Jokowi, Antara Ada dan Tiada



Jokowi cenderung membiarkan konflik KPK-Polri ini terjadi berlarut-larut. Posisi Jokowi antara ada dan tiada terkait perseteruan dua lembaga penegak hukum yang berlangsung sejak bulan lalu tersebut.



"Akibatnya, sikap rakyat akan berubah drastis dari bergairah menjadi apatis terhadap pemerintah," jelas pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agung Suprio, Sabtu 7 Februari 2015.



Bila tidak tegas, dia memprediksi Jokowi akan mengalami defisit legitimasi dan segala kebijakannya akan berjalan tanpa roh.



"Revolusi mental takkan berjalan tanpa tauladan pemimpin karena dirusak oleh pemimpinnya sendiri," jelas Agung.



Lebih parah lagi jika Jokowi menghabisi KPK. Meskipun nantinya pemberantasan korupsi ditangani Polri dan Kejaksaan Agung, masyarakat tetap tak bisa terima.



Sebab, kepercayaan publik yang kian menurun terhadap kedua lembaga tersebut. Saat bersamaan, rakyat sudah sangat percaya terhadap KPK.



"Jika pemberantasan. Korupsi diserahkan kepada dua lembaga itu, yang timbul adalah ketidakpercayaan massif," tegasnya.



Karena itu, dia mengingatkan agar Jokowi memperkuat KPK. Jangan sampai lembaga antikorupsi ini dilemahkan dengan mempreteli satu per satu pimpinannya.



"Kalau KPK sampai lumpuh, ini pertanda kepemimpinan Jokowi impoten," tegasnya.



Pimpinan KPK saat ini tinggal empat orang setelah masa jabatan Busyro Muqoddas habis. Dari empat pimpinan KPK yang tersisa, semua sudah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas berbagai kasus yang diduga melibatkan mereka sebelum menjadi komisioner lembaga anti rasuah tersebut.



Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto malah telah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan dua pimpinan lainnya, Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja, ditengarai hanya tinggal menunggu waktu untuk menjadi tersangka, karena Surat Perintah Penyidikan (sprindik) sudah keluar. Zulkarnaen juga sudah dilaporkan sebelumnya. [rmol]