Ruki Sebut Pimpinan Lama KPK Tidak Benar






Kasus Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif menuai berbagai persepsi bagi publik. Banyak pihak menyebut hal itu merupakan upaya kriminalisasi untuk KPK.



Namun, tidak untuk Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki. Dia menilai kasus kedua pimpinan KPK non-aktif itu lahir lantaran 'ulah' dari sikap ataupun tindakannya selama ini.



"Kan pimpinan KPK lama yang tidak benar," cetus Ruki di gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/2), dilansir merdeka.com.



Ruki mengungkapkan penyataan tersebut usai diberondong banyak pertanyaan oleh media terkait belum terselesaikannya semua perencanaan penuntasan kasus-kasus yang sedang ditangani KPK. Bahkan, rencana yang sudah diangan-angankan harus terhenti oleh penetapan status tersangka dari kepolisian kepada dua pimpinan non-aktif lembaga antirasuah tersebut.



Ruki yang disinggung soal status tersangka Abraham Samad (AS) maupun Bambang Widjojanto (BW) pun enggan menjawab lebih jauh. Dia hanya menjawab dengan diplomatis.



"Kami menghormati Mabes Polri yang punya kewenangan untuk mengusut seseorang siapa pun, sama juga KPK harus dihormati untuk mengusut seseorang siapa pun itu tentu konteksnya korupsi, ini pengertian dalam bangun komunikasi baik antar lembaga maupun personal," jelas Ruki.



Sehingga menyangkut status AS dan BW, kata dia, menjadi catatan khusus bagi lembaga antirasuah.



"Yang sedang kami tangani adalah mengenai kasus dimana saudara AS dan saudara BW dijadikan tersangka. Itu juga menjadi catatan khusus," tandasnya.



Seperti diketahui Ketua dan Wakil Ketua KPK non-aktif, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri saat masih aktif menjabat Ketua dan Wakil Ketua KPK.



Bareskrim Mabes Polri menetapkan AS sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Sementara untuk BW, Bareskrim juga menetapkan status tersangka namun dalam kasus yang berbeda yakni dugaan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi.