Sehubungan dengan rencana pemerintah RI yang ingin minta maaf kepada keluarga dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu akan segera bertemu Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan agar pemerintah tidak minta maaf kepada keluarga maupun simpatisan PKI.
“Nanti saya sampaikan ke Presiden. Harusnya logika kita dipakai dong, ngapain kita minta maaf dengan mereka yang dulu pernah bunuh jenderal kita,” kata Ryamizard kepada saat dialog dengan wartawan di kantornya, Rabu (19/8).
Menggunakan logika manapun, kata Menhan, minta maaf kepada PKI tak masuk akal.
“Pake logika aja, yang berontak siapa, yang bunuh duluan siapa, yang bunuh tentara kita siapa? Masa yang berontak dan membunuh kita malah minta maaf. Itu sama saja saya dipukulin atau digebukin terus saya minta maaf,” tegasnya.
Ryamizard pun mengaku tak takut dengan anggapan negara luar atau pihak asing akan mengkritiknya soal pernyataannya itu. Pasalnya menurut mantan KSAD itu, Indonesia tak pernah juga mau ikut campur dengan permasalahan negara lain.
“Asing tak perlu ikut campur, ngapain kita takut dengan asing bakal kritik. Kita negara berdaulat tak pernah ganggu negara lain juga. Sejarahnya sudah jelas kok jenderal kita yang dibunuh,” kata Ryamizard.
Ryamizard meminta agar semua pihak melupakan masa lalu tersebut. Masyarakat harus fokus membangun bangsa Indonesia semakin maju ke depan, jangan terjebak pada masa lalu.
“Lupakan sajalah, nanti kalau sudah kita minta maaf, nanti mereka minta ganti rugi, gitu aja terus tidak selesai-selesai. Cukup jadikan pelajaran. Yang menjajah wilayah-wilayah Indonesia juga gak minta maaf. Ikhlaskan, kita fokus ke depan,” kata Ryamizard.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyatakan bahwa saat ini pemerintah sedang menyiapkan formulasi permintaan maaf tersebut.
“Lagi dibahas di Komnas HAM, Kejagung, Menko Polhukam, TNI, Polri. Jadi masih dalam tahap pembahasan seperti apa modelnya,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly di gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/8).
Politisi PDI Perjuangan itu mengaku belum dapat memastikan apakah permintaan maaf dapat diselesaikan melalui jalur hukum atau yudisial maupun secara non yudisial.
“Kan ada dua pilihan, yudisial dan non yudisial. Sekarang opsinya kita masih berpikir tentang non yudisial,” ungkap Yasonna seperti dikutip RMOL.co.