![]() |
Tak jelas siapa yang pertama mengunggahnya, dan kapan peristiwa itu diabadikan. Foto itu menunjukkan Jokowi yang mengenakan kemeja putih, berdasi merah, dan berbalut jas hitam. Penampilan Jokowi terlihat rapi. Sementara itu, arus lalu lintas di sekitarnya terlihat ramai. Di samping motor, tampak ajudan Jokowi, yakni Pradista.
"E ada yang enggak pakai helm," demikian komentar salah satu pengguna Twitter.
Ada lagi yang berkicau, "Mau kemane, Pak? Buru-buru amat kayaknya."
Banyak juga akun yang mempertanyakan lokasi ketika momen langka tersebut diambil.
"Ini waktu Jokowi lagi ngapain sih? Kurang kerjaan banget," tulis salah satu pengguna Twitter.
Terlambat jadi saksi nikah
Lalu, kapan dan pada momen apa sebenarnya foto ini diambil? Kompas.com mencoba mengonfirmasi kepada orang-orang dekat Jokowi. Salah satu orang dekat Jokowi yang tak mau disebut namanya membenarkan keaslian foto itu. Ia mengatakan, foto itu diambil saat awal Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI, 2012 silam.
"Pak Jokowi ingin menjadi saksi nikah seorang tokoh adat Betawi. Karena telat, dia buru-buru naik ojek," ujar dia.
Soal mengapa Jokowi tak menggunakan helm, dia tidak mengetahuinya. Dia juga tidak menyebut lokasi pernikahan itu. Namun yang jelas, Jokowi tak terlambat lama untuk menjadi saksi pernikahan.
--------
Jokowi memang dekat dengan rakyat. Saking dekatnya, ia tak ragu untuk naik ojek. Ia sadar, ojek mampu menembus kemacetan dan mempersingkat waktu perjalanan, apalagi di tengah kota yang sangat macet seperti Jakarta.
Saking dekatnya Jokowi dengan tukang ojek, para tukang ojek itu juga tak segan mendukung pencapresan Jokowi. Bahkan, Jokowi menjanjikan para tukang ojek yang tergabung dalam Ikatan Persaudaraan Tukang Ojek, untuk tidak mencabut
subsidi BBM agar mereka dapat terus ngojek.
Tetapi apa yang terjadi hari ini?
Keberadaan sarana angkutan roda dua yang lebih dikenal dengan sebutan 'ojek', dianggap masih ilegal. Lantaran belum ada regulasi yang mengatur keberadaan moda transportasi yang banyak digunakan masyarakat tersebut.
"Ojek itu statusnya ilegal karena tidak diatur dalam peraturan daerah, peraturan gubernur," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Benjamin Bukit di Jakarta, Selasa, 20 Januari 2015 kemarin.
Bukit mengatakan, ojek tidak termasuk dalam kategori transportasi publik dalam peraturan Kementerian Perhubungan.
"Karena tidak terkategori tersebut harus siap kita tertibkan jika tidak ada manfaatnya," lanjutnya,
Pernyataan Bukit berbanding terbalik dengan pendapat masyarakat. Salah satunya seperti yang disampaikan Ishtaria (21). Mahasiswi Universitas Indonesia ini beranggapan keberadaan ojek masih dibutuhkan.
"Kan ngga semua tempat di Jakarta dilalui angkutan umum. Nah alternatifnya ya pakai ojek," ujarnya, Selasa 20 Januari 2015.
Ketika mendengar rencana Dishub DKI ingin menghapus ojek hanya karena tidak tercantum di aturan daerah, Ishtar tegas menyatakan tidak setuju.
"Nggak setuju lah kalau ojek dihapus, masih diperlukan. Dishub DKI kalau belum bisa menyediakan angkutan umum yang layak mending ngga usah seenaknya gitu lah (menghapus ojek)," tutupnya.
Sayangnya, dengan dalih Undang-Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan angkutan umum harus memiliki kabin yang tertutup, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta pemerintah menekan pertumbuhan ojek. Namun, YLKI meminta Pemerintah menyediakan transportasi umum yang memadai karena menganggap ojek bukanlah bagian dari transportasi umum.
