Hamas dan Masa Depan Hubungan Dengan Saudi Pasca Wafatnya Raja Abdullah












Khalid Misyal - Raja Abdullah - Mahmud Abbas



Sesaat setelah wafatnya Raja Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, Hamas langsung menyampaikan takziyah. Ada keinginan kuat Hamas mengembalikan hubungan baik dengan kerajaan Arab Saudi seperti sebelum mengalami kemandegan di akhir masa Raja Abdullah – rahimahullah.



Hamas sadar dan mengakui peran penting dan utama kerajaan Arab Saudi serta memiliki pengaruh dalam segala peristiwa di kawasan Arab dan regional secara umum. Ada kebutuhan mendesak perlawanan Palestina mendapatkan dukungan dari Negara Arab terbesar dan peling berpengaruh dalam menggerakkan kaidah permainan. Di masa sebelumnya, Hamas sengaja membangun hubungan kuat dengan pusat-pusat kekuatan di dewan kerajaan Saudi.



Muncul kemudian banyak factor yang berakumulasi yang kemudian melebarkan jarak antara Hamas dan Saudi, terutama karena Hamas tidak mengadopsi Prakarsa Perdamaian Raja Abdullah dan mengisyaratkan bahwa prakarsa itu mengandung unsur pengakuan terhadap ‘Israel’ yang tidak bisa diterima. Mendiang Raja Abdullah meragukan sikap Hamas sebagai sikap negative terhadap prakarsa sang Raja. Kemudian disusul kegagalan kesepakatan Makkah dan kebijakan militer Hamas di tahun 2007 semakin menjauhkan jarak antara kedua pihak. Mendiang Raja Abdullah menilai kebijakan militer sebagai tindakan melanggar batas. Faktor ketiga adalah sikap negative mendiang Abdullah terhadap Ikhwanul Muslimin yang mendukung kudeta Al-Sisi terhadap presiden Muhammad Mursi.



Factor ketiga, hubungan Hamas dengan Iran dan Hezbollah yang meresahkan pusat-usat kekuatan di Saudi, termasuk yang simpati kepada Hamas. Hal itu dikarenakan, sensitifitas, peliknya semua yang terkait dengn Irak, proyeknya, hubungannya dan sekutu-sekutunya. Saudi menilai kepedulian Iran terhadap masalah Palestina dan dukungannya terhadap kelompok “perlawanan Palestina” hanyalah mengelabuhi, merecoki, menyesatkan untuk menyembunyikan misi Persia di kawasan. Sikap Hamas bersekutu dengan semua kekuatan yang tujuannya memerangi ‘Israel’ saja tanpa terlibat dengan hal-hal pelik (di antaranya sektarian, politik dan lainnya) di kawasan.



Semua orang yakin saat ini terjadi perubahan hakiki di kerajaan Arab Saudi. Ada pemerintah baru dengan strategi dan pertimbangan-pertimbangan lain yang berbeda secara detailnya dengan masa era sebelumnya. Hal ini bisa membuka peluang memperbaiki hungan bilateral. Apalagi, jika kita menganggap bahwa sebagian besar sikap keberatan Saudi di masa lalu yang memebuat hubungan dengan Hamas menjadi dingin dikarenakan oleh factor-faktor terkait dengan “orang-orang di sekeliling” mendiang Raja Abdullah dan kecenderungan mereka secara pribadi. Padahal kecenderungan dan kepentingan mereka tidak sejalan dengan spirit kerajaan Arab Saudi dalam menyikapi permasalahan Palestina, faksi-faksinya, terutama Hamas.



Namun demikian, kerajaan Arab Saudi tetap memiliki arah politik status quo terhadap kesepakatan dengan Amerika Serikat. Namun kemungkinan besar AS tidak akan mengekang Saudi dan memaksakan kehendaknya terkait sikap era baru Saudi terhadap Hamas. Jika diamati, sebagian Negara sahabat dan sekutu Amerika yang memiliki hubungan kuat dengan Hamas, Negara paman Sam tidak melakukan tekanan. Ini karena politik Amerika adalah membiarkan kepada sekutunya selama mereka bisa melakukan sebesar mungkin tujuan strateginya.



Penulis yakin Hamas akan berusaha mendekat ke Saudi dengan berbagai cara. Selama Hamas bisa bergerak bebas di sistem kawasan Arab, gerakan ini akan melanjutkan perlawannya terhadap ‘Israel’ penjajah. (Ibrahim Madhun/infopalestina.com)