Ide Anis Matta Melampaui Batas Ruang dan Waktu






Oleh Ari Gumantyo



Membaca ulang tulisan dan pemikiran seorang Anis Matta memang tidak ada bosan-bosannya. Ide-ide besarnya seakan melampaui batas ruang dan waktu kekinian. Menembus dinding dan sekat-sekat tebal pemikiran manusia pada umumnya. Visinya jauh beberapa langkah ke depan.



Retorika orasi dan pidato-pidatonya seakan "menyihir" para pendengarnya, begitu menyentuh hati dan menggelorakan semangat. Gaya bahasanya sarat dengan sastra tingkat tinggi. Ini mungkin karena beliau sering melahap banyak buku dan menguasai beberapa bahasa asing, di antaranya bahasa Arab dan Inggris.



Pemahaman akan sejarah peradaban Islam dan dunia, semakin mematangkan kedewasaan berfikir dan bertindak seorang Anis Matta. Merangkul semua suku, golongan, etnis, dan agama. Impian saya -- dan/atau mungkin impian banyak orang --seakan masuk ke alam bawah sadar, bahwa beliau mungkin adalah sosok yang mungkin ke depannya akan menjadi salah satu negarawan di Indonesia.



"DETERMINASI SOSIAL" | by Anis Matta



Kita memang tidak punya pilihan di depan takdir Allah AWT yang bersifat seperti ini; kita dilahirkan di atas tanah apa, pada zaman apa, dari etnis apa, dan pada situasi seperti apa. Itulah nasib yang tidak mungkin diubah. Kumulasi dari itu semua yang selanjutnya kita sebut lingkungan. Para ahli pendidikan kemudian memberikan porsi yang sangat besar terhadap lingkungan sebagai faktor determinan yang mempengaruhi dan mewarnai pertumbuhan seseorang.



Akan tetapi, sejarah memberikan beberapa kesaksian yang mungkin bisa disebut pengecualian. Dan, para pahlawan memang merupakan pengecualian. Mereka pada mulanya juga lahir dari kumulasi lingkungan yang sama, tetapi pada akhirnya muncul dengan warna yang sama sekali berbeda dengan generasi angkatannya yang lahir dari lingkungan tersebut. Jadi, input lingkungannya sama, tetapi output efeknya berbeda.



Inilah cerita seorang penulis tentang Hasan Al-Banna, pemimpin pergerakan islam terbesar abad ini. Ia (Hasan Al-Banna, kata sang penulis, tumbuh sebagaimana kami tumbuh, pada lingkungan yang sama tempat kami belajar, sejak dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, dan tentu juga dengan kurikulum yang sama. Ia juga menyaksikan dan merasakan kemiskinan, keterbelakangan, dan kerusakan sosial di Mesir sebagaimana kami umumnya. Ia juga membaca buku dan media cetak yang kami baca. Tidak ada yang istimewa dalam latar lingkungannya, baik dirumah maupun di sekolah atau di masyarakat.



Namun, hasilnya kemudian berbeda. Ia muncul sebagai pembaharu dan pemimpin. Lantas, dimanakah rahasianya? Tidak mudah memang memberikan jawaban yang sangat definitif untuk masalah ini. Akan tetapi, setidaknya ada dua faktor yang dapat disebut disini. Pertama, semua itu sepenuhnya adalah karunia Allah SWT untuk masyarakat yang hidup dizamannya. Sebab, Rasulullah saw pernah bersabda, “Jika Allah SWT meridhoi suatu kaum, maka Allah akan mengangkat orang-orang terbaik dari mereka sebagai pemimpin. Dan jika Allah memurkai suatu kaum, maka Allah akan mengangkut orang-orang terjahat dari mereka sebagai pemimpin.” (HR.Tirmizi).



Jadi, para pahlawan itu adalah hadiah langit untuk penduduk bumi. Karena itu, mereka memang mendapat inayah Allah SWT sejak awal pertumbuhan hingga saat mereka mementaskan peran kesejarahan mereka.



Kedua, para pahlawan biasanya mempersepsi lingkungannya dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang. Pada banyak orang, kesulitan-kesulitan yang tercipta dari komulasi lingkungan dianggap sebagai nasib yang niscaya dan tidak dapat diubah. Jadi, sejak awal mereka kalah didepan nasib itu. Para pahlawan justru melihat lingkungan itu sebagai objek yang harus diubah dan kendali perubahan itu pada manusia. Jadi, sejak awal mereka berpikir sebagai perilaku dan perubah. Mereka mungkin lapar, tetapi mereka lebih banyak memikirkan kemiskinan sebagai fenomena sosial yang diubah. Mereka mungkin dari keluarga tidak terdidik, tetapi mereka kemudian berpikir untuk menjadi otodidak dan bagaimana mengembangkan pendidikan.



Begitulah akhirnya mengapa mereka menjadi lebih cerdas dari zamannya. Atau pikiran-pikiran mereka bahkan mendahului zamannya.