[100 Hari Berkuasa] Inilah Keputusan-Keputusan Kontroversial Jokowi


Sudah 100 hari umur pemerintahan Jokowi-JK. Beberapa keputusan yang diambil Jokowi menimbulkan pro dan kontra.

Inilah keputusan kontroversial itu:

1. Kabinet Ramping

Jumlah kementerian di Kabinet Kerja tetap 34 kementerian. Hal itu tidak sesuai dengan janji Jokowi saat berkampanye dalam Pemilu 2014.

Jokowi hanya mengutak-atik. Beberapa nama kementerian diganti, ada yang disatukan. Kementerian baru dibentuk seperti Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Seiring berjalannya pemerintahan, Jokowi menambah jabatan baru di lingkungan Istana, yakni Kepala Staf Kepresidenan yang dipercayakan kepada Luhut Pandjaitan, mantan anggota tim suksesnya.

2. Jaksa Agung

M. Prastyo menjadi Jaksa Agung juga mengundang polemik karena berlatar belakang partai politik.

Prasteyo terpilih sebagai anggota DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Nasional Demokrat (partai pendukung Jokowi-JK dalam pilpres lalu).  Ia dilantik pada Kamis 20 November 2014.

Banyak yang mempertanyakan keputusan itu karena Prasetyo dianggap rentan adanya intervensi kekuasaan dalam menjalankan tugas dan fungsi utamanya.

3. Kartu Sakti Jokowi

Di awal pemerintahannya, Jokowi langsung menggebrak. Sejumlah kartu diluncurkan untuk masyarakat miskin, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Sebagian pihak mengkritik kartu yang disebut kartu sakti Jokowi. Dinilai sebagai 'antisipasi' kenaikan harga BBM bersubsidi.

Ada juga yang mempertanyakan dari mana anggaran itu. Tidak ada penamaan kartu itu di APBN 2014, yang tercantum adalah BPJS.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan sumber dana itu berasal dari CSR BUMN.

4. Kenaikan Harga BBM Subsidi

Kenaikan harga BBM subsidi 'pahit' buat pemerintah. Jokowi mengambil keputusan yang tidak populer di awal pemerintahannya.

Sayangnya, penjelasan kenaikan itu kurang bisa dipahami karena harga minyak dunia sedang turun. Negara-negara lain justru menurunkan harga.

Jokowi menetapkan keputusan harga BBM jenis premium dan solar naik pada 18 November 2014. Kemudian diturunkan sebanyak dua kali pada 1 Januari 2015 dan 19 Januari 2015.

Penurunan itu kurang disambut positif karena persoalan lain yang muncul akibat kenaikan harga beberapa waktu lalu, belum beres. Salah satunya cara agar harga -harga kebutuhan pokok ikut turun.

5. Calon Kapolri

Berbagai kalangan terutama dari DPR yakin calon tunggal kapolri Komjen Budi Gunawan bersih dari tuduhan memiliki rekening tidak wajar. Tentunya, Jokowi sudah melakukan pengecekan.

Surat keputusan penunjukan itu dikirim ke DPR pada 9 Januari 2015, kemudian Komisi III yang membidangi hukum, menggelar uji kelayakan dan kepatutan.

Ketika proses itu berjalan, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada 12 Januari 2015.

KPK telah mengingatkan Jokowi saat mengajukan daftar calon menteri, sebelum membentuk Kabinet Kerja. Nama Budi Gunawan diberi tanda merah alias bermasalah.

DPR tidak bisa mundur, tetap menggelar uji kelayakan dan kepatuan pada 14 Januari 2015. Keesokan harinya, DPR melalui sidang paripuran menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Jokowi akhirnya memutuskan untuk menunda pelantikan Budi Gunawan. Kemudian, mencopot Jenderal Sutarman sebagai kapolri dan menunjuk Wakapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas kapolri.

Lagi-lagi Jokowi dikritik. Para relawan yang mendukungnya di pilpres lalu berbalik menyerang. Jokowi didesak memenuhi janjinya dalam pemberantasan korupsi. Nama Budi Gunawan mesti dicabut.

6. Wantimpres

Jokowi dinilai tidak profesional dalam melantik dewan pertimbangan presiden (wantimpres) beberapa hari lalu.

Menurut Direktur Eksekutif POINT Indonesia Karel Susetyo, komposisi wantimpres yang dilantik Jokowi tidak mencerminkan prinsip profesionalitas dan kebutuhan akan arah kebijakan ke depan yang baik. Lebih banyak nuansa bagi-bagi kue kekuasaan kepada tim sukses.

"Belum lagi terdapat kontroversi mengenai Djan Darmadi dan Suharso Monoarfa, dimana Djan adalah pengusaha judi ibu kota sebelumnya dan Suharso pernah dipecat SBY karena kasus perselingkuhannya ketika menjabat Menpera (Menteri Perumahan Rakyat)," katanya di Jakarta, Selasa 20 Januari 2015.

Menurut dia, bagaimana mereka bisa memberi pertimbangan kepada presiden kalau moralnya saja dipertanyakan. Seharusnya, Presiden memberi tempat kepada para ahli di bidangnya sesuai dengan tantangan pembangunan ke depan.

"Misalnya kita akan menghadapi tantangan ke depan soal krisis energi, maka pakar energi yang diangkat sebagai salah satu anggota watimpres. Tidak seperti sekarang ada 3 pensiunan jenderal sebagai watimpres," ujarnya.

Ia mengaku heran keahlian spesifik apa yang menjadi pertimbangan Presiden Jokowi untuk mengangkat mereka sebagai wantimpres.

"Apa kita sedang menghadapi tantangan militer yang begitu seriuskah? Jangan jadikan wantimpres sebagai tempat kongkow para pensiunan yang S3 alias sudah sepuh sanget," ujarnya. [inilah]