Golkar: Tak Tepat, Jokowi Harus Cabut Tuduhan Sebelum Terlambat





Semula, Joko Widodo menuding kaum spekulan sebagai penyebab melonjaknya harga beras di pasaran hingga 30%. Namun, anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Anthon Sihombing berpendapat lain.



"Harga beras naik karena memang saat ini sedang masa paceklik," kata Anthon.



"Karena itu tidak terlambat jika Presiden Jokowi mencabut tudingan itu dan selanjutnya menjaga stabilitas harga dengan mengimpor beras," ujarnya, Ahad, 1 Maret 2015.



Sebetulnya ada langkah lain untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran. Caranya dengan mengadakan operasi pasar (OP) oleh Badan Usaha Logistik (Bulog). Yang jadi persoalan adalah Bulog menjual beras yang berkualitas rendah. Kendati demikian, harganya tetap di atas rata-rata, yaitu mencapai Rp 11 ribu per kilogram. Hal senada juga dilontarkan Ketua Bagian Humas Ketua Bidang Humas Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Tri Sasono.



"Akibat kenaikan harga beras telah meyebabkan penghasilan kaum buruh makin jauh panggang dari hidup sejahtera," kata Tri Sasono ketua Bidang Humas Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu.



Kenaikan Upah Minimum Regional (UMP) yang dinikmati buruh untuk Tahun 2015, menurut Tri, tidaklah mencukupi apalagi saat ini dibarengi dengan komponen harga ongkos transpirtasi yang ikut naik karena dipicu kenaikan harga BBM.



Tri mengatakan, seharusnya OP dilakukan menggunakan beras raskin yang disimpan di Bulog dan dijual dengan harga Rp7.300/orang. Terkait pernyataan Jokowi bahwa ada yang bermain yang menyebabkan harga beras justru disebabkan oleh menterinya sendiri yaitu menko yang dipimpin Puan Maharani.



"Kenaikan harga beras bukan karena adanya yang ingin bermain agar pemerintah mengizinkan impor beras adalah salah besar, melainkan akibat paceklik," ujar Tri lagi. [*]