“Dalam undang-undang tersebut disebutkan angkutan umum harus memiliki kabin yang tertutup. Berdasarkan definisi itu, ojek tidak bisa diklaim sebagai salah satu tipe transportasi umum,” kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, di Jakarta, Rabu, 21 Januari 2015. Kendati demikian, Tulus Abadi tidak menafikan ojek dan sepeda motor sebagai alternatif untuk menembus kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta.
Volume pertumbuhan jalan yang kalah pesat bila dibandingkan volume kendaraan membuat lalu-lintas jalan raya mengalami kemecatan parah. Ojek pun tumbuh subur karena belum ada sistem transportasi umum massal terintegrasi hingga menjangkau lokasi-lokasi yang dituju masyarakat.
“Namun, sepeda motor bukanlah kendaraan yang aman. Ojek tidak bisa melindungi pengendara dan penumpangnya secara sempurna. Karena itu, pertumbuhannya harus ditekan,” tutur Tulus Abadi.
Jika ojek benar-benar akan dilenyapkan, alangkah malangnya mereka. Setelah dikibuli dengan BBM yang tak disubsidi lagi, kini keberadaan mereka akan dihilangkan oleh pemerintah. Semoga mereka tak menyesal telah mendukung pemerintah yang tak memedulikan nasib para tukang ojek. [*/fs]
Tetapi apa yang terjadi hari ini?
Keberadaan sarana angkutan roda dua yang lebih dikenal dengan sebutan 'ojek', dianggap masih ilegal. Lantaran belum ada regulasi yang mengatur keberadaan moda transportasi yang banyak digunakan masyarakat tersebut.
"Ojek itu statusnya ilegal karena tidak diatur dalam peraturan daerah, peraturan gubernur," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Benjamin Bukit di Jakarta, Selasa, 20 Januari 2015 kemarin.
Bukit mengatakan, ojek tidak termasuk dalam kategori transportasi publik dalam peraturan Kementerian Perhubungan.
"Karena tidak terkategori tersebut harus siap kita tertibkan jika tidak ada manfaatnya," lanjutnya,
Pernyataan Bukit berbanding terbalik dengan pendapat masyarakat. Salah satunya seperti yang disampaikan Ishtaria (21). Mahasiswi Universitas Indonesia ini beranggapan keberadaan ojek masih dibutuhkan.
"Kan ngga semua tempat di Jakarta dilalui angkutan umum. Nah alternatifnya ya pakai ojek," ujarnya, Selasa 20 Januari 2015.
Ketika mendengar rencana Dishub DKI ingin menghapus ojek hanya karena tidak tercantum di aturan daerah, Ishtar tegas menyatakan tidak setuju.
"Nggak setuju lah kalau ojek dihapus, masih diperlukan. Dishub DKI kalau belum bisa menyediakan angkutan umum yang layak mending ngga usah seenaknya gitu lah (menghapus ojek)," tutupnya.
Sayangnya, dengan dalih Undang-Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan angkutan umum harus memiliki kabin yang tertutup, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta pemerintah menekan pertumbuhan ojek. Namun, YLKI meminta Pemerintah menyediakan transportasi umum yang memadai karena menganggap ojek bukanlah bagian dari transportasi umum.
“Dalam undang-undang tersebut disebutkan angkutan umum harus memiliki kabin yang tertutup. Berdasarkan definisi itu, ojek tidak bisa diklaim sebagai salah satu tipe transportasi umum,” kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, di Jakarta, Rabu, 21 Januari 2015. Kendati demikian, Tulus Abadi tidak menafikan ojek dan sepeda motor sebagai alternatif untuk menembus kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta.
Volume pertumbuhan jalan yang kalah pesat bila dibandingkan volume kendaraan membuat lalu-lintas jalan raya mengalami kemecatan parah. Ojek pun tumbuh subur karena belum ada sistem transportasi umum massal terintegrasi hingga menjangkau lokasi-lokasi yang dituju masyarakat.
“Namun, sepeda motor bukanlah kendaraan yang aman. Ojek tidak bisa melindungi pengendara dan penumpangnya secara sempurna. Karena itu, pertumbuhannya harus ditekan,” tutur Tulus Abadi.
Jika ojek benar-benar akan dilenyapkan, alangkah malangnya mereka. Setelah dikibuli dengan BBM yang tak disubsidi lagi, kini keberadaan mereka akan dihilangkan oleh pemerintah. Semoga mereka tak menyesal telah mendukung pemerintah yang tak memedulikan nasib para tukang ojek. [*/fs]