Gara-Gara Ahok Ngamuk, Pemukiman Cina di Mangga Besar Batal Digusur


[portalpiyungan.com] Ahok marah besar terhadap Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi yang mau menggusur pemukiman warga keturunan Cina di Mangga Besar, Jakarta Barat.

Ahok mengungkapkan bahwa perbuatan Anas itu perbuatan iseng.

“Menurut saya, ngapain sih iseng gitu loh. Orang sudah tenteram bukannya didamaiin, malah ngancem. Sedangkan inspeksi, semua nggak lu beresin, Kota Tua nggak lu beresin,” katanya di Balai Kota, Jakarta, Rabu 24 Agustus 2016 lalu.

Ahok pun menuding Anas membantu ‘bos’ yang hendak mempergunakan lahan di Mangga Besar serta mengaitkannya dengan kasus Glodok beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, lahan di belakang Glodok Plaza, Kelurahan Mangga Besar, Kecamatan Taman Sari menuai konflik setelah warga mengklaim menempati lahan sejak 1928. Warga merasa berhak menempati lahan tersebut karena sudah ditempati turun-temurun.

“Kalau nggak ada kasus Glodok, Kota Tua lu diemin. Bantu orang, bos mana lu bantuin. Makanya nggak bener lu,” ujarnya.

Akibat kemarahan Ahok, Pemkot Jakarta Barat terpaksa menangguhkan perintah penggusuran rumah warga Mangga Besar sesuai kemauan Ahok.

Dari penelusuran tim Portal Piyungan langsung ke daerah Mangga Besar justru terungkap bahwa sebagian besar warga tidak memiliki SHM. Mereka menempati tanah yang selama ini ditingali secara turun temurun.

Sebut saja rumah-rumah di Jalan Mangga Besar IX gang III atau yang dikenal dengan nama gang Lo Su Fan.

"Saya beli rumah ini 550 juta, ga ada SHM. Ngurus sendiri," tutur Benny sembari menerangkan bahwa ia membeli rumah dari A Hwa di tahun 2012.

Senada dengan Benny, Lie Tek Liong menjelaskan bahwa rata-rata rumah di Mangga Besar tak memiliki SHM.

"Kalau ada juga karena waktu itu ada pemutihan dari kelurahan, jadi diurusnya barengan gitu," tutur pria paruh baya yang lahir dan dibesarkan di daerah Kelurahan Tangki ini.

Tek Liong menegaskan, kalau hendak digusur, Ahok pasti akan menemui banyak masalah.

"Di sini gak bisa main sembarangan gusur kaya tempat lain. Biar di pinggir kali juga, warga di sini galak-galak. Gusur satu, gusur semua. Gak bisa pilih kasih," ujarnya.

Lain lagi tanggapan San San. Ia menegaskan bahwa kawasan Mangga Besar memiliki nilai historis.

"Ada kompleks artis tua di Tangki Wood. Mau dikemanain?", tanya San San.

Ketika ditanya apakah mereka menyalahkan pihak Walikota Jakarta Barat, mereka menjawab kompak, "Tidak". Mereka justru mengatakan bahwa tidak mungkin walkot bergerak tanpa perintah Gubernur.

San San mengatakan, ia tak keberatan bila lokasi tempat tinggalnya harus digusur.

"Pikir deh sama pemerintah. Gak punya SHM aja laku dijual 1 M. Kalau digusur, bisa ganti rugi segede itu gak?" tanya San San.

Sejujurnya, pembatalan penggusuran ini tentu terasa tidak adil bagi sebagian warga Jakarta, terutama mereka yang sudah digusur paksa oleh Ahok, padahal sama-sama tidak punya SHM.

Sebut saja warga Kampung Pulo, Bukit Duri, dan Kampung Akuarium. Mereka digusur dengan alasan Pemrov DKI ingin membebaskan lahan milik pemerintah yang sudah dihuni bertahun-tahun oleh warga.

Jika Ahok dapat menggusur daerah lain dengan dalih ingin membebaskan lahan, mengapa Ahok marah ketika lahan di Mangga Besar akan digusur padahal warga pun tak memiliki hak atas tanah tersebut?