Karunia Allah Kepada Manusia: PEMIMPIN YANG ADIL


Allah menurunkan karunia kepada umat manusia dengan menegakkan kepemimpinan yang adil.

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu telah meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الإِمَامُ العَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يَفْطُرَ وَدَعْوَةُ المَظْلُوْمِ

“Tiga doa yang tidak tertolak: Doa pemimpin yang adil, orang yang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang dizhalimi” [HR. at Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 1432]

Diriwayatkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ

“Tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: (1) Seorang imam yang adil.... .” [HR. Bukhari dan Muslim]

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, "Amal sehari seorang imam yang adil terhadap rakyatnya, lebih utama daripada ibadah seorang ahli ibadah di tengah keluarganya selama seratus atau lima puluh tahun."

Qeis bin Sa’ad berkata, "Sehari bagi imam yang adil, lebih baik daripada ibadah seseorang di rumahnya selama enam puluh tahun."

Masruq berkata, "Andaikata aku memutuskan hukum dengan hak sehari, maka itu lebih aku sukai daripada aku berperang setahun fi sabilillah."

Diriwayatkan bahwa Sa’ad bin Ibrâhîm, Abu Salamah bin Abdurrahmân, Muhammad bin Mush’ab bin Syurahabil dan Muhammad bin Shafwan berkata kepada Sa’id bin Sulaiman bin Zaid bin Tsabit: “Menetapkan hukum secara hak satu hari, lebih utama di sisi Allah, daripada shalatmu sepanjang umur”.

Kebenaran perkataan ini akan nampak jelas, jika melihat kebaikan yang didapatkan rakyat karena kebaikan pemimpinnya.

Wahab bin Munabbih rahimahullah berkata, "Apabila seorang pemimpin berkeinginan melakukan kecurangan atau telah melakukannya, maka Allah akan menimpakan kekurangan pada rakyatnya di pasar, di sawah, pada hewan ternak dan pada segala sesuatu. Dan apabila seorang pemimpin berkeinginan melakukan kebaikan dan keadilan atau telah melakukannya niscaya Allah akan menurunkan berkah pada penduduknya."

Khalifah Umar bin ‘Abdul-Aziz rahimahullah berkata, "Masyarakat umum bisa binasa karena ulah orang-orang (kalangan) khusus (para pemimpin). Sementara kalangan khusus tidaklah binasa karena ulah masyarakat. Kalangan khusus itu adalah para pemimpin. Berkaitan dengan makna inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu” [QS Al-Anfâl: 25].

Al-Walid bin Hisyam berkata, "Sesungguhnya rakyat akan rusak karena rusaknya pemimpin, dan akan menjadi baik karena baiknya pemimpin."

Sufyan ats-Tsauri berkata kepada Abu Ja’far al-Manshur (Khalifah kedua Bani Abbasiyah): “Aku tahu, ada seorang lelaki yang bila ia baik, maka umat akan baik; dan jika ia rusak, maka rusaklah umat.” Abu Ja’far al-Manshur bertanya: “Siapa dia?” Sufyan menjawab: “Engkau!”

Pemimpin yang paling baik ialah pemimpin yang ikut berbagi bersama rakyatnya. Rakyat mendapat bagian keadilan yang sama, tidak ada yang diistimewakan. Sehingga pihak yang merasa kuat tidak memiliki keinginan melakukan kezhalimannya. Adapun pihak yang lemah tidak merasa putus asa mendapatkan keadilan. Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan: "Pemimpin yang baik, ialah pemimpin yang orang-orang tak bersalah merasa aman dan orang-orang yang bersalah merasa takut. Pemimpin yang buruk, ialah pemimpin yang orang-orang tak bersalah merasa takut dan orang-orang yang bersalah merasa aman."

Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada al-Mughirah ketika mengangkatnya menjadi gubernur Kufah: “Hai Mughirah, hendaklah orang-orang baik merasa aman denganmu dan orang-orang jahat merasa takut terhadapmu.”

Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan: "Seburuk-buruk harta, ialah yang tidak diinfakkan. Seburuk-buruk teman, ialah yang lari ketika dibutuhkan. Seburuk-buruk pemimpin, ialah pemimpin yang membuat orang-orang baik takut. Seburuk-buruk negeri, ialah negeri yang tidak ada kemakmuran dan keamanan. Sebaik-baik pemimpin, ialah pemimpin yang seperti burung elang yang dikelilingi bangkai, bukan pemimpin yang seperti bangkai yang dikelilingi oleh burung elang."

Seorang pemimpin, hendaklah juga memiliki sifat pemaaf. Maaf dari orang yang kuat adalah fadhilah. Sifat pemaaf yang dimiliki pemimpin, ibarat mahkota bagi seorang raja. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. [al-A’râf/7:199].

Seorang pemimpin hendaklah memiliki sifat kasih sayang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Sayangilah orang-orang di bumi, niscaya Allah yang ada di langit akan menyayangimu”. [HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan at Tirmidzi, no. 1924]

Orang yang paling berhak menjadi pemimpin ialah yang paling kasih lagi paling penyayang. Sebaik-baik pemimpin ialah yang bisa menjadi teladan dan pemberi hidayah bagi rakyatnya, dan seburuk-buruk pemimpin ialah pemimpin yang menyesatkan. Dahulu dikatakan, bahwa rakyat berada di bawah agama pemimpinnya. Jika bagus agama pemimpinnya, maka bagus pulalah agama rakyatnya. Jika kacau agama pemimpinnya, maka kacau pulalah agama rakyatnya.

Dalam hadits Tsauban Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:

إِنَّ مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِي أَئِمَّةً مُضِلِّينَ

“Sesungguhnya, yang paling aku khawatirkan atas dirimu ialah imam-imam/pemimpin-pemimpin yang menyesatkan”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, ia berkata: Hadits ini hasan shahîh]

Umar Ibnul-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata, "Seorang yang amanat tidak akan berkhianat. Hanya saja pengkhianat diberi amanat, lantas wajar saja kalau ia berkhianat."
Wallahu a’lam bish-Shawab.

*Sumber: http://ift.tt/2c0S7Gp