalau sekarang @basuki_btp menyatakan dia sudah tahu itu dana ‘titipan siluman’ tapi dia sebagai gubernur membiarkan, itu salah,” tuturnya.
Ahok sebagai gubernur, tambahnya, telah membiarkan korupsi, penyimpangan, kalau benar tuduhannya itu titipan. Pengadaan UPS itu pada November 2014. Ahok bisa dituduh mendiamkan korupsi terjadi, apalagi lelangnya terbuka.
“Sekali lagi soal harga Rp4-5 miliar untuk pengadaan UPS apakah wajar atau tidak, itu tergantung spek pekerjaannya. @basuki_btp bisa diselidiki.
Yang jadi soal, jika Pak @basuki_btp dengan beraninya katakan itu ‘titipan siluman’ tanpa pengetahuan soal jenis UPS yang diadakan, fatal. Pak @basuki_btp bisa dituduh asal bicara, apalagi dia perbandingkan dengan UPS di Glodok yang harganya Rp10 jutaan.
Fatal sekali..Kalau pembisik Pak @basuki_btp pintar saja sedikit soal listrik atau UPS, mestinya sadar meributkan UPS itu seperti menepuk air di dulang. Sama persis dengan kasus marah-marah @basuki_btp ke @pln_123 yang salahkan listrik mati sehingga pompa tidak bekerja, Jakarta banjir.
Marah-marah itu makin menunjukkan @basuki_btp tidak paham persoalan, sekadar ramai, cari kambing hitam, atau pembisknya tidak kapabel. Kalau mau permasalahkan pengadaan UPS di APBD2014 atau 2015, Pak @basuki_btp mestinya cari siapa konsultannya, kok bisa UPS yang diadakan. Bukan persoalkan harga, yang hanya bisa disimpulkan pelanggaran jika sudah diaudit pekerjaan dan harganya.
Pasti ada yang salah di konsultan pemprov/Sudin Pendidikan DKI, kok usulkan UPS untuk mengatasi listrik mati di sebuah sekolah. UPS kapasitas besar sampai 120Kwatt diperuntukan untuk peralatan sensitif yang tidak boleh mati sesaat pun karena berisiko besar. Misalnya untuk peralatan rumahsakit, ruang operasi, peralatan produksi industri, di mana tidak boleh terjadi listrik mati sesaat pun. Sementara untuk sekolah tentu tidak ada perlatan sensitif yang perlu sedemikian dijaga agar tetap menyala. Yang tepat mestinya genset,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan ahli hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia, Masnur Marzuki.
“Mengajukan draft APBD yang bukan hasil pembahasan dengan DPRD ke Mendagri itu namanya apa bukan memperkosa hukum? Memaksakan diri menggunakan e-budgeting sementara ada peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Dalam Negeri tentang tata cara pengajuan APBD, apa itu bukan ngawur? Maunya bersih-bersih tapi dengan cara kotor tabrak aturan, apa itu bukan paradoks dan mengangkangi hukum namanya? Bung Hanta Yudha malah kisruh ini soal teknis. Saya tidak sepakat. Ini soal substantif karena Ahok mengajukan APBD ilegal,” kata Masnur lewat akun Twitter-nya, Jumat malam kemarin. Masih banyak lagi pemaparan Masnur soal kisruh DPRD dan Ahok. [pn]